Penggemar Burung Berkicau Tolak Permen LHK Nomor 20/2018
A
A
A
SALATIGA - Ratusan penggemar, penangkar, dan penjual burung berkicau di Salatiga, Jawa Tengah menggeruduk Kantor DPRD Kota Salatiga, Selasa (14/8/2018) siang. Mereka menolak Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 20 Tahun 2018 pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
"Kami menolak keras Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 karena merugikan penangkar, penjual, penggemar burung berkicau serta pelaku usaha lain seperti perajin kurungan, pakan burung, dan lainnya. Permen tersebut bisa mematikan ekonomi para pelaku usaha burung berkicau," kata koordinator lapangan aksi demo penggemar dan penangkar burung berkicau, Faizin.
Menurut dia, Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 membatasi jual beli, perlombaan dan penangkaran burung berkicau. Apabila Permen tersebut diberlakukan, akan merugikan para pelaku usaha burung berkicau. Bahkan aktivitas ekonomi kerakyatan yang sudah lama berjalan dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian masyarakat akan berhenti. Imbasnya, banyak masyarakat yang akan kehilangan mata pencaharian.
Dia mengatakan, Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 dibuat atas dasar hasil penelitian serta edukasi secara sepihak tanpa melibatkan lingkungan penangkaran serta pelaku usaha burung berkicau. Di sisi lain, hasil kajian yang menyebutkan bahwa beberapa jenis burung seperti murai batu, jalak suren, anis kembang langka itu tidak benar.
Berapa jenis burung berkicau tersebut justru berhasil dikembangbiakan dengan baik oleh para penangkar. "Dalam reproduksi alami di hutan, burung-burung itu hanya bereproduksi sebanyak dua kali dalam satu tahun. Namun dalam penangkaran, burung-burung itu bisa bereproduksi sebanyak 12 kali setahun. Jadi kalau burung-burung itu dinyatakan langka, tidak benar," katanya.
Penggemar burung berkicau lainnya, Harmadi mengatakan, Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 merupakan kebijakan yang tidak populis. Sebab peraturan tersebut akan berdampak negatif pada usaha burung berkicau. "Karena itu, kami menolak Permen LHK. Dan kami minta anggota DPRD Kota Salatiga bisa menyampaikan aspirasi kami kepada pemerintah pusat," ujarnya.
Namun para penggemar dan peternak burung berkicau tidak bisa menyampaikan aspirasinya secara langsung kepada anggota DPRD Kota Salatiga. Sebab tidak ada satu pun wakil rakyat yang berada di kantor. Akhirnya aspirasi mereka ditemui oleh Kabag Umum Sekretariat DPRD Kota Salatiga Siti Nur Solikhah.
"Kami mohon maaf anggota DPRD tidak bisa menemui saudara-saudara karena tidak ada di kantor. Bapak dan ibu (anggota DPRD) sedang ada tugas di luar kota. Nanti, aspirasi saudara-saudara akan kami sampaikan kepada anggota DPRD," ujar Siti.
"Kami menolak keras Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 karena merugikan penangkar, penjual, penggemar burung berkicau serta pelaku usaha lain seperti perajin kurungan, pakan burung, dan lainnya. Permen tersebut bisa mematikan ekonomi para pelaku usaha burung berkicau," kata koordinator lapangan aksi demo penggemar dan penangkar burung berkicau, Faizin.
Menurut dia, Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 membatasi jual beli, perlombaan dan penangkaran burung berkicau. Apabila Permen tersebut diberlakukan, akan merugikan para pelaku usaha burung berkicau. Bahkan aktivitas ekonomi kerakyatan yang sudah lama berjalan dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian masyarakat akan berhenti. Imbasnya, banyak masyarakat yang akan kehilangan mata pencaharian.
Dia mengatakan, Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 dibuat atas dasar hasil penelitian serta edukasi secara sepihak tanpa melibatkan lingkungan penangkaran serta pelaku usaha burung berkicau. Di sisi lain, hasil kajian yang menyebutkan bahwa beberapa jenis burung seperti murai batu, jalak suren, anis kembang langka itu tidak benar.
Berapa jenis burung berkicau tersebut justru berhasil dikembangbiakan dengan baik oleh para penangkar. "Dalam reproduksi alami di hutan, burung-burung itu hanya bereproduksi sebanyak dua kali dalam satu tahun. Namun dalam penangkaran, burung-burung itu bisa bereproduksi sebanyak 12 kali setahun. Jadi kalau burung-burung itu dinyatakan langka, tidak benar," katanya.
Penggemar burung berkicau lainnya, Harmadi mengatakan, Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 merupakan kebijakan yang tidak populis. Sebab peraturan tersebut akan berdampak negatif pada usaha burung berkicau. "Karena itu, kami menolak Permen LHK. Dan kami minta anggota DPRD Kota Salatiga bisa menyampaikan aspirasi kami kepada pemerintah pusat," ujarnya.
Namun para penggemar dan peternak burung berkicau tidak bisa menyampaikan aspirasinya secara langsung kepada anggota DPRD Kota Salatiga. Sebab tidak ada satu pun wakil rakyat yang berada di kantor. Akhirnya aspirasi mereka ditemui oleh Kabag Umum Sekretariat DPRD Kota Salatiga Siti Nur Solikhah.
"Kami mohon maaf anggota DPRD tidak bisa menemui saudara-saudara karena tidak ada di kantor. Bapak dan ibu (anggota DPRD) sedang ada tugas di luar kota. Nanti, aspirasi saudara-saudara akan kami sampaikan kepada anggota DPRD," ujar Siti.
(amm)