Ujian Doktor, Kapolres Malang Kota Tekankan Deradikalisasi Eks Teroris

Selasa, 15 Agustus 2017 - 17:07 WIB
Ujian Doktor, Kapolres...
Ujian Doktor, Kapolres Malang Kota Tekankan Deradikalisasi Eks Teroris
A A A
MALANG - Kepala Polres Malang Kota AKBP Hoiruddin Hasibuan menjalani ujian doktor terbuka untuk meraih gelar doktor bidang hukum di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Malang, Selasa (15/8/2017). Disertasi yang ditulisnya berjudul Reformulasi Kebijakan Deradikalisasi Mantan Narapidana Terorisme Dalam Upaya Penanggulan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia.

Menurut mantan anggota Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) tersebut, terorisme masih menjadi salah satu masalah besar bagi bangsa Indonesia. Berbagai upaya penanggulangan terorisme, memang sudah dilaksanakan melalui program deradikalisasi. Tetapi, hasilnya masih belum maksimal dan terbukti banyak terjadi aksi teror yang mengganggu keamanan masyarakat.

Masih belum tuntasnya upaya menekan aksi terorisme melalui program deradikalisasi ini dibuktikan dengan adanya 35 orang pelaku terorisme yang merupakan mantan narapidana kasus terorisme. Jumlah tersebut mencapai 7,7% dari total jumlah terpidana terorisme di Indonesia, yang telah menjalani masa pidananya.

“Tingginya angka residivis yang kembali menjadi teroris tersebut, menjadi bukti bahwa kebijakan deradikalisasi yang selama ini dijalankan, belum cukup efektif mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana terorisme,” paparnya.

Dia mengungkapkan, berdasarkan analisa masalah yang dilakukannya, saat ini ada kelemahan mendasar dalam peraturan terkait program deradikalisasi untuk para mantan narapidana kasus tindak pidana terorisme. Deradikalisasi yang dijalankan belum memiliki konsep dan program yang jelas. Program dijalankan tanpa pengukuran keberhasilan, monitoring, serta evaluasi yang jelas. “Aturan yang ada, yakni Undang-Undang No 15 Tahun 2003, Perpres No 46 Tahun 2010, dan Undang-Undang No 12 Tahun 1995, belum menjadi satu-kesatuan pengaturan yang logis dan konsisten,” ungkapnya.

Menurut dia, program deradikalisasi, harus diberikan payung hukum yang jelas. Utamanya, harus mampu mengatur secara khusus deradikalisasi mantan narapidana. Kondisi ini, menurut Hoiruddin harus disikapi dengan perubahan UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sebab, kebijakan yang ada di dalamnya sudah tidak sesuai kebutuhan saat ini.

Baginya, saat ini sudah saatnya menetapkan deradikalisasi mantan narapidana terorisme sebagai bagian penting dari kebijakan penanggulangan tindak pidana terorisme. Perlu dilakukan pergeseran paradigma tentang teroris. Yakni, teroris tidak lagi dipahami sebagai penjahat, tetapi dipandang sebagai korban ideologi yang keliru, sehingga harus direhabilitasi, dan diintegrasi dengan masyarakat pascakeluar dari lembaga pemasyarakatan.

Kepala Polisi Daerah Jawa Timur, Irjen Pol Machfud Arifin, yang turut hadir menyaksikan ujian doktoral terbuka di FH UB menyatakan, program deradikalisasi yang terintegrasi sangat dibutuhkan untuk mencegah terus tumbuhnya gerakan terorisme di Indonesia.

Dia menyebutkan, untuk di wilayah Jawa Timur, upaya deradikalisasi dilakukan dengan mengubah pola pikir terhadap pemahaman-pemahaman yang tidak benar. “Kami terus melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah, pondok pesantren, dan masyarakat luas. Kita libatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, dan BNPT,” paparnya.
(mcm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1295 seconds (0.1#10.140)