Maju Cagub Sultra, Komisoner Ombudsman Lobi Gubenur Nonaktif Nur Alam
A
A
A
JAKARTA - Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Bidang Penyelesaian Laporan, Laode Ida menghadiri persidangan terdakwa korupsi izin pertambangan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nonaktif Nur Alam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/12/2017) sore.
Kedatangan Ida secara spesifik untuk melobi Nur Alam terkait keinginan Laode Ida maju sebagai calon gubernur Sultra. Laode Ida tiba di dalam ruang persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pukul 16.57 WIB.
Ida mengenakan kemeja putih lengan pendekbermotif gambar-gambar. Ida yang juga berasal dari Sultra ini duduk di bangku pengunjung sidang bagian belakang di sudut kiri.
Di sela sidang perkara Nur Alam, Ida sempat berbincang dengan Maqdir Ismail selaku Ketua Tim Penasihat Hukum Nur Alam.
Saat persidangan ditutup pukul 17.40 WIB, Ida langsung menyalami dan berbicara selama beberapa menit dengan Nur Alam yang didampingi beberapa orang.
Ida memastikan, bahwa perbincangan bersama Nur Alam sembari jalan berkaitan dengan rencana Ida maju sebagai calon gubernur Sultra.
"Iya memang begitu. Membicarakan soal calon gubernur Sulawesi Tenggara. Ya tadi dengar sendiri, kalian dengar, kalau saya maju, dia topang dengan caranya sendiri," ujar Ida di lobi depan Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (18/12/2017).
Mantan wakil ketua DPD RI ini menuturkan, dalam pembicaraan dengan Nur Alam juga disinggung tentang dua hal. Pertama, kans Ida diusung oleh PAN.
Ida menceritakan, sudah ada surat dari pendiri dan Ketua Dewan Kehormatan DPP PAN M Amien Rais sudah memberikan surat ke Nur Alam. Isi surat tersebut, Amien meminta Nur Alam menopang Ida yang maju sebagai cagub.
"Nah sebetulnya kalau anda tahu bahwa PAN, tadi dia (Nur Alam) bilang sama saya, dia sudah baca suratnya Pak Amien Rais. Pak Amien Rais minta khusus Nur Alam untuk menopang itu. Beliau sudah (baca), karena saya tidak baca suratnya, suratnya itu langsung diantar ke beliau," timpalnya.
Bagi Ida, tidak menjadi soalnya jika saat ini Nur Alam bukan lagi ketua DPW Sultra. Menurut dia, dukungan terhadap pencalonan dari tiket PAN bukan melihat posisi? Nur Alam di DPW. Ida menilai, PAN di Sultra adalah PAN kulturalis. Secara kultural, PAN di Sultra juga masih berada di bawah Nur Alam.
"PAN struktural bisa berada di tangan yang lain. Tetapi secara kultur kenapa orang ber-PAN di Sulawesi Tenggara itu, tidak bisa dilepaskan dari peran Nur Alam selama ini. Kemudian ketua-ketua PAN di kabupaten-kota (di) Sulawesi Tenggara saat ini, itu kalau mau jujur dengan hati mereka ya, itu mereka eksis karena Nur Alam. Oleh karena itu jasanya dilihat pada saat sekarang ini. Jadi tidak berarti wah Nur Alam ini tidak struktur PAN, sehingga dia tidak berpengaruh, nggak seperti itu. Secara kultur Sulawesi Tenggara itu milih PAN," timpalnya.
Hal kedua yang dibicarakan adalah gubernur yang harusnya menjabat setelah Nur Alam apakah dari wilayah daratan atau kepulauan. Menurut Ida, saat ini semestinya giliran kepulauan. Sementara Nur Alam naik dari wilayah daratan.
"Jadi kita ada, tadi bicarakan sendiri, sebetulnya sekarang giliran kepulauan. Terbuka dia (Nur Alam). Kalau saya mau dia maju, partai politik dia topang," imbuhnya.
Ida mengaku kedatangannya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus sembari menyaksikan persidangan Nur Alam juga harus dilihat dari seluruh konteks Ida sebagai warga negara, sebagai masyarakat yang berasal dari Sultra, dan sebagai Komisioner ORI. Kedatangan Ida karena diajak temannya. Hanya saja Ida tidak menyebut namanya.
"Terkait (konteks) semuanya lah. Saya kan, kalau saya enggak pernah saya hadir di Pengadilan Tipikor (persidangan) siapapun yang berperkara. Baru kali ini, kan diajak teman ke sini.Kebetulan ada yang mau saya bicarakan dengan pak Nur Alam," tegasnya.
Ida menggariskan, dari sisi konteks jabatannya sebagai Komisioner ORI maka fakta persidangan perkara Nur Alam ada kaitan dengan tugas Ida di ORI.
Dia mencontohkan dalam persidangan terungkap keterangan saksi-saksi bahwa memang masih banyak izin-izin pertambangan di Sultra yang masih Non Clear and Clean (Non CnC).
Pasalnya, selama bertugas di ORI, Ida menerima sekitar 40 laporan tentang izin-izin pertambangan di berbagai daerah yang masih bermasalah.
?"Di Ombudsman saya handle itu. Tadi saya bicara dengan pak Maqdir tadi, memang yang membuat masalah itu sebenarnya memang jakarta, daerah turut berkontribusi masalah daerah. Munculnya persoalan dalam Non CnC. Ini aja, (akhirnya) ditutup, dibekukan sejumlah IUP," ungkap Ida.
Lantas apa tanggapan Nur Alam atas pembicaraannya dengan Laode Ida?, Nur Alam hanya tersenyum saat KORAN SINDO mendatanginya di depan ruang terdakwa di lantas dasar gedung pengadilan.
Nur Alam tidak mau berkomentar banyak tentang surat rekomendasi yang ditujukan M Amien Rais ke Nur Alam, agar Nur Alam menopang atau mendukung Ida sebagai cagub Sultra.
Dia tertawa saat disinggung pernyataan Ida bahwa Nur Alam punya jaringan kulturan di PAN Sultra. Menurut Nur Alam biar masyarakat nanti yang menilai.
"Saya no comment dulu. Ha-ha-ha. Nanti masyarakat aja," ujar Nur Alam di basement Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/12/2017) malam.
Kedatangan Ida secara spesifik untuk melobi Nur Alam terkait keinginan Laode Ida maju sebagai calon gubernur Sultra. Laode Ida tiba di dalam ruang persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pukul 16.57 WIB.
Ida mengenakan kemeja putih lengan pendekbermotif gambar-gambar. Ida yang juga berasal dari Sultra ini duduk di bangku pengunjung sidang bagian belakang di sudut kiri.
Di sela sidang perkara Nur Alam, Ida sempat berbincang dengan Maqdir Ismail selaku Ketua Tim Penasihat Hukum Nur Alam.
Saat persidangan ditutup pukul 17.40 WIB, Ida langsung menyalami dan berbicara selama beberapa menit dengan Nur Alam yang didampingi beberapa orang.
Ida memastikan, bahwa perbincangan bersama Nur Alam sembari jalan berkaitan dengan rencana Ida maju sebagai calon gubernur Sultra.
"Iya memang begitu. Membicarakan soal calon gubernur Sulawesi Tenggara. Ya tadi dengar sendiri, kalian dengar, kalau saya maju, dia topang dengan caranya sendiri," ujar Ida di lobi depan Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (18/12/2017).
Mantan wakil ketua DPD RI ini menuturkan, dalam pembicaraan dengan Nur Alam juga disinggung tentang dua hal. Pertama, kans Ida diusung oleh PAN.
Ida menceritakan, sudah ada surat dari pendiri dan Ketua Dewan Kehormatan DPP PAN M Amien Rais sudah memberikan surat ke Nur Alam. Isi surat tersebut, Amien meminta Nur Alam menopang Ida yang maju sebagai cagub.
"Nah sebetulnya kalau anda tahu bahwa PAN, tadi dia (Nur Alam) bilang sama saya, dia sudah baca suratnya Pak Amien Rais. Pak Amien Rais minta khusus Nur Alam untuk menopang itu. Beliau sudah (baca), karena saya tidak baca suratnya, suratnya itu langsung diantar ke beliau," timpalnya.
Bagi Ida, tidak menjadi soalnya jika saat ini Nur Alam bukan lagi ketua DPW Sultra. Menurut dia, dukungan terhadap pencalonan dari tiket PAN bukan melihat posisi? Nur Alam di DPW. Ida menilai, PAN di Sultra adalah PAN kulturalis. Secara kultural, PAN di Sultra juga masih berada di bawah Nur Alam.
"PAN struktural bisa berada di tangan yang lain. Tetapi secara kultur kenapa orang ber-PAN di Sulawesi Tenggara itu, tidak bisa dilepaskan dari peran Nur Alam selama ini. Kemudian ketua-ketua PAN di kabupaten-kota (di) Sulawesi Tenggara saat ini, itu kalau mau jujur dengan hati mereka ya, itu mereka eksis karena Nur Alam. Oleh karena itu jasanya dilihat pada saat sekarang ini. Jadi tidak berarti wah Nur Alam ini tidak struktur PAN, sehingga dia tidak berpengaruh, nggak seperti itu. Secara kultur Sulawesi Tenggara itu milih PAN," timpalnya.
Hal kedua yang dibicarakan adalah gubernur yang harusnya menjabat setelah Nur Alam apakah dari wilayah daratan atau kepulauan. Menurut Ida, saat ini semestinya giliran kepulauan. Sementara Nur Alam naik dari wilayah daratan.
"Jadi kita ada, tadi bicarakan sendiri, sebetulnya sekarang giliran kepulauan. Terbuka dia (Nur Alam). Kalau saya mau dia maju, partai politik dia topang," imbuhnya.
Ida mengaku kedatangannya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus sembari menyaksikan persidangan Nur Alam juga harus dilihat dari seluruh konteks Ida sebagai warga negara, sebagai masyarakat yang berasal dari Sultra, dan sebagai Komisioner ORI. Kedatangan Ida karena diajak temannya. Hanya saja Ida tidak menyebut namanya.
"Terkait (konteks) semuanya lah. Saya kan, kalau saya enggak pernah saya hadir di Pengadilan Tipikor (persidangan) siapapun yang berperkara. Baru kali ini, kan diajak teman ke sini.Kebetulan ada yang mau saya bicarakan dengan pak Nur Alam," tegasnya.
Ida menggariskan, dari sisi konteks jabatannya sebagai Komisioner ORI maka fakta persidangan perkara Nur Alam ada kaitan dengan tugas Ida di ORI.
Dia mencontohkan dalam persidangan terungkap keterangan saksi-saksi bahwa memang masih banyak izin-izin pertambangan di Sultra yang masih Non Clear and Clean (Non CnC).
Pasalnya, selama bertugas di ORI, Ida menerima sekitar 40 laporan tentang izin-izin pertambangan di berbagai daerah yang masih bermasalah.
?"Di Ombudsman saya handle itu. Tadi saya bicara dengan pak Maqdir tadi, memang yang membuat masalah itu sebenarnya memang jakarta, daerah turut berkontribusi masalah daerah. Munculnya persoalan dalam Non CnC. Ini aja, (akhirnya) ditutup, dibekukan sejumlah IUP," ungkap Ida.
Lantas apa tanggapan Nur Alam atas pembicaraannya dengan Laode Ida?, Nur Alam hanya tersenyum saat KORAN SINDO mendatanginya di depan ruang terdakwa di lantas dasar gedung pengadilan.
Nur Alam tidak mau berkomentar banyak tentang surat rekomendasi yang ditujukan M Amien Rais ke Nur Alam, agar Nur Alam menopang atau mendukung Ida sebagai cagub Sultra.
Dia tertawa saat disinggung pernyataan Ida bahwa Nur Alam punya jaringan kulturan di PAN Sultra. Menurut Nur Alam biar masyarakat nanti yang menilai.
"Saya no comment dulu. Ha-ha-ha. Nanti masyarakat aja," ujar Nur Alam di basement Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/12/2017) malam.
(sms)