Warga Keberatan soal Berita Tradisi Seks Bebas usai Menang Perang di Papua Dinilai Melanggar UU

Selasa, 19 Juni 2018 - 18:56 WIB
Warga Keberatan soal Berita Tradisi Seks Bebas usai Menang Perang di Papua Dinilai Melanggar UU
Warga Keberatan soal Berita Tradisi Seks Bebas usai Menang Perang di Papua Dinilai Melanggar UU
A A A
JAYAPURA - Warga Papua keberatan soal pemberitaan tradisi KUR yang dilakukan warga Papua bagian pegunungan jika mereka menang dalam sebuah peperangan dinilai melanggar Undang-undang. KUR adalah bahasa orang Papua bagian pegunungan, dan jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pesta seks.

Leonardus O Magai salah satu warga Papua menyampaikan keberatannya lewat akun Facebooknya. Dia menyayangkan penayangan berita karena: (1). Dipublikasikan oleh Media Nasional, (2). Disampaikan oleh Pejabat Negara namun Tanpa Data dan Fakta yang riil di Lapangan, (3). Media Nasional tetapi menyampaikan kebenaran peristiwa atau kejadian tanpa Data dan Faktanya tidak diungkap melalui Investigasi, (4). Tidak ada Penanggulangan atau Penanganan yang lebih serius dari Kementerian atau Deputi/ Bidang terkait, (5). Berbicara atas nama Pemerintah namun TIDAK memberikan Solusi.

"Saya Kadang, Menyayangkan Berita tentang Papua yang dimuat oleh Portal Berita Nasional karena Kebanyakan selalu Menyudutkan atau Memojokan Orang Papua, Pejabat Negara berbicara seenaknya tanpa BUKTI yang VALID, Akurat, serta TIDAK SOLUSIF terhadap masalah yang terjadi di Tanah Papua sehingga sangat dikhawatirkan tentang KEPERCAYAAN Orang Papua terhadap Negara MENURUN," tulis Leonardus O Magai.

Sebelumnya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) melalui Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Vennetia R Dannes menegaskan Tradisi KUR merupakan satu kekerasan terhadap kaum perempuan.

"Ini bukan saja menyangkut kesalahan moral tetapi hal ini melanggar Undang-undang(UU)," ungkap Vennetia, Selasa 22 Mei 2018. (Baca Juga: Tradisi Seks Bebas usai Menang Perang di Papua Melanggar UU)
Menurut dia, Indonesia telah memiliki UU tindak pidana perdagangan moral, sekali ada barter atau pertukaran perempuan dan anak, itu masuk dalam pidana P3A.

"Ini tentunya diselesaikan secara hukum dan Jika sudah sampai hal itu maka pelaku akan ditindak lanjuti dan dikenakan hukum," tegas Vennetia.

Terkait hal ini pihaknya akan menelusuri dan melihat lebih lanjut. "Jangan mengatas namakan bahwa itu adat karena hal ini dapat mengorbankan perempuan dan anak, dan sebagai Negara harus melindungi," jelasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.5001 seconds (0.1#10.140)