Larang Jurnalis Liput Sidang, Ternyata Hakim Vonis Bebas Terdakwa
A
A
A
KOTAWARINGIN BARAT - Aksi menghalangi tugas jurnalistik dilakukan oleh Satpam dan petugas protokoler Pengadilan Negeri (PN) Kotawaringin Barat (Kobar).
Perbuatan itu dilakukan saat jurnalis MNC Media Sigit Dzakwan hendak meliput sidang vonis terdakwa pemberi keterangan palsu di PN Kobar, Senin (26/11/2018).
Terkait insiden itu, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kobar pun angkat bicara dan sangan mengecak tindakan kedua oknum yang notabene bertugas di lembaga hukum.
"Wartawan berhak meliput sebuah peristiwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 UU Pers. Kalau ada pelarangan peliputan terhadap wartawan, maka yang melarang berpotensi melanggar UU Pers," kata Selertaris PWI Kobar, Nasikin kepada sejumlah wartawan.
Menurut Nasikin, pelarangan terhadap wartawan dengan alasan yang tak jelas, bisa dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Pers. Mulai dari sanksi pidana penjara, hingga denda. "Kedua petugas tersebut atau atasannya bisa dilaporkan secara pidana, karena diduga kuat melanggar UU Pers, termasuk pihak PN Kobar," sebutnya.
Peristiwa yang tidak mengenakkan dialami Jurnalis MNC Media, Sigit Dzakwan Pamungkas yang bertugas di Kobar, Kalteng pada Senin (26/11/2018) petang sekira pukul 17.20 WIB.
Saat dirinya akan meliput agenda sidang vonis dalam kasus pemberi keterangan palsu dengan terdakwa Sutrimo di PN Kobar. Pihak Satpam sempat melarang untuk peliputan. Padahal kasus tersebut terbuka untuk umum.
"Saya memang dari awal memantau kasus persidangan dengan terdakwa Sutrimo yang diduga memberikan keterangan palsu ke notaris dalam pembuatan sertifikat tanah. Namun kali ini saya dilarang meliput. Ada apa?" ujar Sigit kepada sejumlah wartawan di Pangkalan Bun, Selasa (27/11/2018).
Ia menceritakan, awalnya sejumlah wartawan mendapatkan informasi bahwa pembacaan vonis terhadap terdakwa Sutrimo akan dilaksanakan pada Senin (26/21/2018) sekitar pukul 10.00 WIB.
"Namun akhirnya saya dan kawan kawan mendapat info, sidang diundur pukul 13.00 WIB. Sejak jam 1 saya bersama Wartawan Radar Sampit, Joko sudah berada di PN Kobar untuk menunggu sidang," beber Sigit.
Akan tetapi, kejanggalan demi kejanggalan mulai terlihat di PN Kobar. Meski Hakim, JPU, Terdakwa dan Kuasa Hukum sudah berada di lokasi sejak siang hari, namun persidangan tak kunjung dilaksanakan.
"Saya tunggu sampai pukul 17.00 WIB, sidang tak kunjung dimulai. Dan wartawan Radar Sampit, Joko, karena ada tugas liputan lainnya akhirnya meninggalkan PN dan saya sendirian," sebutnya.
Singkat cerita, pada pukul 17.15 WIB, dirinya menuju loby PN Kobar untuk mengisi buku tamu dan menyerahkan KTP untuk ditukar dengan ID Card Wartawan kepada seorang Satpam yang berjaga di Loby. "Saya izin liputan vonis dengan terdakwa Sutrimo infonya sudah dimulai," ujar Sigit kepada seorang Satpam PN Kobar.
"Waduh Mas maaf, saya tadi diberitahu pimpinan kalau sidang vonis Sutrimo tidak boleh diliput wartawan. Saya hanya menjalankan perintah saja," sebut Satpam tersebut kepada Sigit.
"Loh kenapa dilarang? Saya sudah seringkali mengikuti sidang terdakwa Sutrimo dan tidak ada masalah, kenapa kali ini saya dilarang? Ada apa? Saya kerja dilindungi UU Pers, tidak ada yang berhak melarang saya untuk meliput. Apalagi ini sidang terbuka untuk umum, bukan sidang tertutup kasus anak di bawah umur," sergah Sigit kepada Satpam.
Setelah berdebat panjang, akhirnya Sigit diminta bertemu dengan karyawan PN Kobar yang mengaku sebagai petugas Protokoler Pengadilan. "Maaf mas mohon untuk tidak meliput di dalam. Besok saja ke sini lagi ketemu Humas PN Kobar untuk hasil vonisnya," ujar petugas PN Kobar yang enggan menyebutkan namanya di luar ruang sidang terdakwa Sutrimo.
"Loh apa alasan saya dilarang? Aneh saja, itu sidang sudah mulai. Saya berhak untul meliput karena ini sidang terbuka untuk umum. Tidak ada aturan yang saya langgar dan PN Kobar ini lokasi publik. Kecuali sidang tertutup bisa saya maklumi. Kalau saya dilarang justru ada apa?," jawab Sigit kepada petugas PN.
Akhirnya Sigit diperbolehkan masuk, namun dengan perdebatan yang cukup alot dan persidangan sudah berjalan.
Dalam pembacaan vonis terhadap terdakwa Sutrimo, majelis hakim memutus bebas murni kepada terdakwa. "Nah kan ternyata divonis bebas, justru saya ini jadi tanda tanya besar! Ada apa saya dilarang tadi?," sebut Sigit.
Padahal dalam agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejari Kobar, beberapa waktu lalu, Sutrimo dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan cucunya sendiri dan jaksa menuntutnya dua bulan 15 hari penjara.
Perbuatan itu dilakukan saat jurnalis MNC Media Sigit Dzakwan hendak meliput sidang vonis terdakwa pemberi keterangan palsu di PN Kobar, Senin (26/11/2018).
Terkait insiden itu, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kobar pun angkat bicara dan sangan mengecak tindakan kedua oknum yang notabene bertugas di lembaga hukum.
"Wartawan berhak meliput sebuah peristiwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 UU Pers. Kalau ada pelarangan peliputan terhadap wartawan, maka yang melarang berpotensi melanggar UU Pers," kata Selertaris PWI Kobar, Nasikin kepada sejumlah wartawan.
Menurut Nasikin, pelarangan terhadap wartawan dengan alasan yang tak jelas, bisa dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Pers. Mulai dari sanksi pidana penjara, hingga denda. "Kedua petugas tersebut atau atasannya bisa dilaporkan secara pidana, karena diduga kuat melanggar UU Pers, termasuk pihak PN Kobar," sebutnya.
Peristiwa yang tidak mengenakkan dialami Jurnalis MNC Media, Sigit Dzakwan Pamungkas yang bertugas di Kobar, Kalteng pada Senin (26/11/2018) petang sekira pukul 17.20 WIB.
Saat dirinya akan meliput agenda sidang vonis dalam kasus pemberi keterangan palsu dengan terdakwa Sutrimo di PN Kobar. Pihak Satpam sempat melarang untuk peliputan. Padahal kasus tersebut terbuka untuk umum.
"Saya memang dari awal memantau kasus persidangan dengan terdakwa Sutrimo yang diduga memberikan keterangan palsu ke notaris dalam pembuatan sertifikat tanah. Namun kali ini saya dilarang meliput. Ada apa?" ujar Sigit kepada sejumlah wartawan di Pangkalan Bun, Selasa (27/11/2018).
Ia menceritakan, awalnya sejumlah wartawan mendapatkan informasi bahwa pembacaan vonis terhadap terdakwa Sutrimo akan dilaksanakan pada Senin (26/21/2018) sekitar pukul 10.00 WIB.
"Namun akhirnya saya dan kawan kawan mendapat info, sidang diundur pukul 13.00 WIB. Sejak jam 1 saya bersama Wartawan Radar Sampit, Joko sudah berada di PN Kobar untuk menunggu sidang," beber Sigit.
Akan tetapi, kejanggalan demi kejanggalan mulai terlihat di PN Kobar. Meski Hakim, JPU, Terdakwa dan Kuasa Hukum sudah berada di lokasi sejak siang hari, namun persidangan tak kunjung dilaksanakan.
"Saya tunggu sampai pukul 17.00 WIB, sidang tak kunjung dimulai. Dan wartawan Radar Sampit, Joko, karena ada tugas liputan lainnya akhirnya meninggalkan PN dan saya sendirian," sebutnya.
Singkat cerita, pada pukul 17.15 WIB, dirinya menuju loby PN Kobar untuk mengisi buku tamu dan menyerahkan KTP untuk ditukar dengan ID Card Wartawan kepada seorang Satpam yang berjaga di Loby. "Saya izin liputan vonis dengan terdakwa Sutrimo infonya sudah dimulai," ujar Sigit kepada seorang Satpam PN Kobar.
"Waduh Mas maaf, saya tadi diberitahu pimpinan kalau sidang vonis Sutrimo tidak boleh diliput wartawan. Saya hanya menjalankan perintah saja," sebut Satpam tersebut kepada Sigit.
"Loh kenapa dilarang? Saya sudah seringkali mengikuti sidang terdakwa Sutrimo dan tidak ada masalah, kenapa kali ini saya dilarang? Ada apa? Saya kerja dilindungi UU Pers, tidak ada yang berhak melarang saya untuk meliput. Apalagi ini sidang terbuka untuk umum, bukan sidang tertutup kasus anak di bawah umur," sergah Sigit kepada Satpam.
Setelah berdebat panjang, akhirnya Sigit diminta bertemu dengan karyawan PN Kobar yang mengaku sebagai petugas Protokoler Pengadilan. "Maaf mas mohon untuk tidak meliput di dalam. Besok saja ke sini lagi ketemu Humas PN Kobar untuk hasil vonisnya," ujar petugas PN Kobar yang enggan menyebutkan namanya di luar ruang sidang terdakwa Sutrimo.
"Loh apa alasan saya dilarang? Aneh saja, itu sidang sudah mulai. Saya berhak untul meliput karena ini sidang terbuka untuk umum. Tidak ada aturan yang saya langgar dan PN Kobar ini lokasi publik. Kecuali sidang tertutup bisa saya maklumi. Kalau saya dilarang justru ada apa?," jawab Sigit kepada petugas PN.
Akhirnya Sigit diperbolehkan masuk, namun dengan perdebatan yang cukup alot dan persidangan sudah berjalan.
Dalam pembacaan vonis terhadap terdakwa Sutrimo, majelis hakim memutus bebas murni kepada terdakwa. "Nah kan ternyata divonis bebas, justru saya ini jadi tanda tanya besar! Ada apa saya dilarang tadi?," sebut Sigit.
Padahal dalam agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejari Kobar, beberapa waktu lalu, Sutrimo dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan cucunya sendiri dan jaksa menuntutnya dua bulan 15 hari penjara.
(nag)