Ini Respons PDIP Soal Larangan Kampanye #JokowiDuaPeriode
A
A
A
BANDUNG - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merespons larangan kampanye #JokowiDuaPeriode yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat.
Sekretaris DPD PDIP Jabar Abdy Yuhana menegaskan, #JokowiDuaPeriode tak perlu dipermasalahkan, apalagi dilarang. Sebab, tagar tersebut tidak mengandung unsur provokasi dan tidak merugikan pihak-pihak tertentu.
"Saya kira (#JokowiDuaPeriode) tidak masalah, tidak ada yang dirugikan. Tidak ada juga nada provokasi karena implikasi tagar nama itu adalah konstestasi gagasan dan visi," tegas Abdy, Selasa (7/8/2018).
Menurut Abdy, #JokowiDuaPeriode berbeda dengan #2019GantiPresiden yang disuarakan kubu lawan politiknya. Abdy menilai, #2019GantiPresiden justru tidak mengandung gagasan yang baik jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Bahkan, kata Abdy, tagar tersebut cenderung memancing masyarakat untuk berpandangan negatif.
"Tagar ganti presiden itu kan seolah-olah ingin memaksa orang, istilahnya kalau dulu hatzaai artikelen (Bahasa Belanda). Itu kan kalimat kebencian yang implikasi bukan gagasan, ide, dan program yang muncul," terangnya.
Bahkan, sambung Abdy, jika #2019GantiPresiden terus disuarakan, hal itu akan memancing provokasi jelang Pilpres 2019. Sebaliknya, jika tagar tersebut memunculkan nama, maka akan tercipta suasana pertarungan yang disertai gagasan.
"Saat kerumunan massa (kampanye #2019GantiPresiden), yang muncul adalah nada-nada kalimat kebencian. Kalau misalnya mereka menggunakan tagar si Fulan presiden, ya silakan saja, nggak masalah," tandasnya.
Sekretaris DPD PDIP Jabar Abdy Yuhana menegaskan, #JokowiDuaPeriode tak perlu dipermasalahkan, apalagi dilarang. Sebab, tagar tersebut tidak mengandung unsur provokasi dan tidak merugikan pihak-pihak tertentu.
"Saya kira (#JokowiDuaPeriode) tidak masalah, tidak ada yang dirugikan. Tidak ada juga nada provokasi karena implikasi tagar nama itu adalah konstestasi gagasan dan visi," tegas Abdy, Selasa (7/8/2018).
Menurut Abdy, #JokowiDuaPeriode berbeda dengan #2019GantiPresiden yang disuarakan kubu lawan politiknya. Abdy menilai, #2019GantiPresiden justru tidak mengandung gagasan yang baik jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Bahkan, kata Abdy, tagar tersebut cenderung memancing masyarakat untuk berpandangan negatif.
"Tagar ganti presiden itu kan seolah-olah ingin memaksa orang, istilahnya kalau dulu hatzaai artikelen (Bahasa Belanda). Itu kan kalimat kebencian yang implikasi bukan gagasan, ide, dan program yang muncul," terangnya.
Bahkan, sambung Abdy, jika #2019GantiPresiden terus disuarakan, hal itu akan memancing provokasi jelang Pilpres 2019. Sebaliknya, jika tagar tersebut memunculkan nama, maka akan tercipta suasana pertarungan yang disertai gagasan.
"Saat kerumunan massa (kampanye #2019GantiPresiden), yang muncul adalah nada-nada kalimat kebencian. Kalau misalnya mereka menggunakan tagar si Fulan presiden, ya silakan saja, nggak masalah," tandasnya.
(wib)