Sidang Gugatan Lahan Bandara, Trah PB X Siap Dihadirkan Sebagai Saksi
A
A
A
YOGYAKARTA - Sidang gugatan tanah calon Bandara Kulonprogo di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta memasuki pemeriksaan saksi-saksi. Silsilah ataupun asal usul pihak penggugat menjadi bahasan dalam sidang, Kamis (15/3/2018). Penasehat hukum, Suwarsi dkk sebagai pengugat, Prihananto menghadirkan dua orang saksi. Masing-masing adalah Joko Santoso dan Ismanto. Kedua saksi ini berasal dari Surakarta.
Kepada wartawan, Joko mengaku mengenal keluarga Suwarsi sekitar enam tahun lalu. Dirinya juga menyakini bahwa ibu kandung Suwarsi adalah GKR Pembayun yang juga keturunan Paku Buwono (PB) X dan GKR Emas.
“Saya memang tidak sempat bertemu dengan Mbah Pembayun, namun berdasarkan surat nazab (keturunan) mereka memang ahli waris GKR Pembayun,” terangnya.
Joko juga mengaku sebagai pihak yang membawa surat nazab itu ke Pengadilan Agama Surakarta dan meminta legalisasi. Saat itu itu pihak pengadilan agama telah melakukan pemeriksaan dan bersedia melegalisasi. “Ini secara hukum sudah sah lantaran sudah dilegalisasi,” tegasnya.
Sementara itu di persidangan Ismanto menyebut Pembayun mempunyai nama lain Waluyo atau Sekar Kedhaton. Menurut Ismanto, GKR Pembayun adalah Putri Raja Surakarta PB X .
“Ratu Pembayun ini kemudian menikah dengan RM Wugu Harjo Sutirto. Dari pernikahan itu melahirkan Suwarsi dan Suwarti yang sekarang telah meninggal,” terangnya.
Sama seperi yang disampaikan Joko, kelahiran Suwarsi sebagai anak Pembayun itu tertera dalam surat nazab nomor 127/D/III dari Raad Igama Surakarta atau Pengadilan Agama Surakarta 12 September 1943.
“Nazab atau silsilah itu menerangkan Pembayun alias Waluyo alias Sekar Kedhaton putri Paku Buwono X atau Malikoel Koesno dengan GKR Emas atau Gusti Raden Ajeng (GRAj) Moersoedarinah, putri Sultan Hamengku Buwono VII,” terangnya.
Sementara itu penasehat hukum KGPA Paku Alam (PA) X sebagai tergugat, Herkus Wijayadi menyakini bahwa penggugat bukan ahli waris dari Paku Buwono X dan GKR Emas.
Herkus menyebut ahli waris Paku Buwono X dan GKR Emas yang asli adalah Muhammad Munier Tjakraningrat dan tiga saudaranya.
Hal ini diperkuat dengan pengakuan kekancingan dari Keraton Yogyakarta dan surat keterangan dari Raja Surakarta Paku Buwono XIII. Pemberian surat ini dilakukan oleh Paku Buwono XIII langsung di Sasono Nalendro, Keraton Kasunanan Surakarta Hadinigrat Kamis (8/3) malam.
“Yang paling mencolok adalah soal makam. Versi mereka GKR Pembayun meninggal pada 2011 dan dimakamkan di pemakaman umum di Karanganyar, padahal menurut kami GKR Pembayun meninggal tahun 1988 dan di makamkan di kompleks pemakaman raja-raja di Imogiri,” tegasnya.
Tak menutup kemungkinan Herkus juga akan menghadirkan trah Tjakraningrat sebagai ahli waris Pembayun yang asli ke persidangan. Pihaknya mengaku sudah berkomunikasi baik dengan mereka.
“Tak menutup kemungkinan kami akan panggil sebagai saksi, ini untuk membuktikan bahwa mereka bukan ahli waris yang asli,” jelasnya.
Untuk diketahui, sidang gugatan antara Suwarsi dkk sebagai penggugat melawan KGPA Paku Alam X sebagai tergugat terkait lahan bandara seluas 128 hektare di Kulonprogo. Tanah itu adalah bagian dari 1.200 hektare tanah yang selama ini diklaim sebagai tanah Pakualamanaat Grond (PAG).
Ganti rugi yang diberikan pemerintah atas tanah 128 hektare ini mencapai sekitar Rp700 miliar. Belakangan klaim Suwarsi sebagai ahli waris GKR Pembayun juga dipertanyakan. Mereka dituding sebagai ahli waris yang palsu.
Sementara itu sidang sengketa tanah ini akan dilanjutkan pada Kamis 29 Maret 2018 pekan depan. Agendanya masih sama yakni pemeriksaan saksi dari penggugat.
Kepada wartawan, Joko mengaku mengenal keluarga Suwarsi sekitar enam tahun lalu. Dirinya juga menyakini bahwa ibu kandung Suwarsi adalah GKR Pembayun yang juga keturunan Paku Buwono (PB) X dan GKR Emas.
“Saya memang tidak sempat bertemu dengan Mbah Pembayun, namun berdasarkan surat nazab (keturunan) mereka memang ahli waris GKR Pembayun,” terangnya.
Joko juga mengaku sebagai pihak yang membawa surat nazab itu ke Pengadilan Agama Surakarta dan meminta legalisasi. Saat itu itu pihak pengadilan agama telah melakukan pemeriksaan dan bersedia melegalisasi. “Ini secara hukum sudah sah lantaran sudah dilegalisasi,” tegasnya.
Sementara itu di persidangan Ismanto menyebut Pembayun mempunyai nama lain Waluyo atau Sekar Kedhaton. Menurut Ismanto, GKR Pembayun adalah Putri Raja Surakarta PB X .
“Ratu Pembayun ini kemudian menikah dengan RM Wugu Harjo Sutirto. Dari pernikahan itu melahirkan Suwarsi dan Suwarti yang sekarang telah meninggal,” terangnya.
Sama seperi yang disampaikan Joko, kelahiran Suwarsi sebagai anak Pembayun itu tertera dalam surat nazab nomor 127/D/III dari Raad Igama Surakarta atau Pengadilan Agama Surakarta 12 September 1943.
“Nazab atau silsilah itu menerangkan Pembayun alias Waluyo alias Sekar Kedhaton putri Paku Buwono X atau Malikoel Koesno dengan GKR Emas atau Gusti Raden Ajeng (GRAj) Moersoedarinah, putri Sultan Hamengku Buwono VII,” terangnya.
Sementara itu penasehat hukum KGPA Paku Alam (PA) X sebagai tergugat, Herkus Wijayadi menyakini bahwa penggugat bukan ahli waris dari Paku Buwono X dan GKR Emas.
Herkus menyebut ahli waris Paku Buwono X dan GKR Emas yang asli adalah Muhammad Munier Tjakraningrat dan tiga saudaranya.
Hal ini diperkuat dengan pengakuan kekancingan dari Keraton Yogyakarta dan surat keterangan dari Raja Surakarta Paku Buwono XIII. Pemberian surat ini dilakukan oleh Paku Buwono XIII langsung di Sasono Nalendro, Keraton Kasunanan Surakarta Hadinigrat Kamis (8/3) malam.
“Yang paling mencolok adalah soal makam. Versi mereka GKR Pembayun meninggal pada 2011 dan dimakamkan di pemakaman umum di Karanganyar, padahal menurut kami GKR Pembayun meninggal tahun 1988 dan di makamkan di kompleks pemakaman raja-raja di Imogiri,” tegasnya.
Tak menutup kemungkinan Herkus juga akan menghadirkan trah Tjakraningrat sebagai ahli waris Pembayun yang asli ke persidangan. Pihaknya mengaku sudah berkomunikasi baik dengan mereka.
“Tak menutup kemungkinan kami akan panggil sebagai saksi, ini untuk membuktikan bahwa mereka bukan ahli waris yang asli,” jelasnya.
Untuk diketahui, sidang gugatan antara Suwarsi dkk sebagai penggugat melawan KGPA Paku Alam X sebagai tergugat terkait lahan bandara seluas 128 hektare di Kulonprogo. Tanah itu adalah bagian dari 1.200 hektare tanah yang selama ini diklaim sebagai tanah Pakualamanaat Grond (PAG).
Ganti rugi yang diberikan pemerintah atas tanah 128 hektare ini mencapai sekitar Rp700 miliar. Belakangan klaim Suwarsi sebagai ahli waris GKR Pembayun juga dipertanyakan. Mereka dituding sebagai ahli waris yang palsu.
Sementara itu sidang sengketa tanah ini akan dilanjutkan pada Kamis 29 Maret 2018 pekan depan. Agendanya masih sama yakni pemeriksaan saksi dari penggugat.
(sms)