Risma: Serang Terorisme, Jangan Hanya Bertahan
A
A
A
SURABAYA - Bom yang meledak di Pasuruan membuat banyak pihak kembali bersiaga. Munculnya kembali aksi teror itu harus dicegah sedini mungkin untuk perlawanan bersama.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta semua jajaran di Kota Pahlawan untuk memantau setiap celah terorisme yang masuk ke Kota Surabaya.Rapat koordinasi tiga pilar tentang keamanan dan ketertiban Kota Surabaya pun digelar di Graha Sawunggaling, Surabaya.
Risma mengundang Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Rudi Setiawan, Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Antonius Agus Rahmanto, Danrem, lurah dan camat se- Surabaya serta Babinsa dan Bhabinkamtibmas se-Surabaya.
Selain itu, dia juga meminta kepada lurah dan camat serta babinsa dan Bhabinkamtibmas untuk berkoordinasi dalam menggelar pertemuan bersama warga yang sekiranya perlu dihadiri pimpinan tiga pilar.
“Tolong dipetakan kecamatan-kecamatan yang perlu didatangi terlebih dahulu, terutama kecamatan yang padat penduduknya. Tolong kalau bisa pertemuan itu malam hari karena belajar dari pengalaman, kalau acara pertemuan malam hari biasanya penuh,” ucapnya.
Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini menilai sudah waktunya untuk maju atau menyerang, karena tidak mungkin terus siaga dan bertahan terhadap ancaman terorisme. Sebab, apabila terus bertahan, maka akan tetap berada di bawah kendali para pelaku teror.
“Kalau kita terus siaga, sampai kapan kita bisa bertahan? Sudah saatnya kita maju supaya mereka juga mikir kalau mau masuk ke Surabaya. Menyerang tidak harus dengan senjata,” ujarnya.
Pada bagian lain Risma menuturkan, sinergitas tiga pilar ini sangat penting dan menjadi ujung tombak dalam pencegahan terorisme dan radikalisme. Terlebih lagi ketika adanya insiden di Bangil, Pasuruan, Kamis (5/7/2018) kemarin.
“Marilah kita sama-sama menjaga keamanan di Kota Surabaya ini. Saya kumpulkan ini karena ternyata kita masih dekat dengan hal-hal yang mungkin mengganggu kita. Sebab, kalau naik bus dari Bangil ke Surabaya, paling hanya 30 menit. Jadi, marilah kita sama-sama menjaga Kota Surabaya ini,” ujar Risma, Jumat (6/7/2018).
Salah satu pencegahan terorisme dan radikalisme itu bisa dilakukan dengan menggalakkan operasi yustisi di berbagai titik di Kota Surabaya. Bahkan, Risma berharap operasi yustisi itu tidak hanya menyasar perkampungan, namun juga perumahan-perumahan.
“Saya juga tidak mau operasi yustisi itu hanya dilakukan di kos-kosan, tapi juga harus dilakukan di pinggir rel kereta api dan pinggir-pinggir sungai,” ungkapnya.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Rudi Setiawan mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan Risma dalam mengumpulkan tiga pilar. Jika dianalogikan dalam hitungan perlawanan, kekuatan dan kewenangan jajaran tiga pilar di Surabaya lebih besar dibanding para pelaku teror. Apalagi, Surabaya merupaka Kota Pahlawan yang mewarisi jiwa-jiwa pejuang.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta semua jajaran di Kota Pahlawan untuk memantau setiap celah terorisme yang masuk ke Kota Surabaya.Rapat koordinasi tiga pilar tentang keamanan dan ketertiban Kota Surabaya pun digelar di Graha Sawunggaling, Surabaya.
Risma mengundang Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Rudi Setiawan, Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Antonius Agus Rahmanto, Danrem, lurah dan camat se- Surabaya serta Babinsa dan Bhabinkamtibmas se-Surabaya.
Selain itu, dia juga meminta kepada lurah dan camat serta babinsa dan Bhabinkamtibmas untuk berkoordinasi dalam menggelar pertemuan bersama warga yang sekiranya perlu dihadiri pimpinan tiga pilar.
“Tolong dipetakan kecamatan-kecamatan yang perlu didatangi terlebih dahulu, terutama kecamatan yang padat penduduknya. Tolong kalau bisa pertemuan itu malam hari karena belajar dari pengalaman, kalau acara pertemuan malam hari biasanya penuh,” ucapnya.
Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini menilai sudah waktunya untuk maju atau menyerang, karena tidak mungkin terus siaga dan bertahan terhadap ancaman terorisme. Sebab, apabila terus bertahan, maka akan tetap berada di bawah kendali para pelaku teror.
“Kalau kita terus siaga, sampai kapan kita bisa bertahan? Sudah saatnya kita maju supaya mereka juga mikir kalau mau masuk ke Surabaya. Menyerang tidak harus dengan senjata,” ujarnya.
Pada bagian lain Risma menuturkan, sinergitas tiga pilar ini sangat penting dan menjadi ujung tombak dalam pencegahan terorisme dan radikalisme. Terlebih lagi ketika adanya insiden di Bangil, Pasuruan, Kamis (5/7/2018) kemarin.
“Marilah kita sama-sama menjaga keamanan di Kota Surabaya ini. Saya kumpulkan ini karena ternyata kita masih dekat dengan hal-hal yang mungkin mengganggu kita. Sebab, kalau naik bus dari Bangil ke Surabaya, paling hanya 30 menit. Jadi, marilah kita sama-sama menjaga Kota Surabaya ini,” ujar Risma, Jumat (6/7/2018).
Salah satu pencegahan terorisme dan radikalisme itu bisa dilakukan dengan menggalakkan operasi yustisi di berbagai titik di Kota Surabaya. Bahkan, Risma berharap operasi yustisi itu tidak hanya menyasar perkampungan, namun juga perumahan-perumahan.
“Saya juga tidak mau operasi yustisi itu hanya dilakukan di kos-kosan, tapi juga harus dilakukan di pinggir rel kereta api dan pinggir-pinggir sungai,” ungkapnya.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Rudi Setiawan mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan Risma dalam mengumpulkan tiga pilar. Jika dianalogikan dalam hitungan perlawanan, kekuatan dan kewenangan jajaran tiga pilar di Surabaya lebih besar dibanding para pelaku teror. Apalagi, Surabaya merupaka Kota Pahlawan yang mewarisi jiwa-jiwa pejuang.
(vhs)