Terisolir Tiga Hari Akibat Banjir, Warga Nekat Keluar Bertaruh Nyawa
A
A
A
PACITAN - Warga tiga dusun di Desa Kebon Dalem, Kecamatan Tegal Ombo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, terisolir dan kesulitan memenuhi kebutuhan pokok sehari hari. Hal ini setelah jembatan gantung yang menjadi akses satu-satunya warga rusak parah akibat diterjang banjir bandang Sungai Grindulu sejak Selasa malam lalu.
Beberapa warga kini terpaksa bertaruh nyawa untuk sekadar membeli beras keluar kampung, karena bantuan dari pemerintah tak kunjung mereka terima. Warga mengaku terpaksa nekad mempertaruhkan nyawa menyusuri jembatan gantung yang hampir putus, demi bisa memenuhi kebutuhan hidup.
Mereka menyeberang sungai hanya berbekal keberanian dan tanpa alat pengaman yang memadai. Warga mengandalkan kekuatan satu sisi jembatan yang masih utuh, padahal di bawahnya Sungai Grindulu berarus deras masih menebar ancaman. Sebab banjir dibagian hulu masih belum sepenuhnya surut.
Warga terlihat membawa kebutuhan barang pokok berupa beras dan bahan makanan untuk kelurganya dan titipan tetangga karena persediaan makanan di rumah sudah habis. “Harus bagaimana lagi, keluarga sudah kelaparan. Makanan di rumah habis, bantuan tidak datang,” ujar Gunawan, seorang warga, Kamis (30/11/2017).
Menurut dia, warga tidak punya pilihan lagi karena kelaparan. Apalagi jalan alternatif untuk bisa menyeberang membeli kebutuhan hidup sehari-hari harus melalui hutan dan kondisi jalan yang ekstrem sejauh 4 km. Sebelum diterjang banjir, jembatan yang masih sekitar dua tahun dibangun itu merupakan jalur utama bagi warga dari empat dusun atau sekitar 2.500 jiwa.
Sementara itu, Mutain, tokoh masyarakat setempat mengatakan, hingga hari ketiga pasca pasca banjir, bantuan dari pemerintah belum pernah mereka terima. “Kami sudah tiga hari kondisinya lumpuh total...makanan habis,” katanya.
Warga sangat berharap segera ada distribusi bantuan bahan pokok dan perbaikan jembatan agar aktivitas mereka berjalan normal kembali. Terlebih bagi anak-anak sekolah, aktivitasnya kini menjadi lumpuh sementara saat ini menjelang ujian.
Beberapa warga kini terpaksa bertaruh nyawa untuk sekadar membeli beras keluar kampung, karena bantuan dari pemerintah tak kunjung mereka terima. Warga mengaku terpaksa nekad mempertaruhkan nyawa menyusuri jembatan gantung yang hampir putus, demi bisa memenuhi kebutuhan hidup.
Mereka menyeberang sungai hanya berbekal keberanian dan tanpa alat pengaman yang memadai. Warga mengandalkan kekuatan satu sisi jembatan yang masih utuh, padahal di bawahnya Sungai Grindulu berarus deras masih menebar ancaman. Sebab banjir dibagian hulu masih belum sepenuhnya surut.
Warga terlihat membawa kebutuhan barang pokok berupa beras dan bahan makanan untuk kelurganya dan titipan tetangga karena persediaan makanan di rumah sudah habis. “Harus bagaimana lagi, keluarga sudah kelaparan. Makanan di rumah habis, bantuan tidak datang,” ujar Gunawan, seorang warga, Kamis (30/11/2017).
Menurut dia, warga tidak punya pilihan lagi karena kelaparan. Apalagi jalan alternatif untuk bisa menyeberang membeli kebutuhan hidup sehari-hari harus melalui hutan dan kondisi jalan yang ekstrem sejauh 4 km. Sebelum diterjang banjir, jembatan yang masih sekitar dua tahun dibangun itu merupakan jalur utama bagi warga dari empat dusun atau sekitar 2.500 jiwa.
Sementara itu, Mutain, tokoh masyarakat setempat mengatakan, hingga hari ketiga pasca pasca banjir, bantuan dari pemerintah belum pernah mereka terima. “Kami sudah tiga hari kondisinya lumpuh total...makanan habis,” katanya.
Warga sangat berharap segera ada distribusi bantuan bahan pokok dan perbaikan jembatan agar aktivitas mereka berjalan normal kembali. Terlebih bagi anak-anak sekolah, aktivitasnya kini menjadi lumpuh sementara saat ini menjelang ujian.
(thm)