Rawan Kecelakaan, Separator Busway Tetap Jadi Andalan Transjakarta

Rawan Kecelakaan, Separator Busway Tetap Jadi Andalan Transjakarta
A
A
A
JAKARTA - PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) masih mengandalkan separator busway setinggi 60 cm untuk sterilisasi jalur meski rawan kecelakaan. Belum maksimalnya waktu kedatangan bus (headway) di halte disebabkan belum sterilnya jalur bus Transjakarta tersebut.
Pada Selasa, 9 Oktober 2018 kemarin pun armada bus Mayasari 18129 koridor I (Blok M-kota) menyenggol separator di Jalan Sudirman sekitar pukul 14.47 WIB. Sebelumnya, pada Minggu, 7 Oktober 2018, kendaaran jenis sedan juga menabrak seprator bus di kawasan permata hijau.
Humas PT Transjakarta, Wibowo mengakui masih banyak kecelakaan kendaraan menabrak separator. Evaluasi pun terus dilakukan dan bahkan tidak hanya ketika terjadi insiden.( Baca: Hantam Separator di Jalan Sudirman, Bus Transjakarta Rusak )
Namun, hinga saat ini separator setinggi 60 cm masih menjadi salah satu cara untuk mensterilisasikan jalur dari kendaraan pribadi selain pemasangan portal dibantu petugas yang berjaga. "Dalam standar pelayanan minimum (SPM) memang diatur agar jalur Transjakarta steril. Untuk bisa patuhi aturan itu, dipasang separator, portal dan petugas yang berjaga," kata Wibowo dalam keterangan singkatnya pada Rabu, 10 Oktober 2018 kemarin.
Plt Kepala Dinas perhubungan DKI Jakarta, Sigit Widjiatmoko menjelaskan, sterilisasi jalur merupakan salah satu langkah pendukung untuk mencapai SPM. Dimana, batas headway maksimal tujuh menit. Sayangnya, operasional bus Transjakarta belum mencapai headway tersebut lantaran jalur belum steril.
Sigit telah meminta pihak kepolisian agar menjaga jalur bus khususnya koridor I dari kendaraan pribadi. Dia tidak ingin ada diskresi-diskresi yang selama ini menjadi alasan polisi membiarkan kendaraan pribadi melintas di jalur bus TransJakarta. "Jalur yang mix dengan kendaraan pribadi akibat tidak ada separator akan kami pasang kembali," ungkapnya.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Iskandar Abu Bakar meminta agar PT Transjakarta mengubah pola operasional bus untuk mensterilisasikan jalur bus Transjakarta. Sebab, separator setinggi 60 cm, sangat rawan kecelakaan dan mengurangi kapasita ruas jalan.
"Sejak awal saya tidak setuju dengan separator itu. Selain rawan kecelakaan, separator setinggi 60 cm memakan ruas jalan dan menyebabkan penyempitan jalan. Akibatnya kemacetan pasti ada," ujarnya.
Iskandar menuturkan, manajemen operasional bus PT Transjakarta harus dievaluasi dengan menempatkan jarak bus satu dengan yang lainnya sekitar lima menit. Sehingga, selain dapat mengangkut penumpang dengan maksimal, jalur tidak terlihat kosong dan tidak dimanfaatkan kendaraan pribadi yang terjebak macet di jalur reguler.
Selain itu, Iskandar juga meminta PT Transjakarta bekerja sama dengan kepolisian untuk menerapkan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di jalur bus Transjakarta seperti yang diterapkan di kawasan Thamrin saat ini. "Sekarang kan ditempel bus, terus belakangnya kosong lama. Atur jarak bus setiap 5 menit sekali agar tidak terjadi kekosongan. Kemudian tegakkan sanksi hukum melalui e-tilang," ucapnya.
Pada Selasa, 9 Oktober 2018 kemarin pun armada bus Mayasari 18129 koridor I (Blok M-kota) menyenggol separator di Jalan Sudirman sekitar pukul 14.47 WIB. Sebelumnya, pada Minggu, 7 Oktober 2018, kendaaran jenis sedan juga menabrak seprator bus di kawasan permata hijau.
Humas PT Transjakarta, Wibowo mengakui masih banyak kecelakaan kendaraan menabrak separator. Evaluasi pun terus dilakukan dan bahkan tidak hanya ketika terjadi insiden.( Baca: Hantam Separator di Jalan Sudirman, Bus Transjakarta Rusak )
Namun, hinga saat ini separator setinggi 60 cm masih menjadi salah satu cara untuk mensterilisasikan jalur dari kendaraan pribadi selain pemasangan portal dibantu petugas yang berjaga. "Dalam standar pelayanan minimum (SPM) memang diatur agar jalur Transjakarta steril. Untuk bisa patuhi aturan itu, dipasang separator, portal dan petugas yang berjaga," kata Wibowo dalam keterangan singkatnya pada Rabu, 10 Oktober 2018 kemarin.
Plt Kepala Dinas perhubungan DKI Jakarta, Sigit Widjiatmoko menjelaskan, sterilisasi jalur merupakan salah satu langkah pendukung untuk mencapai SPM. Dimana, batas headway maksimal tujuh menit. Sayangnya, operasional bus Transjakarta belum mencapai headway tersebut lantaran jalur belum steril.
Sigit telah meminta pihak kepolisian agar menjaga jalur bus khususnya koridor I dari kendaraan pribadi. Dia tidak ingin ada diskresi-diskresi yang selama ini menjadi alasan polisi membiarkan kendaraan pribadi melintas di jalur bus TransJakarta. "Jalur yang mix dengan kendaraan pribadi akibat tidak ada separator akan kami pasang kembali," ungkapnya.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Iskandar Abu Bakar meminta agar PT Transjakarta mengubah pola operasional bus untuk mensterilisasikan jalur bus Transjakarta. Sebab, separator setinggi 60 cm, sangat rawan kecelakaan dan mengurangi kapasita ruas jalan.
"Sejak awal saya tidak setuju dengan separator itu. Selain rawan kecelakaan, separator setinggi 60 cm memakan ruas jalan dan menyebabkan penyempitan jalan. Akibatnya kemacetan pasti ada," ujarnya.
Iskandar menuturkan, manajemen operasional bus PT Transjakarta harus dievaluasi dengan menempatkan jarak bus satu dengan yang lainnya sekitar lima menit. Sehingga, selain dapat mengangkut penumpang dengan maksimal, jalur tidak terlihat kosong dan tidak dimanfaatkan kendaraan pribadi yang terjebak macet di jalur reguler.
Selain itu, Iskandar juga meminta PT Transjakarta bekerja sama dengan kepolisian untuk menerapkan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di jalur bus Transjakarta seperti yang diterapkan di kawasan Thamrin saat ini. "Sekarang kan ditempel bus, terus belakangnya kosong lama. Atur jarak bus setiap 5 menit sekali agar tidak terjadi kekosongan. Kemudian tegakkan sanksi hukum melalui e-tilang," ucapnya.
(whb)