Kejati Naikkan Dugaan Korupsi Kolam Renang Brantas ke Penyidikan
A
A
A
SURABAYA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim memastikan menaikkan kasus dugaan korupsi kolam renang Brantas di Jalan Irian Barat 37-39 Surabaya ke level penyidikan. Artinya, dugaan akan terjadinya tindak pidana yang merugikan keuangan negara sudah terkuak.
Namun, Kepala Kejati Jatim Sunarta mengaku, masih belum menetapkan siapa yang menjadi tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara miliaran rupiah ini. “Tim sudah sepakat untuk naikkan ke penyidikan (kasus kolam renang Brantas). Tunggu saja. Ini menjadi bukti bahwa kami serius untuk mengusut kasus ini, tidak akan kami hentikan,” ujarnya, Senin (22/10/2018).
Sementara itu, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi membenarkan rencana naiknya penyelidikan kasus ini ke level penyidikan. Pihaknya mengaku butuh sedikit lagi untuk kasus ini naik ke level penyidikan. “Minggu depan diumumkan (level penyidikan), kurang sedikit,” ucapnya.
Mantan Kepala Kejaksaan (Kajari) Negeri surabaya ini menambahkan, beberapa waktu lalu baru melakukan ekspose terkait kasus kolam renang Brantas. Untuk resminya, Didik mengaku belum diteken oleh pimpinan. “Tim sudah sepakat untuk naik level penyidikan. Tapi belum ada tanda tangan dari Kepala Kejati. Jadi tunggu dulu, kemungkinan minggu depan (ini) diumumkan,” ungkapnya.
Pengusutan kasus ini bermula setelah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melaporkan ke Kejati bahwa ada sejumlah aset Pemkot Surabaya yang berpindah ke tangan swasta. Perpindahan tersebut diduga dipenuhi dengan cara-cara yang melanggar hukum.Beberapa aset yang dilaporkan ke Kejati Jatim di antaranya gedung Gelora Pantjasila Jalan Indragiri, tanah di Jalan Upa Jiwa, tanah di Jalan Kenari, gedung PT Iglas di Jalan Ngagel dan kolam renang Brantas.
Kasus dugaan korupsi akibat penyalahgunaan aset kolam renang yang dibangun Belanda pada 1924 ini berawal dari kerjasama Pemkot Surabaya dengan pihak ketiga dalam pengelolaan aset yang mempunyai luas 222 meter persegi tersebut hingga beralih tangan kepemilikan ke pihak ketiga. Pemkot sempat mengajukan gugatan, namun kalah hingga tingkat Mahkamah Agung (MA).
Namun, Kepala Kejati Jatim Sunarta mengaku, masih belum menetapkan siapa yang menjadi tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara miliaran rupiah ini. “Tim sudah sepakat untuk naikkan ke penyidikan (kasus kolam renang Brantas). Tunggu saja. Ini menjadi bukti bahwa kami serius untuk mengusut kasus ini, tidak akan kami hentikan,” ujarnya, Senin (22/10/2018).
Sementara itu, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi membenarkan rencana naiknya penyelidikan kasus ini ke level penyidikan. Pihaknya mengaku butuh sedikit lagi untuk kasus ini naik ke level penyidikan. “Minggu depan diumumkan (level penyidikan), kurang sedikit,” ucapnya.
Mantan Kepala Kejaksaan (Kajari) Negeri surabaya ini menambahkan, beberapa waktu lalu baru melakukan ekspose terkait kasus kolam renang Brantas. Untuk resminya, Didik mengaku belum diteken oleh pimpinan. “Tim sudah sepakat untuk naik level penyidikan. Tapi belum ada tanda tangan dari Kepala Kejati. Jadi tunggu dulu, kemungkinan minggu depan (ini) diumumkan,” ungkapnya.
Pengusutan kasus ini bermula setelah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melaporkan ke Kejati bahwa ada sejumlah aset Pemkot Surabaya yang berpindah ke tangan swasta. Perpindahan tersebut diduga dipenuhi dengan cara-cara yang melanggar hukum.Beberapa aset yang dilaporkan ke Kejati Jatim di antaranya gedung Gelora Pantjasila Jalan Indragiri, tanah di Jalan Upa Jiwa, tanah di Jalan Kenari, gedung PT Iglas di Jalan Ngagel dan kolam renang Brantas.
Kasus dugaan korupsi akibat penyalahgunaan aset kolam renang yang dibangun Belanda pada 1924 ini berawal dari kerjasama Pemkot Surabaya dengan pihak ketiga dalam pengelolaan aset yang mempunyai luas 222 meter persegi tersebut hingga beralih tangan kepemilikan ke pihak ketiga. Pemkot sempat mengajukan gugatan, namun kalah hingga tingkat Mahkamah Agung (MA).
(wib)