Sepanjang 2018, Ada 101 Kasus DBD di Kotamobagu
A
A
A
KOTAMOBAGU - Sepanjang 2018, terjadi peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) yang menembus 101 kasus di Kotamobagu. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya menyentuh 95 kasus.
Karenanya Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotamobagu mengimbau masyarakat agar makin peduli dengan ancaman penularan virus nyamuk DBD tersebut.
"Dari 33 desa dan kelurahan yang paling dominan terkena DBD sesuai data adalah Kelurahan Tumobui. Di daerah tersebut banyak saluran atau selokan," ungkap Kepala Dinkes Devie CH Lala, melalui Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinkes, Vonny Kawuwung, Minggu (18/11/2018).
Kawuwung menjelaskan, Kelurahan Tumobui terdapat 15 kasus. Kemudian diikuti Biga 14 kasus, Kotamobagu 13, Gogagoman 11 kasus, Mogolaing 7 kasus, kasus, Poyowa Kecil 7 kasus, Sinindian 5 kasus, Motoboi Kecil 5 kasus, Mongkonai 1 kasus.
Kemudian, Mongondow 2 kasus, Pontodon 3 kasus, Kotobangon 6 kasus, Tabang 3 kasus, Molinow 2 kasus, Bungko 4 kasus, Poyowa Besar 1 kasus, Mongkonai Barat 2 kasus, dan Matali 2 kasus. "Data ini menjadi perhatian serius dinas kesehatan. Kami minta masyarakat tetap menjaga lingkungan agar tetap bersih," pesannya.
Terkait fogging, menurutnya tim tidak sembarangan turun. "Jika terjadi DBD di suatu tempat, namun tidak memenuhi syarat ketentuan, kami tidak akan melakukan fogging, karena itu bukan solusinya. Sebab dampak fogging sebenarnya sangat berbahaya bagi warga," tuturnya.
"Yang memenuhi prosedur pasti ada tindakan dari dinkes. Berjarak 200 meter, kalau ditemukan jentik 5 persen baru kita lakukan fogging. Tapi perlu masyarakat tahu, itu tidak semuanya nyamuk mati, karena itu saya bilang tadi bukan dari fogging solusinya. Tetapi penjaga lingkungan itu sendiri," tambahnya.
Dikatakan, jangan ada lagi warga yang sudah terlanjur kena DBD, baru masyarakat setempat sadar akan pentingnya kebersihan tempat tinggal. "Karena kalau kita benar-benar menjaga lingkungan kita, warganya tidak akan mudah diserang penyakit. Salah satunya penyakit DBD tersebut," pungkasnya.
Karenanya Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotamobagu mengimbau masyarakat agar makin peduli dengan ancaman penularan virus nyamuk DBD tersebut.
"Dari 33 desa dan kelurahan yang paling dominan terkena DBD sesuai data adalah Kelurahan Tumobui. Di daerah tersebut banyak saluran atau selokan," ungkap Kepala Dinkes Devie CH Lala, melalui Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinkes, Vonny Kawuwung, Minggu (18/11/2018).
Kawuwung menjelaskan, Kelurahan Tumobui terdapat 15 kasus. Kemudian diikuti Biga 14 kasus, Kotamobagu 13, Gogagoman 11 kasus, Mogolaing 7 kasus, kasus, Poyowa Kecil 7 kasus, Sinindian 5 kasus, Motoboi Kecil 5 kasus, Mongkonai 1 kasus.
Kemudian, Mongondow 2 kasus, Pontodon 3 kasus, Kotobangon 6 kasus, Tabang 3 kasus, Molinow 2 kasus, Bungko 4 kasus, Poyowa Besar 1 kasus, Mongkonai Barat 2 kasus, dan Matali 2 kasus. "Data ini menjadi perhatian serius dinas kesehatan. Kami minta masyarakat tetap menjaga lingkungan agar tetap bersih," pesannya.
Terkait fogging, menurutnya tim tidak sembarangan turun. "Jika terjadi DBD di suatu tempat, namun tidak memenuhi syarat ketentuan, kami tidak akan melakukan fogging, karena itu bukan solusinya. Sebab dampak fogging sebenarnya sangat berbahaya bagi warga," tuturnya.
"Yang memenuhi prosedur pasti ada tindakan dari dinkes. Berjarak 200 meter, kalau ditemukan jentik 5 persen baru kita lakukan fogging. Tapi perlu masyarakat tahu, itu tidak semuanya nyamuk mati, karena itu saya bilang tadi bukan dari fogging solusinya. Tetapi penjaga lingkungan itu sendiri," tambahnya.
Dikatakan, jangan ada lagi warga yang sudah terlanjur kena DBD, baru masyarakat setempat sadar akan pentingnya kebersihan tempat tinggal. "Karena kalau kita benar-benar menjaga lingkungan kita, warganya tidak akan mudah diserang penyakit. Salah satunya penyakit DBD tersebut," pungkasnya.
(nag)