Ini Mukjizat, Bayi Saya Selamat setelah Tertimbun Tembok
A
A
A
LOMBOK - Peristiwa gempa dahsyat yang terjadi di wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Minggu, 5 Agustus 2018 malam selepas azan Isya lalu, menjadi kenangan yang tidak akan terlupakan bagi Mariyatun, warga Kecamatan Pemenang Barat. Betapa tidak, rumahnya hancur berkeping-keping.
Tidak ada barang berharganya yang bisa diselamatkan. Hingga kemarin, dia belum berani menjamah rumahnya. Bersama keluarga dan warga lainnya, mereka terpaksa tinggal di tena-tenda pengungsian seadanya, tanpa pasokan listrik.
Saat malam pun gelap gulita hanya mengandalkan penerangan seadanya. Berbagai fasilitas penunjang pun sangat minim. Di siang hari, terik panas yang menyengat, menembus tenda-tenda pengungsian yang kebanyakan berbahan plastik terpal. Hampir semua rumah penduduk hancur.
Kendati begitu, masih ada kebahagiaan yang tersisa bagi Mariyatun. Aliya, anaknya yang baru berusia dua tahun, berhasil selamat setelah tertimpa reruntuhan tembok rumahnya yang ambruk diguncang gemppa. Di malam nahas itu, Mariyatun hanya bisa menyelamatkan kakak dari Aliya.
Sementara sang bayi masih tertimpa reruntuhan tembok rumah. Tangis histeris tak bisa dia tahan. ”Saya teriak tolong ambilkan anak saya. Saat itu saya hanya bisa menarik tangan anak saya satunya sedangkan yang ini (Aliya) tidak sempat. Dari reruntuhan tak terdengar lagi suara tangisnya. Begitu akhirnya terdengar suara tangis, saya langsung mengucap alhamdulillah,” ungkapnya kepada SINDOnews.com saat meninjau korban gempa di sejumlah posko pengungsian di Kecamatan Pemenang Barat, Lombok Utara, Rabu, 8 Agustus 2018 kemarin.
Dibantu warga, Aliya akhirnya bisa diselamatkan. Bagi Mariyatun, keselamatan putrinya, Aliya, bagaikan mukjizat. ”Alhamdulillah anak saya selamat. Dua tetangga saya meninggal. Kalau kakaknya hanya luka ringan,” katanya. Namun, Aliya sepertinya masih mengalami trauma. Kemarin saat digendong sang ibu, dia hanya terdiam membisu. Tatapan matanya seperti kosong.
Kesedihan serupa juga menyelimuti keluarga Lalu Saleh, warga Pemenang Barat, lainnya. Sang cucu, Tata (7), nyawanya tak tertolong setelah tertimpa reruntuhan rumahnya yang porak-poranda. Keponakan dan adik iparnya juga mengalami luka patah tulang.”Rumah saya hancur total. Saat itu saya sedang salat Isya sekitar pukul 19.30 (WITA). Pada rokaat keempat sebelum rukuk, tiba-tiba terjadi gempa,” ungkapnya penuh duka. Lalu Saleh tak sempat menyelamatkan barang-barang miliknya. Sementara pertolongan medis juga sangat terlambat.
”Kejadian setelah azan Isya, baru sekitar pukul 03.00 baru ada petuags kesehatan membawa ambulans. Cucu saya sempat dievakuasi di tempat pengungsian tapi akhirnya nyawanya tidak terselamatkan,” ungkapnya. Lalu Saleh, dan sekitar320.000 korban lainnya saat ini sangat membutuhkan bantuan untuk melanjutkan kehidupan sehari-hari. Selain tempat tinggal, saat ini yang cukup mendesak yaitu kebutuhan dasar seperti genset untuk aliran listrik, bak penampungan air, tenda, dan kebutuhan dasar lainnya.
Tidak ada barang berharganya yang bisa diselamatkan. Hingga kemarin, dia belum berani menjamah rumahnya. Bersama keluarga dan warga lainnya, mereka terpaksa tinggal di tena-tenda pengungsian seadanya, tanpa pasokan listrik.
Saat malam pun gelap gulita hanya mengandalkan penerangan seadanya. Berbagai fasilitas penunjang pun sangat minim. Di siang hari, terik panas yang menyengat, menembus tenda-tenda pengungsian yang kebanyakan berbahan plastik terpal. Hampir semua rumah penduduk hancur.
Kendati begitu, masih ada kebahagiaan yang tersisa bagi Mariyatun. Aliya, anaknya yang baru berusia dua tahun, berhasil selamat setelah tertimpa reruntuhan tembok rumahnya yang ambruk diguncang gemppa. Di malam nahas itu, Mariyatun hanya bisa menyelamatkan kakak dari Aliya.
Sementara sang bayi masih tertimpa reruntuhan tembok rumah. Tangis histeris tak bisa dia tahan. ”Saya teriak tolong ambilkan anak saya. Saat itu saya hanya bisa menarik tangan anak saya satunya sedangkan yang ini (Aliya) tidak sempat. Dari reruntuhan tak terdengar lagi suara tangisnya. Begitu akhirnya terdengar suara tangis, saya langsung mengucap alhamdulillah,” ungkapnya kepada SINDOnews.com saat meninjau korban gempa di sejumlah posko pengungsian di Kecamatan Pemenang Barat, Lombok Utara, Rabu, 8 Agustus 2018 kemarin.
Dibantu warga, Aliya akhirnya bisa diselamatkan. Bagi Mariyatun, keselamatan putrinya, Aliya, bagaikan mukjizat. ”Alhamdulillah anak saya selamat. Dua tetangga saya meninggal. Kalau kakaknya hanya luka ringan,” katanya. Namun, Aliya sepertinya masih mengalami trauma. Kemarin saat digendong sang ibu, dia hanya terdiam membisu. Tatapan matanya seperti kosong.
Kesedihan serupa juga menyelimuti keluarga Lalu Saleh, warga Pemenang Barat, lainnya. Sang cucu, Tata (7), nyawanya tak tertolong setelah tertimpa reruntuhan rumahnya yang porak-poranda. Keponakan dan adik iparnya juga mengalami luka patah tulang.”Rumah saya hancur total. Saat itu saya sedang salat Isya sekitar pukul 19.30 (WITA). Pada rokaat keempat sebelum rukuk, tiba-tiba terjadi gempa,” ungkapnya penuh duka. Lalu Saleh tak sempat menyelamatkan barang-barang miliknya. Sementara pertolongan medis juga sangat terlambat.
”Kejadian setelah azan Isya, baru sekitar pukul 03.00 baru ada petuags kesehatan membawa ambulans. Cucu saya sempat dievakuasi di tempat pengungsian tapi akhirnya nyawanya tidak terselamatkan,” ungkapnya. Lalu Saleh, dan sekitar320.000 korban lainnya saat ini sangat membutuhkan bantuan untuk melanjutkan kehidupan sehari-hari. Selain tempat tinggal, saat ini yang cukup mendesak yaitu kebutuhan dasar seperti genset untuk aliran listrik, bak penampungan air, tenda, dan kebutuhan dasar lainnya.
(whb)