Olah Limbah Aren, Mahasiswa ITS Ciptakan Bioetanol
A
A
A
SURABAYA - Pengelolaan limbah selama ini masih menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas. Parahnya, limbah hasil industri yang tidak dimanfaatkan lebih lanjut bisa menjadi sampah yang menimbulkan kerusakan lingkungan.
Limbah padat pada industri tepung aren selama ini belum dikelola dengan baik. Tim mahasiswa dari Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mulai mengelola limbah aren yang dipercaya mampu mengandung zat penyusun bioetanol atau bahan bakar.
Tim mahasiswa yang terdiri dari Anastasia Sandra Dewi, Richie Andyllo Stefanus, dan Maria Amelia Sandra menemukan limbah padat aren mengandung bahan yang berlignoselulosa (lignin, selulosa, dan hemiselulosa). Zat selulosa dan hemiselulosa ini dapat dihidrolisa atau dipecah molekul airnya menjadi gula reduksi kemudian difermentasi menjadi bioetanol.
"Selama ini kandungan zat lignin yang cukup tinggi telah membungkus kaku keberadaan selulosa dan hemiselulosa, sehingga diperlukan proses pretreatment atau perlakuan pendahuluan," ujar Ketua tim peneliti Anastasia Sandra Dewi, Senin (23/7/2018).
Ia melanjutkan, proses pretreatment berguna untuk melarutkan lignin agar zat selulosa dan hemiselulosa dapat dipakai secara maksimal. "Pada proses ini, kami menggunakan kombinasi pretreatment asam (asam sulfat 5 persen, red) dan organoslov (etanol 51,29 persen, red)," sambungnya.
Sandra juga menjelaskan, seusai melalui tahap pretreatment, penelitian dilanjutkan dengan tahap hidrolisa enzim. Hidrolisa enzim berguna untuk menghidrolisa selulosa dan hemiselulosa yang diperoleh dari proses pretreatment menjadi gula reduksi, yakni glukosa dan xylosa.
"Kami menggunakan dua enzim yaitu enzim selulase dan xylanase serta surfaktan tween 80 untuk melakukan proses ini," ucap mahasiswi asal Jakarta ini.
Setelah mendapatkan gula reduksi, katanya, terdapat tahap terakhir yakni proses fermentasi. Melalui fermentasi ini, tim menggunakan jamur saccharomyces cerivisae yang berguna untuk mengkonversi atau mengubah gula reduksi menjadi bioetanol.
"Proses ini dilakukan di inkubator shaker selama 72 jam pada suhu 35 derajat celcius agar memperoleh hasil yang maksimal," ucapnya.
Sandra mengaku, karya penelitian Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini membutuhkan total waktu sekitar delapan hari, dihitung tanpa analisa dengan perolehan 0,42 persentase volume per volume (0,42 persen v/v) bioetanol dari 50 gram limbah padat aren. "Itu hanya skala laboratorium, untuk skala besar bisa menghasilkan beberapa liter bioetanol," pungkasnya.
Limbah padat pada industri tepung aren selama ini belum dikelola dengan baik. Tim mahasiswa dari Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mulai mengelola limbah aren yang dipercaya mampu mengandung zat penyusun bioetanol atau bahan bakar.
Tim mahasiswa yang terdiri dari Anastasia Sandra Dewi, Richie Andyllo Stefanus, dan Maria Amelia Sandra menemukan limbah padat aren mengandung bahan yang berlignoselulosa (lignin, selulosa, dan hemiselulosa). Zat selulosa dan hemiselulosa ini dapat dihidrolisa atau dipecah molekul airnya menjadi gula reduksi kemudian difermentasi menjadi bioetanol.
"Selama ini kandungan zat lignin yang cukup tinggi telah membungkus kaku keberadaan selulosa dan hemiselulosa, sehingga diperlukan proses pretreatment atau perlakuan pendahuluan," ujar Ketua tim peneliti Anastasia Sandra Dewi, Senin (23/7/2018).
Ia melanjutkan, proses pretreatment berguna untuk melarutkan lignin agar zat selulosa dan hemiselulosa dapat dipakai secara maksimal. "Pada proses ini, kami menggunakan kombinasi pretreatment asam (asam sulfat 5 persen, red) dan organoslov (etanol 51,29 persen, red)," sambungnya.
Sandra juga menjelaskan, seusai melalui tahap pretreatment, penelitian dilanjutkan dengan tahap hidrolisa enzim. Hidrolisa enzim berguna untuk menghidrolisa selulosa dan hemiselulosa yang diperoleh dari proses pretreatment menjadi gula reduksi, yakni glukosa dan xylosa.
"Kami menggunakan dua enzim yaitu enzim selulase dan xylanase serta surfaktan tween 80 untuk melakukan proses ini," ucap mahasiswi asal Jakarta ini.
Setelah mendapatkan gula reduksi, katanya, terdapat tahap terakhir yakni proses fermentasi. Melalui fermentasi ini, tim menggunakan jamur saccharomyces cerivisae yang berguna untuk mengkonversi atau mengubah gula reduksi menjadi bioetanol.
"Proses ini dilakukan di inkubator shaker selama 72 jam pada suhu 35 derajat celcius agar memperoleh hasil yang maksimal," ucapnya.
Sandra mengaku, karya penelitian Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini membutuhkan total waktu sekitar delapan hari, dihitung tanpa analisa dengan perolehan 0,42 persentase volume per volume (0,42 persen v/v) bioetanol dari 50 gram limbah padat aren. "Itu hanya skala laboratorium, untuk skala besar bisa menghasilkan beberapa liter bioetanol," pungkasnya.
(nag)