Nonton Film Ganjar, Siti Atikoh Menangis
A
A
A
SEMARANG - Siti Atikoh turut menemani suaminya menonton film Anak Negeri ketika launching perdana di Bioskop E Plaza Semarang, Rabu (9/5/2018) siang. Ia mengaku menangis tiga kali selama menonton film berdurasi 1 jam 10 menit itu.
"Saya kan orangnya cengeng ya gembeng jadi tadi minimal tiga kali saya nangis," kata Atikoh, seusai menonton.
Atikoh duduk di sebelah Ganjar di dalam Plaza 1. Berulang kali ia nampak mengusap air mata dengan tisu.
Atikoh menjalin asmara dengan Ganjar sejak kuliah. Ia menjadi saksi lika-liku hidup Ganjar ketika kuliah, menjadi aktivis yang suka demo, dan masa awal menjadi kader PDI Perjuangan.
"Ketika (adegan) pindah dari rumah lama ke rumah baru, kondisinya memang dadakan dan sangat darurat, jadi psikologis keluarga Mas Ganjar seperti itu apa benar-benar membuat saya menangis," katanya.
Atikoh kembali haru ketika adegan orang tua Ganjar menggadaikan sertifikat rumah untuk biaya kuliah Ganjar. utang itu baru bisa lunas ketika Ganjar sudah bekerja.
Atikoh juga yang mendampingi Ganjar ketika kakak iparnya yang membiayai sekolahnya meninggal karena sakit kanker.
"Ketika Mbak Ika, kakak Mas Ganjar meninggal, saya seperti diingatkan lagi rasa harunya, teringat ketika lagi kesakitan dan butuh bimbingan dari kita," kenangnya.
Pelajaran dari film itu, lanjutnya, lebih kepada nilai-nilai dari keluarga Ganjar dalam menghadapi kerasnya hidup. "Keluarga Mas Ganjar itu karena background ekonominya itu kekurangan maka harus kompak bekerja sama dan bekerja keras agar jadi mandiri. Sejak kecil memang sudah diajari bertanggung jawab. Mas Ganjar nyemir, yang lain nyeterika, jadi otomatis keluarga Mas Ganjar anak-anaknya bisa masak, bisa nyeterika, dan lain-lain," paparnya.
"Saya kan orangnya cengeng ya gembeng jadi tadi minimal tiga kali saya nangis," kata Atikoh, seusai menonton.
Atikoh duduk di sebelah Ganjar di dalam Plaza 1. Berulang kali ia nampak mengusap air mata dengan tisu.
Atikoh menjalin asmara dengan Ganjar sejak kuliah. Ia menjadi saksi lika-liku hidup Ganjar ketika kuliah, menjadi aktivis yang suka demo, dan masa awal menjadi kader PDI Perjuangan.
"Ketika (adegan) pindah dari rumah lama ke rumah baru, kondisinya memang dadakan dan sangat darurat, jadi psikologis keluarga Mas Ganjar seperti itu apa benar-benar membuat saya menangis," katanya.
Atikoh kembali haru ketika adegan orang tua Ganjar menggadaikan sertifikat rumah untuk biaya kuliah Ganjar. utang itu baru bisa lunas ketika Ganjar sudah bekerja.
Atikoh juga yang mendampingi Ganjar ketika kakak iparnya yang membiayai sekolahnya meninggal karena sakit kanker.
"Ketika Mbak Ika, kakak Mas Ganjar meninggal, saya seperti diingatkan lagi rasa harunya, teringat ketika lagi kesakitan dan butuh bimbingan dari kita," kenangnya.
Pelajaran dari film itu, lanjutnya, lebih kepada nilai-nilai dari keluarga Ganjar dalam menghadapi kerasnya hidup. "Keluarga Mas Ganjar itu karena background ekonominya itu kekurangan maka harus kompak bekerja sama dan bekerja keras agar jadi mandiri. Sejak kecil memang sudah diajari bertanggung jawab. Mas Ganjar nyemir, yang lain nyeterika, jadi otomatis keluarga Mas Ganjar anak-anaknya bisa masak, bisa nyeterika, dan lain-lain," paparnya.
(zik)