Warga Tolak Penambangan Pasir di Sungai Pabelan
A
A
A
SLEMAN - Warga Kecamatan Dukun, Kecamatan Sawangan, dan Kecamatan Muntilan, Magelang, Jawa Tengah mendatangi Kantor Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWSSO) di Jalan Yogya-Solo km 6 Carurtunggal, Depok, Sleman, DIY, Kamis (26/4/2018). Mereka menolak aktivitas penambangan pasir di Sungai Pabelan yang melintas di daerah mereka.
Menurut warga, aktivitas penambangan pasir berdampak pada keringnya mata air. Kebutuhan air bersih warga menjadi terganggu. Mereka pun meminta izin penambangan pasir di tempat ini ditinjau ulang atau dicabut.
Izin penambangan sendiri dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Jawa Tengah. Surat izin penambangan bernomor 543.32/2338 Tahun 2017 ditandatangani Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Jawa Tengah. Luasan lahan penambangan sekitar 10 hektare dalam jangka waktu tiga tahun dengan nilai investasi Rp4.395.505.000.
Warga Klatak, Banyudono, Dukun, Magelang Muchni (74) mengatakan, indikasi mata air menjadi kering dapat diketahui saat membuat sumur. Sebelum ada penambangan bisa mendapatkan air bersih dengan kedalaman 12 meter, kini harus digali lebih dalam hingga 40 meter. Karena itu warga khawatir atas kondisi ini, terutama dampak jangka panjangnya. Sebab, air bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup namun juga untuk pertanian.
"Jika ini tidak segera ada solusi, tentu bisa mematikan mata air, termasuk rusaknya infrastruktur jalan, sebab banyak dilalui kendaraan alat berat," jelasnya.
Alasan penolakan lainnya, karena tidak pernah diajak musyawarah untuk sosialisasi izin pertambangan. Meskipun sempat diundang untuk menghadiri pertemuan, tetapi seperti didikte untuk menyetujui aktivitas penambangan tersebut
Camat Dukun Bambang Hermanto mengaku tidak mengetahui sejauh mana sosialisasi yang dilakukan penambang. Selain itu, wewenang terkait perizinan alat berat juga bukan di pihaknya.
"Kabarnya berizin tapi hitam di atas putih (kami) nggak tahu, meski begitu masyarakat tetap berhak menolaknya," ungkap Bambang yang ikut mengawal warganya ke BBWSSO.
Kasi Operasional dan Pemeliharaan BBWSSO Rusdiyansyah mengatakan memang di daerah itu ada aktivitas, namun bukan penambangan melainkan pemeliharaan sungai. Tercatat ada lima kegiatan pemeliharaan sungai tapi hanya satu yang beroperasi, lainnya belum. Masa berlakunya juga akan habis satu bulan lagi.
"Memang ada satu izin penambangan regular. Untuk itu warga dapat mengajukan menolak penambangan dengan alat berat dan ke gubernur Jawa Tengah," katanya.
Menanggapi menurunnya debit air di wilayah tersebut, menurutnya hal itu perlu kajian yang lebih mendalam lagi.
Menurut warga, aktivitas penambangan pasir berdampak pada keringnya mata air. Kebutuhan air bersih warga menjadi terganggu. Mereka pun meminta izin penambangan pasir di tempat ini ditinjau ulang atau dicabut.
Izin penambangan sendiri dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Jawa Tengah. Surat izin penambangan bernomor 543.32/2338 Tahun 2017 ditandatangani Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Jawa Tengah. Luasan lahan penambangan sekitar 10 hektare dalam jangka waktu tiga tahun dengan nilai investasi Rp4.395.505.000.
Warga Klatak, Banyudono, Dukun, Magelang Muchni (74) mengatakan, indikasi mata air menjadi kering dapat diketahui saat membuat sumur. Sebelum ada penambangan bisa mendapatkan air bersih dengan kedalaman 12 meter, kini harus digali lebih dalam hingga 40 meter. Karena itu warga khawatir atas kondisi ini, terutama dampak jangka panjangnya. Sebab, air bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup namun juga untuk pertanian.
"Jika ini tidak segera ada solusi, tentu bisa mematikan mata air, termasuk rusaknya infrastruktur jalan, sebab banyak dilalui kendaraan alat berat," jelasnya.
Alasan penolakan lainnya, karena tidak pernah diajak musyawarah untuk sosialisasi izin pertambangan. Meskipun sempat diundang untuk menghadiri pertemuan, tetapi seperti didikte untuk menyetujui aktivitas penambangan tersebut
Camat Dukun Bambang Hermanto mengaku tidak mengetahui sejauh mana sosialisasi yang dilakukan penambang. Selain itu, wewenang terkait perizinan alat berat juga bukan di pihaknya.
"Kabarnya berizin tapi hitam di atas putih (kami) nggak tahu, meski begitu masyarakat tetap berhak menolaknya," ungkap Bambang yang ikut mengawal warganya ke BBWSSO.
Kasi Operasional dan Pemeliharaan BBWSSO Rusdiyansyah mengatakan memang di daerah itu ada aktivitas, namun bukan penambangan melainkan pemeliharaan sungai. Tercatat ada lima kegiatan pemeliharaan sungai tapi hanya satu yang beroperasi, lainnya belum. Masa berlakunya juga akan habis satu bulan lagi.
"Memang ada satu izin penambangan regular. Untuk itu warga dapat mengajukan menolak penambangan dengan alat berat dan ke gubernur Jawa Tengah," katanya.
Menanggapi menurunnya debit air di wilayah tersebut, menurutnya hal itu perlu kajian yang lebih mendalam lagi.
(zik)