Dosen UNS Solo Kembangkan Tangan Palsu, Harganya Lebih Murah 10 Kali Lipat

Senin, 19 Februari 2018 - 11:06 WIB
Dosen UNS Solo Kembangkan Tangan Palsu, Harganya Lebih Murah 10 Kali Lipat
Dosen UNS Solo Kembangkan Tangan Palsu, Harganya Lebih Murah 10 Kali Lipat
A A A
SETELAH melalui penelitian selama sekitar enam tahun, dua dosen yang juga peneliti dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah, Ilham Priadythama dan Lobes Herdiman berhasil mengembangkan produk bionic hand dan fiksasi tulang berbasis tylor spatial frame (TSF). Hebatnya, produk lokal di bidang ortopedi ini mampu memangkas harga alat sejenis yang diimpor dengan harga Rp200 juta. Adapun harga produk karya anak bangsa ini hanya Rp20 juta.

Kedua dosen Teknik Industri Fakultas Teknik UNS itu mulai melakukan penelitian pada 2012 lalu dan baru pada 2014 mulai bisa diuji coba. Dalam proses penelitian, mereka mendapat bantuan dari dokter yang ahli di bidang ortopedi. Bionic hand adalah tangan palsu yang digerakkan melalui sinyal otot sehingga tubuh itu sendiri yang menggerakkan. Adapun alat piksasi tulang adalah alat untuk membantu merekonstruksi kembali tulang yang bengkok atau hancur.

"Kedua alat itu pada dasarnya mengutamakan biaya rendah bila dibandingkan dengan produk yang sama," ujar Lobes Herdiman.

Pengembangan kedua alat ortopedi itu dilatarbelakangi mahalnya harga produk impor. Masyarakat peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kelas I tidak akan mendapatkannya. Mereka harus merogoh kocek sendiri karena harganya mencapai Rp200 juta. Sementara di Indonesia, alat-alat seperti itu yang membutuhkan adalah masyarakat kelas menengah ke bawah. Korban kecelakaan rata rata adalah pengendara sepeda motor atau pekerja pabrik.

"Sehingga berat bagi mereka jika membutuhkan alat-alat itu," timpal Ilham.

Lobes dan Ilham berharap produk yang berhasil mereka kembangkan dapat membantu masyarakat secara umum. Sebab produk yang dihasilkan biayanya hanya sekitar Rp20 juta. Angka itu dapat lebih ditekan jika nantinya dapat diproduksi massal sehingga ketergantungan terhadap produk asing dapat diminimalkan.

Alat bionic hand ini sebenarnya pengembangan dari prostetik hand. Yang membedakan, bionic hand merupakan alat bantu organ tubuh yang dipakai terus menerus dan menjadi bagian tubuh. Adapun prostetik hand bisa dilepas dan dipasang kembali. Ilham menjelaskan, bionic hand dapat digerakkan oleh sinyal otot dan tidak perlu pengendalian eksternal. Sebab otot memiliki saraf motorik yang sinyalnya dipakai mengoperasikan gerakannya.

Bionic hand memiliki kabel untuk power data yang terhubung ke kontroler guna mengolah sinyal dari otak ke otot. Pada otot terdapat saraf motorik yang ada sinyal listriknya meski lemah. Sinyal itu ditangkap oleh modul khusus biopotensial amplifier. Selanjutnya sinyal diperbesar menggerakkan tangan palsu.

"Di atas kertas ada enam dasar penggegaman, dan bionic hand dikembangkan 5 dasar penggenggaman," urainya. Rangkaian bionic hand dapat menolak sinyal dari luar dan ada filter guna mengurangi gangguan gelombang radio. Sinyal dari handphone tidak mengganggu karena berada di atas dan sinyal otot ada di bawah.

Adapun alat fiksasi tulang diharapkan dapat mengembalikan kelurusan tulang. Misalnya yang bengkok diluruskan dan yang hancur dibuang, lalu disambungkan kembali. Pada alat itu terdapat pengaturan sudut dan rotasi. Selama ini Indonesia jauh tertinggal dalam bidang itu karena mahalnya biaya. Padahal gerakan mekanik itu bisa dipelajari sistemnya.

Yang membedakan produk fiksasi tulang berbasis TSF dengan produk sejenis adalah terdapat komponen sendi bola yang jauh lebih fleksibel. Pihaknya berharap pengembangan produk fiksasi tulang berbasis TSF dapat memudahkan penanganan oleh dokter.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8056 seconds (0.1#10.140)