Kejari Tanjung Perak Segera Tetapkan Tersangka Dugaan Korupsi Jasmas
A
A
A
SURABAYA - Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak terus mengusut dugaan korupsi dana hibah dari Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) pada 2017. Kali ini, yang diperiksa adalah Syaiful Aidy, anggota DPRD Kota Surabaya dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Pemeriksaan Syaiful Aidy oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Tanjung Perak dilakukan pada Kamis (2/8/2018) sekitar pukul 09.00 WIB. Tanpa ditemani kuasa hukum, dia langsung masuk ke ruangan Pidsus guna menjalani pemeriksaan.
Setelah berjalan hampir lima jam, anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya keluar dari gedung Kejari Tanjung Perak Surabaya. “Saya diberi sebanyak 45 pertanyaan. Pertanyaan seputar itu (dana Jasmas),” katanya seusai pemeriksaan.
Secara rinci, lanjut dia, materi pemeriksaan hampir sama dengan anggota dewan lainnya, yakni mengenai mekanisme pencairan dana hibah tersebut. Pihaknya mengaku ada konstituennya yang mengajukan proposal Jasmas.
Namun dia mengaku tak hafal berapa besar nilai yang diajukannya. Dia juga mengaku tidak ada satupun konstituennya yang anggarannya Jasmasnya cair. “Saya tidak tahu menahu masalah ini (dugaan korupsi dana Jasmas),” ujarnya singkat sembari bergegas menuju ke mobilnya.
Sementara itu, terkait pemeriksaan, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Tanjung Perak, Andi Ardhani menjelaskan, penyidik memeriksa Syaiful Aidy terkait pengetahuannya tentang Jasmas. Setelah Syaiful Aidy, masih ada tiga anggota dewan tersisa yang akan diperiksa. Ketiga anggota dewan ini akan diperiksa pekan depan.
“Pemanggilan dan pemanggilan anggota dewan ini untuk menambah alat bukti sehingga bisa mengerucut pada tersangka. Progresnya sudah bagus. Tinggal menentukan tersangka,” tegasnya.
Diketahui, dugaan korupsi dana Jasmas ini ditingkatkan ke penyidikan berdasarkan surat perintah yang telah ditandatangani Kajari Tanjung Perak Rachmad Supriady, SH MH, dengan Nomor Print-01/0.5.42/Fd.1/02/2018 tertanggal 8 Februari 2018 lalu.
Penyimpangan dana hibah ini diduga dengan cara pengadaan barang. Beberapa pengadaan yang dikucurkan oleh Pemkot Surabaya, di antaranya untuk pengadaan terop, kursi, meja dan sound system. Namun, pengadaan tersebut diduga terjadi penggelembungan (mark up).
Pemeriksaan Syaiful Aidy oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Tanjung Perak dilakukan pada Kamis (2/8/2018) sekitar pukul 09.00 WIB. Tanpa ditemani kuasa hukum, dia langsung masuk ke ruangan Pidsus guna menjalani pemeriksaan.
Setelah berjalan hampir lima jam, anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya keluar dari gedung Kejari Tanjung Perak Surabaya. “Saya diberi sebanyak 45 pertanyaan. Pertanyaan seputar itu (dana Jasmas),” katanya seusai pemeriksaan.
Secara rinci, lanjut dia, materi pemeriksaan hampir sama dengan anggota dewan lainnya, yakni mengenai mekanisme pencairan dana hibah tersebut. Pihaknya mengaku ada konstituennya yang mengajukan proposal Jasmas.
Namun dia mengaku tak hafal berapa besar nilai yang diajukannya. Dia juga mengaku tidak ada satupun konstituennya yang anggarannya Jasmasnya cair. “Saya tidak tahu menahu masalah ini (dugaan korupsi dana Jasmas),” ujarnya singkat sembari bergegas menuju ke mobilnya.
Sementara itu, terkait pemeriksaan, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Tanjung Perak, Andi Ardhani menjelaskan, penyidik memeriksa Syaiful Aidy terkait pengetahuannya tentang Jasmas. Setelah Syaiful Aidy, masih ada tiga anggota dewan tersisa yang akan diperiksa. Ketiga anggota dewan ini akan diperiksa pekan depan.
“Pemanggilan dan pemanggilan anggota dewan ini untuk menambah alat bukti sehingga bisa mengerucut pada tersangka. Progresnya sudah bagus. Tinggal menentukan tersangka,” tegasnya.
Diketahui, dugaan korupsi dana Jasmas ini ditingkatkan ke penyidikan berdasarkan surat perintah yang telah ditandatangani Kajari Tanjung Perak Rachmad Supriady, SH MH, dengan Nomor Print-01/0.5.42/Fd.1/02/2018 tertanggal 8 Februari 2018 lalu.
Penyimpangan dana hibah ini diduga dengan cara pengadaan barang. Beberapa pengadaan yang dikucurkan oleh Pemkot Surabaya, di antaranya untuk pengadaan terop, kursi, meja dan sound system. Namun, pengadaan tersebut diduga terjadi penggelembungan (mark up).
(wib)