Pihak Penyalur Mundur, Dana Hibah Guru Honorer Terancam Tak Cair
A
A
A
BANDUNG - Belasan ribu guru honorer di Kota Bandung resah. Dana hibah yang seharusnya mereka dapat setiap tahun dari Pemkot Bandung, terancam tak cair.
Ketidakpastian kapan dana hibah tersebut disalurkan terjadi lantaran sampai saat ini belum ada pihak ketiga atau organisasi yang ditunjuk Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Bandung untuk menyalurkan dana tersebut. Akibat kekisruhan ini, Forum Aksi Guru Indonesia (Fagi) Bandung mengancam menggelar aksi jika sampai 25 November 2017 mendatang dana hibah belum juga cair.
Persoalan itu terungkap dalam Obrolan Teras Sindo (OTS) bertema "Menyoal Dana Hibah Guru Honorer" yang disiarkan langsung Radio SINDO Trijaya FM dari rumah makan Alas Daun, Jalan Citarum Nomo 34, Kota Bandung, Selasa (31/10/2017). OTS merupakan diskusi ringan tanpa menghilangkan esensi yang terselenggara atas kerja sama Radio SiNDO Trijaya FM, KORAN SINDO, INewsTV Jabar, dan MNC Play.
Hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu, yakni Sekretaris Komisi D DPRD Kota Bandung Agus Gunawan, Kasi Pembinaan dan Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPTK) Disdik Kota Bandung Akhmad Taufan Hidayat, dan Ketua FAGI Bandung Iwan Hermawan.
Ketua FAGI Kota Bandung Iwan Hermawan mengatakan, 2017 merupakan tahun kelima persoalan pencairan dana hibah berulang. Melihat kondisi saat ini, dana hibah guru honorer terancam tidak cair, kelihatannya FAGI harus kembali menggelar aksi lagi, sebab sampai sekarang organisasi penyalur dana tersebut belum jelas.
Iwan menilai, kondisi itu merupakan bentuk ketidakseriusan Pemkot dan Disdik Kota Bandung dalam mengelola dana tersebut. Mestinya, harus ada kesungguhan dari setiap instansi. “Saya sepakat Komisi D mengundang semua organisasi guru, Disdik dan Inspektorat. Terus terang, kami merasa dipermainkan. Kami bisa gugat secara hukum masalah ini. Kalau kami mengancam menggugat dan menggelar aksi, itu serius,” kata Iwan.
Kasi PPPTK Disdik Kota Bandung Akhmad Taufan Hidayat mengatakan, pada 2016 Pemkot Bandung mengalokasi dana Rp60 miliar lebih untuk dana hibah guru honorer. Namun untuk tahun ini kemungkinan besaran dana itu menurun karena guru honorer SMA telah diambil alih kewenangannya oleh pemerintah provinsi.
Tahun lalu, jumlah guru honorer sekitar 16.000 orang. Penyaluran dana hibah guru honorer ini didasarkan oleh peraturan wali kota (perwal). Disdik Kota Bandung, kata Taufan, telah merekomendasikan PGRI sebagai organisasi atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk menyalurkan dana tersebut.
Namun pada 18 Oktober 2017 lalu, PGRI mengundurkan diri dengan mengajukan surat ketidaksanggupan. “Namun surat ketidaksanggupan itu tak otomatis membatalkan penunjukkan PGRI. Karena proses penyaluran bisa dibantu oleh TP4D. Karena itu, Disdik Kota Bandung tetap mendorong PGRI jadi penyalur,” kata Taufan.
Dia membenarkan, pada 2016 FAGI Bandung merupakan salah satu organisasi yang dicalonkan sebagai penyalur dana hibah guru honorer. Karena masih calon maka bisa gugur. Setelah melalui rapat pimpinan, Disdik Kota Bandung akhirnya menetapkan PGRI yang ditunjuk sebagai penyalur pada tahun anggaran 2017.
“Yang jadi persoalan, diujung tahun PGRI menyatakan tak sanggup. Padahal kami menilai PGRI merupakan organisasi yang telah untuk menyalurkan dana hibah karena ini organisasi guru. Saat ini yang terutama diperhatikan adalah, bagaimana caranya agar dana ini tetap cair karena sudah dinanti oleh para guru honorer,” tandas Taufan.
Sementara Sekretaris Komisi D DPRD Kota Bandung Agus Gunawan, berpendapat, Disdik Kota Bandung harus tegas dalam menyelesaikan persoalan ini. Jika memang merekomendasikan PGRI sebagai penyalur, dampingi dan arahkan. PGRI harus bertanggung jawab, tidak bisa mengundurkan diri di tengah jalan.
Seharusnya, kata dia, proses penyaluran dana ini dipersiapkan sejak awal agar di penghujung tahun yang merupakan tenggat waktu pencairan, tak terjadi masalah seperti ini. “Saya lihat ini masalah klasik. Setiap tahun terulang. PGRI harus bertanggung jawab. Mudah-mudahan PGRI sanggup. Sebab penyaluran dana ini jangan sampai melewati tahun anggaran. Jika itu terjadi, pasti Disdik akan berhadapan dengan aparat hukum,” tutur Agus.
Agus menyatakan, sebelum dana hibah disalurkan, Disdik Kota Bandung harus menetapkan kriteria jelas guru honorer yang berhak menerima. Perlu ada kajian mendalam. Proses ini harus dilakukan sejak awal tahun. Misalnya, jumlah jam mengajar, benar-benar mengajar di Kota Bandung, masa kerja, dan lain-lain. Harus ada seleksi, verifikasi, dan validasi ketat.
“Kalau kriteria telah ditetapkan, saya yakin jumlah guru honorer yang berhak menerima tak lebih dari 16.000. Bahkan bisa kurang dari itu,” pungkasnya.
Ketidakpastian kapan dana hibah tersebut disalurkan terjadi lantaran sampai saat ini belum ada pihak ketiga atau organisasi yang ditunjuk Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Bandung untuk menyalurkan dana tersebut. Akibat kekisruhan ini, Forum Aksi Guru Indonesia (Fagi) Bandung mengancam menggelar aksi jika sampai 25 November 2017 mendatang dana hibah belum juga cair.
Persoalan itu terungkap dalam Obrolan Teras Sindo (OTS) bertema "Menyoal Dana Hibah Guru Honorer" yang disiarkan langsung Radio SINDO Trijaya FM dari rumah makan Alas Daun, Jalan Citarum Nomo 34, Kota Bandung, Selasa (31/10/2017). OTS merupakan diskusi ringan tanpa menghilangkan esensi yang terselenggara atas kerja sama Radio SiNDO Trijaya FM, KORAN SINDO, INewsTV Jabar, dan MNC Play.
Hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu, yakni Sekretaris Komisi D DPRD Kota Bandung Agus Gunawan, Kasi Pembinaan dan Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPTK) Disdik Kota Bandung Akhmad Taufan Hidayat, dan Ketua FAGI Bandung Iwan Hermawan.
Ketua FAGI Kota Bandung Iwan Hermawan mengatakan, 2017 merupakan tahun kelima persoalan pencairan dana hibah berulang. Melihat kondisi saat ini, dana hibah guru honorer terancam tidak cair, kelihatannya FAGI harus kembali menggelar aksi lagi, sebab sampai sekarang organisasi penyalur dana tersebut belum jelas.
Iwan menilai, kondisi itu merupakan bentuk ketidakseriusan Pemkot dan Disdik Kota Bandung dalam mengelola dana tersebut. Mestinya, harus ada kesungguhan dari setiap instansi. “Saya sepakat Komisi D mengundang semua organisasi guru, Disdik dan Inspektorat. Terus terang, kami merasa dipermainkan. Kami bisa gugat secara hukum masalah ini. Kalau kami mengancam menggugat dan menggelar aksi, itu serius,” kata Iwan.
Kasi PPPTK Disdik Kota Bandung Akhmad Taufan Hidayat mengatakan, pada 2016 Pemkot Bandung mengalokasi dana Rp60 miliar lebih untuk dana hibah guru honorer. Namun untuk tahun ini kemungkinan besaran dana itu menurun karena guru honorer SMA telah diambil alih kewenangannya oleh pemerintah provinsi.
Tahun lalu, jumlah guru honorer sekitar 16.000 orang. Penyaluran dana hibah guru honorer ini didasarkan oleh peraturan wali kota (perwal). Disdik Kota Bandung, kata Taufan, telah merekomendasikan PGRI sebagai organisasi atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk menyalurkan dana tersebut.
Namun pada 18 Oktober 2017 lalu, PGRI mengundurkan diri dengan mengajukan surat ketidaksanggupan. “Namun surat ketidaksanggupan itu tak otomatis membatalkan penunjukkan PGRI. Karena proses penyaluran bisa dibantu oleh TP4D. Karena itu, Disdik Kota Bandung tetap mendorong PGRI jadi penyalur,” kata Taufan.
Dia membenarkan, pada 2016 FAGI Bandung merupakan salah satu organisasi yang dicalonkan sebagai penyalur dana hibah guru honorer. Karena masih calon maka bisa gugur. Setelah melalui rapat pimpinan, Disdik Kota Bandung akhirnya menetapkan PGRI yang ditunjuk sebagai penyalur pada tahun anggaran 2017.
“Yang jadi persoalan, diujung tahun PGRI menyatakan tak sanggup. Padahal kami menilai PGRI merupakan organisasi yang telah untuk menyalurkan dana hibah karena ini organisasi guru. Saat ini yang terutama diperhatikan adalah, bagaimana caranya agar dana ini tetap cair karena sudah dinanti oleh para guru honorer,” tandas Taufan.
Sementara Sekretaris Komisi D DPRD Kota Bandung Agus Gunawan, berpendapat, Disdik Kota Bandung harus tegas dalam menyelesaikan persoalan ini. Jika memang merekomendasikan PGRI sebagai penyalur, dampingi dan arahkan. PGRI harus bertanggung jawab, tidak bisa mengundurkan diri di tengah jalan.
Seharusnya, kata dia, proses penyaluran dana ini dipersiapkan sejak awal agar di penghujung tahun yang merupakan tenggat waktu pencairan, tak terjadi masalah seperti ini. “Saya lihat ini masalah klasik. Setiap tahun terulang. PGRI harus bertanggung jawab. Mudah-mudahan PGRI sanggup. Sebab penyaluran dana ini jangan sampai melewati tahun anggaran. Jika itu terjadi, pasti Disdik akan berhadapan dengan aparat hukum,” tutur Agus.
Agus menyatakan, sebelum dana hibah disalurkan, Disdik Kota Bandung harus menetapkan kriteria jelas guru honorer yang berhak menerima. Perlu ada kajian mendalam. Proses ini harus dilakukan sejak awal tahun. Misalnya, jumlah jam mengajar, benar-benar mengajar di Kota Bandung, masa kerja, dan lain-lain. Harus ada seleksi, verifikasi, dan validasi ketat.
“Kalau kriteria telah ditetapkan, saya yakin jumlah guru honorer yang berhak menerima tak lebih dari 16.000. Bahkan bisa kurang dari itu,” pungkasnya.
(thm)