Beri Keterangan Palsu di Notaris, Hanya Dituntut 2 Bulan 15 Hari
A
A
A
KOTAWARINGIN BARAT - Keadilan seringkali tidak berpihak bagi yang lemah. Dalam sejumlah kasus yang masuk ke ranah peradilan sering kali tuntutan jaksa dan vonis hakim terhadap terdakwa sangat mengecewakan. Ini terjadi dalam kasus penyampaian keterangan palsu ke notaris dalam pembuatan sertifikat tanah dengan terdakwa Sutrimo (65) warga Desa Karang Mulya, Kecamatan Pangkalan Banteng, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng.
Sutrimo telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan cucunya sendiri yang seharusnya sebagai ahli waris yang masih hidup dan memiliki hak atas tanah seluas 2 hektare tersebut.
“Sesuai dakwan sebelumnya menggunakan Pasal 266 ayat 1 KUHP yang berbunyi Barangsiapa menyuruh masukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarnanya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keteranganya sesuai dengan kebenaran. Dan sesuai fakta dalam persidangan atas keterangan sejumlah saksi, bahwa terdakwa dianggap memberikan ketarangan palsu kepada Notaris Nurhadi yang menyatakan ahli waris golongan satu atas kepemilikan tanah seluas dua hektare itu sudah tidak ada dan susah dihubungi,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejari Kobar, Farida saat membacakan tuntutan di PN Kobar, Rabu (17/10/2018).
Farida melanjutkan, dan ternyata keterangan tersebut bohong, karena ahli waris golongan satu atas kepemilikan tanah seluas 2 hektare tersebut masih hidup.
“Yang memberatkan terdakwa telah memberikan keterangan palsu ke notaris. Kemudian yang meringankan, terdakwa selama sidang berperilaku sopan dan usia juga sudah tua. Oleh karena itu terdakwa dituntut dua bulan 15 hari (75 hari),” ujar Farida saat membacakan tuntutan di hadapan terdakwa dan Ketua Majelis Hakim, Iman Santoso serta dua anggota hakim, Ikhsan dan Mantiko.
Atas tuntutan ini, sejumlah warga Desa Karang Mulya yang terus mengawal kasus ini kecewa. Sebab ancaman maksimal Pasal 266 ayat 1 adalah 7 tahun penjara.
“Ini cuma dituntut 2 bulan 15 hari. Sepertiga dari ancaman maksimal saja tidak ada. Kaya menyidangkan kasus tipiring saja. Padahal dengan memberikan keterangan palsu kepada notaris, terdakwa Sutrimo telah marampas hak atas tanah seluas 2 hektare yang seharusnya dimiliki sang cucu, Doni dan Ibunya. Keadilan memang tak berpihak kepada yang lemah. Hukum ternyata bisa dibeli,” ujar Agus Sutiono yang terus mengawal kasus ini.
Saat dikonfirmasi, Kasi Pidum Kejari Kobar, Acep Subhan terkait tuntutan yang terlalu ringan yang dibacakan JPU Farida, dirinya hanya menjawab secara normatif. “Dengan berbagai pertimbangan. Proses sidang berjalan kita liat putusan hakimnya ya,” ujar Acep.
“Sidangnya dipantau saja sampai vonis. Sidang belum selesai masih ada pledoi dari PH. Replik dari JPU setelah itu Putusan hakim. Kita menunggu sampai putusan selesai ya,” tandasnya.
Untuk diketahui, kasus ini muncul berawal dari tiga petak tanah bersertifikat resmi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kobar, Kalteng tiba tiba sudah beralih nama ke orang lain yang tak lain kakek sendiri.
Menurut pengakuan Sutrimo, sertifikat itu sudah dibalik nama dengan bantuan Kantor Notaris, Nurhadi di Pangkalan Bun.
Padahal ahli waris almarhum Sukardi masih hidup yakni Sumiyati dan anak tunggal Doni Dian Susilo yang kini menetap di Madiun Jawa Timur.
Ternyata saat mengurus balik nama di notaris, Sutrimo mengaku kepada Notaris Nurhadi bahwa ahli waris almarhum Sukardi yakni, anak dan istri sudah tidak ada, dan Sutrimo juga mengaku sudah membeli tiga petak tanah tersebut, sama Pak Tambir (ayah almarhum Sukardi), namun tanpa adanya surat jual beli tanah tersebut.
Kemudian Notaris Nurhadi yang merasa dibohongi Sutrimo, melaporkan Sutrimo ke Polres Kobar pada 2015 dengan laporan polisi memberi keterangan palsu dalam pembuatan akta sertifikat tanah.
Sutrimo telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan cucunya sendiri yang seharusnya sebagai ahli waris yang masih hidup dan memiliki hak atas tanah seluas 2 hektare tersebut.
“Sesuai dakwan sebelumnya menggunakan Pasal 266 ayat 1 KUHP yang berbunyi Barangsiapa menyuruh masukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarnanya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keteranganya sesuai dengan kebenaran. Dan sesuai fakta dalam persidangan atas keterangan sejumlah saksi, bahwa terdakwa dianggap memberikan ketarangan palsu kepada Notaris Nurhadi yang menyatakan ahli waris golongan satu atas kepemilikan tanah seluas dua hektare itu sudah tidak ada dan susah dihubungi,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejari Kobar, Farida saat membacakan tuntutan di PN Kobar, Rabu (17/10/2018).
Farida melanjutkan, dan ternyata keterangan tersebut bohong, karena ahli waris golongan satu atas kepemilikan tanah seluas 2 hektare tersebut masih hidup.
“Yang memberatkan terdakwa telah memberikan keterangan palsu ke notaris. Kemudian yang meringankan, terdakwa selama sidang berperilaku sopan dan usia juga sudah tua. Oleh karena itu terdakwa dituntut dua bulan 15 hari (75 hari),” ujar Farida saat membacakan tuntutan di hadapan terdakwa dan Ketua Majelis Hakim, Iman Santoso serta dua anggota hakim, Ikhsan dan Mantiko.
Atas tuntutan ini, sejumlah warga Desa Karang Mulya yang terus mengawal kasus ini kecewa. Sebab ancaman maksimal Pasal 266 ayat 1 adalah 7 tahun penjara.
“Ini cuma dituntut 2 bulan 15 hari. Sepertiga dari ancaman maksimal saja tidak ada. Kaya menyidangkan kasus tipiring saja. Padahal dengan memberikan keterangan palsu kepada notaris, terdakwa Sutrimo telah marampas hak atas tanah seluas 2 hektare yang seharusnya dimiliki sang cucu, Doni dan Ibunya. Keadilan memang tak berpihak kepada yang lemah. Hukum ternyata bisa dibeli,” ujar Agus Sutiono yang terus mengawal kasus ini.
Saat dikonfirmasi, Kasi Pidum Kejari Kobar, Acep Subhan terkait tuntutan yang terlalu ringan yang dibacakan JPU Farida, dirinya hanya menjawab secara normatif. “Dengan berbagai pertimbangan. Proses sidang berjalan kita liat putusan hakimnya ya,” ujar Acep.
“Sidangnya dipantau saja sampai vonis. Sidang belum selesai masih ada pledoi dari PH. Replik dari JPU setelah itu Putusan hakim. Kita menunggu sampai putusan selesai ya,” tandasnya.
Untuk diketahui, kasus ini muncul berawal dari tiga petak tanah bersertifikat resmi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kobar, Kalteng tiba tiba sudah beralih nama ke orang lain yang tak lain kakek sendiri.
Menurut pengakuan Sutrimo, sertifikat itu sudah dibalik nama dengan bantuan Kantor Notaris, Nurhadi di Pangkalan Bun.
Padahal ahli waris almarhum Sukardi masih hidup yakni Sumiyati dan anak tunggal Doni Dian Susilo yang kini menetap di Madiun Jawa Timur.
Ternyata saat mengurus balik nama di notaris, Sutrimo mengaku kepada Notaris Nurhadi bahwa ahli waris almarhum Sukardi yakni, anak dan istri sudah tidak ada, dan Sutrimo juga mengaku sudah membeli tiga petak tanah tersebut, sama Pak Tambir (ayah almarhum Sukardi), namun tanpa adanya surat jual beli tanah tersebut.
Kemudian Notaris Nurhadi yang merasa dibohongi Sutrimo, melaporkan Sutrimo ke Polres Kobar pada 2015 dengan laporan polisi memberi keterangan palsu dalam pembuatan akta sertifikat tanah.
(sms)