JPU Tolak Pleidoi Buni Yani
A
A
A
BANDUNG - Tim jaksa penuntut umum (JPU) tetap berpegang kepada tuntutan yang menyatakan terdakwa kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Buni Yani bersalah. Karena itu, JPU menolak semua pleidoi yang disampaikan tim kuasa hukum terdakwa.
Replik tim JPU dari Kejari Depok, Kejati Jabar, dan Kejaksaan Agung (Kejagung) tersebut disampaikan dalam sidang di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jalan Seram, Selasa (24/10/2017).
Dalam persidangan, replik dibacakan secara bergantian oleh tim JPU. Persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim M Saptono itu berlangsung tenang. Massa Aliansi Pergerakan Islam (API) Jabar yang biasanya menggelar orasi di halaman gedung, kali ini tidak beraksi.
Ketua Tim JPU Andi M Taufik mengatakan, intinya JPU membantah pleidoi yang diajukan terdakwa melalui tim penasihat hukum pada Selasa, 17 Oktober 2017. JPU tidak menerima atau menolak semua pembelaan yang disampaikan kuasa hukum dalam pleidoi. Jadi, JPU meminta majelis hakim memvonis terdakwa Buni Yani sesuai dakwaan dan tuntutan.
JPU menuntut Buni Yani dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta atau subsidair tiga bulan kurungan. Buni Yani dinilai terbukti melanggar Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Kami tetap bersikukuh pada tuntutan kami. Ada lima lima poin yang kami sampaikan bahwa terdakwa bersalah. Pertama, dakwaan itu menurut terdakwa cacat, tapi masalah itu (dakwaan) dalam putusan sela sudah dianggap sah oleh majelis hakim. Kedua, alat bukti-alat bukti yang uraiannya ada unsur pidana yang menurut mereka tidak terbukti, tetapi alat bukti sepert saksi surat petunjuk dan saksi ahli telah menyatakan ada unsur pidana. Terdakwa juga mengakui bahwa handphone itu memang milik dia sendiri sehingga apa lagi yang harus diragukan," kata Andi seusai sidang.
Sementara itu, Aldwin Rahardian, penasihat hukum terdakwa Buni Yani mengatakan, replik atau bantahan setebal 22 halaman yang disampaikan JPU terhadap pleidoi hanya mengulang isi dakwaan dan tuntutan. "Sangat normatif. Intinya menolak saja tanpa ada argumentasi dan dasar hukum atas pleidoi yang kami sampaikan. Jadi, pokoknya menolak tanpa ada penjelasan, dasar hukum, dan argumentasi yang berlandaskan hukum serta fakta persidangan," kata Aldwin.
Terdakwa Buni Yani mengemukakan, selama JPU menyampaikan replik, dia jadi mengantuk. Pleidoi setebal 166 halaman hanya dijawab dengan 22 halaman.
Setelah replik selesai dibacakan, ketua majelis hakim M Saptono meminta pendapat penasihat hukum. Tim penasihat hukum akan mengajukan duplik atau jawaban atas replik pada pekan depan, Selasa (31/10/2017).
"Ya sudah. Dengan demikian sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan duplik dari penasihat hukum pada Selasa, 31 Oktober 2017. Sidang kali ini ditutup," ujar Saptono.
Replik tim JPU dari Kejari Depok, Kejati Jabar, dan Kejaksaan Agung (Kejagung) tersebut disampaikan dalam sidang di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jalan Seram, Selasa (24/10/2017).
Dalam persidangan, replik dibacakan secara bergantian oleh tim JPU. Persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim M Saptono itu berlangsung tenang. Massa Aliansi Pergerakan Islam (API) Jabar yang biasanya menggelar orasi di halaman gedung, kali ini tidak beraksi.
Ketua Tim JPU Andi M Taufik mengatakan, intinya JPU membantah pleidoi yang diajukan terdakwa melalui tim penasihat hukum pada Selasa, 17 Oktober 2017. JPU tidak menerima atau menolak semua pembelaan yang disampaikan kuasa hukum dalam pleidoi. Jadi, JPU meminta majelis hakim memvonis terdakwa Buni Yani sesuai dakwaan dan tuntutan.
JPU menuntut Buni Yani dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta atau subsidair tiga bulan kurungan. Buni Yani dinilai terbukti melanggar Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Kami tetap bersikukuh pada tuntutan kami. Ada lima lima poin yang kami sampaikan bahwa terdakwa bersalah. Pertama, dakwaan itu menurut terdakwa cacat, tapi masalah itu (dakwaan) dalam putusan sela sudah dianggap sah oleh majelis hakim. Kedua, alat bukti-alat bukti yang uraiannya ada unsur pidana yang menurut mereka tidak terbukti, tetapi alat bukti sepert saksi surat petunjuk dan saksi ahli telah menyatakan ada unsur pidana. Terdakwa juga mengakui bahwa handphone itu memang milik dia sendiri sehingga apa lagi yang harus diragukan," kata Andi seusai sidang.
Sementara itu, Aldwin Rahardian, penasihat hukum terdakwa Buni Yani mengatakan, replik atau bantahan setebal 22 halaman yang disampaikan JPU terhadap pleidoi hanya mengulang isi dakwaan dan tuntutan. "Sangat normatif. Intinya menolak saja tanpa ada argumentasi dan dasar hukum atas pleidoi yang kami sampaikan. Jadi, pokoknya menolak tanpa ada penjelasan, dasar hukum, dan argumentasi yang berlandaskan hukum serta fakta persidangan," kata Aldwin.
Terdakwa Buni Yani mengemukakan, selama JPU menyampaikan replik, dia jadi mengantuk. Pleidoi setebal 166 halaman hanya dijawab dengan 22 halaman.
Setelah replik selesai dibacakan, ketua majelis hakim M Saptono meminta pendapat penasihat hukum. Tim penasihat hukum akan mengajukan duplik atau jawaban atas replik pada pekan depan, Selasa (31/10/2017).
"Ya sudah. Dengan demikian sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan duplik dari penasihat hukum pada Selasa, 31 Oktober 2017. Sidang kali ini ditutup," ujar Saptono.
(zik)