BMKG Duga Tsunami Anyer Akibat Longsoran Erupsi Anak Krakatau
A
A
A
JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan gelombang pasang di Selat Sunda yang menerjang Pantai Anyer, Banten dan Lampung sebagai tsunami. Ombak besar itu diduga akibat longsor dari erupsi Gunung Anak Krakatau.
”Setelah kami analisis gelombang itu merupakan tsunami. Polanya sangat mirip dengan tsunami yang terjadi di Palu. Karena itu kami melakukan koordinasi dengan Badan Geologi bahwa diduga, karena saat ini waktu belum cukup untuk mengumpulkan data, ada indikasi yang terjadi karena erupsi Anak Krakatau,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers di kantor BMKG, Jakarta, Minggu (23/12/2018).
Dwikorita menjelaskan, kesimpulan tentang tsunami ini diperoleh setelah BMKG mendapatkan data dari empat stasiun pengamatan pasang surut di sekitar Selat Sunda saat tsunami terjadi yakni pukul 21.27 WIB.
Hasil pengamatan menunjukkan tinggi gelombang masing-masing 0,9 meter di Serang pada pukul 21.27 WIB. Kemudian, tsunami 0,35 meter di Banten pada pukul 21.33 WIB, setinggi 0,36 meter di Kota Agung pada pukul 21.35 WIB, dan 0,28 meter pada pukul 21.53 WIB di Pelabuhan Panjang.
Menuruti Dwikorita menuturkan, penyebab tsunami belum dapat dipastikan. Namun diduga karena longsoran dari erupsi Gunung Anak Krakatau. Dugaan ini karena hasil seismograf tidak mencatat adanya gempa tektonik.
”Dari koordinasi dengan Badan Geologi diduga ada longsor dari erupsi. Namun, sekali lagi itu baru dugaan karena untuk saat ini kami belum mendapatkan data. Secara visual juga belum memungkinkan karena masih gelap,” kata Dwikorita.
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini mengatakan, pagi ini tim BMKG akan ke lokasi untuk melakukan pengamatan dan memastikan apakah memang ada tebing longsor yang menjadi pemicu tsunami di Anyer dan Lampung tersebut.
”Setelah kami analisis gelombang itu merupakan tsunami. Polanya sangat mirip dengan tsunami yang terjadi di Palu. Karena itu kami melakukan koordinasi dengan Badan Geologi bahwa diduga, karena saat ini waktu belum cukup untuk mengumpulkan data, ada indikasi yang terjadi karena erupsi Anak Krakatau,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers di kantor BMKG, Jakarta, Minggu (23/12/2018).
Dwikorita menjelaskan, kesimpulan tentang tsunami ini diperoleh setelah BMKG mendapatkan data dari empat stasiun pengamatan pasang surut di sekitar Selat Sunda saat tsunami terjadi yakni pukul 21.27 WIB.
Hasil pengamatan menunjukkan tinggi gelombang masing-masing 0,9 meter di Serang pada pukul 21.27 WIB. Kemudian, tsunami 0,35 meter di Banten pada pukul 21.33 WIB, setinggi 0,36 meter di Kota Agung pada pukul 21.35 WIB, dan 0,28 meter pada pukul 21.53 WIB di Pelabuhan Panjang.
Menuruti Dwikorita menuturkan, penyebab tsunami belum dapat dipastikan. Namun diduga karena longsoran dari erupsi Gunung Anak Krakatau. Dugaan ini karena hasil seismograf tidak mencatat adanya gempa tektonik.
”Dari koordinasi dengan Badan Geologi diduga ada longsor dari erupsi. Namun, sekali lagi itu baru dugaan karena untuk saat ini kami belum mendapatkan data. Secara visual juga belum memungkinkan karena masih gelap,” kata Dwikorita.
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini mengatakan, pagi ini tim BMKG akan ke lokasi untuk melakukan pengamatan dan memastikan apakah memang ada tebing longsor yang menjadi pemicu tsunami di Anyer dan Lampung tersebut.
(kri)