Baru 15 Tahun, 2 Mahasiswa Kedokteran Ini Jadi yang Termuda di Unair
A
A
A
SURABAYA - M Faiz Awwaludin Almubarok dan Chaq El Chaq Zamzam Multazam menjadi mahasiswa termuda yang diterima di Universitas Airlangga (Unair). Selain jadi yang termuda, keduanya juga sama-sama lulus di Fakultas Kedokteran. Namun, kisah keduanya berbeda.
Saat ditanya apa kiat khususnya sehingga bisa meraih prestasinya itu, M Faiz Awwaludin Almubarok yang lahir di Gresik 11 Desember 2001 mengatakan, tidak ada. Namun, anak pasangan Muhamad Irwani dan Siti Nur Husnul ini mengaku selalu belajar sungguh-sungguh. “Biasa saja, ya belajar terus sampai sekarang ini,” katanya saat berbincang dengan SINDOnews, Jumat (11/8/2017).
Faiz mengungkapkan, proses pembelajaran yang dia tempuh agak berbeda dengan siswa pada umumnya. Dia tidak pernah menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak (TK). Umur empat tahun, Faiz sudah masuk sekolah dasar (SD), yang seharusnya baru bisa dimasukinya saat berusia enam atau tujuh tahun. “Saya langsung masuk SD, enggak pernah TK,” tambahnya.
Selama menempuh pendidikan di SD, dia jalani secara normal dan lulus pada usia 10 tahun. Nah, memasuki jenjang SMP dan SMA, anak pertama dari empat bersaudara ini mengikuti program percepatan atau akselerasi. Saat itu dia di SMP sekaligus Pondok Pesantren (Ponpes) Ammanatul Ummah, Pacet, Mojokerto. “SMP saya tempuh dua tahun. Kalau SMA saya normal saja waktunya,” ungkapnya.
Setelah dinobatkan dan dikukuhkan sebagai mahasiswa baru Unair, Faiz pun tidak akan memasang target untuk lulus lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Pria asal Jalan Randupuka, Gresik ini, hanya bertekad akan menjalaninya dengan maksimal untuk mendapatkan hasil terbaik. “Ya, pokoknya saya jalani dengan maksimal. Mohon doanya,” tambah Faiz.
Meski rumahnya di Gresik, dia tidak setiap hari pulang pergi dari rumah ke kampus. Pengoleksi uang kuno ini memilih tinggal di ponpes yang berada di sekitar kampus tempat dia menimba ilmu. “Saya ingin kuliah sambil mendalami ilmu agama,” tutur Faiz yang memang bercita-cita menjadi dokter ini.
Orang tuanya, M Irhamni menuturkan, ia selalu memotivasi dan memberikan pendidikan yang terbaik buat anaknya. “Kami sadar bahwa semua ini yang menjalani putra kami, kami hanya memotivasi. Mengenai tinggal di pesantren, kami hanya mengarahkan dan alhamdulillah anaknya juga punya tekad untuk mendalami ilmu agama lebih dalam lagi,” paparnya.
Sementara itu, mahasiswa termuda lainnya di FK Unair, Chaq El Chaq Zamzam Multazam yang akrab disapa Zamzam mengatakan,sejak kecil sudah banyak mencetak prestasi. Di bangku TK, Zamzam yang memiliki dua saudara kandung ini pernah menjuarai lomba bercerita tentang pengalaman pribadi. Di tingkat SD, Zamzam berhasil mewakili negara Indonesia pada olimpiade matematika yang saat itu berlangsung di Filipina.
Saat menginjak kelas X SMA, ia mengikuti ekstrakurikuler karya ilmiah remaja. Hasilnya diapresiasi oleh Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia karena dianggap memiliki gagasan terunik mengenai penyakit tuberculosis (TB).
“Saat itu saya sering konsultasi dengan bapak. TBC merupakan penyakit menular yang penderitanya tiap tahun terus bertambah. Dari kesukaan saya terhadap pelajaran Matematika, saya berusaha menjawab permasalahan itu,” tutur Zamzam.
Mahasiswa baru itu menciptakan rumus pemodelan matematika untuk mengalkulasi jumlah penderita penyakit TB di Lamongan. Dengan pemodelan tersebut, pemangku kebijakan bisa memonitor beberapa data seperti jumlah penderita dan angka kesembuhan.
Saat ditanya apa kiat khususnya sehingga bisa meraih prestasinya itu, M Faiz Awwaludin Almubarok yang lahir di Gresik 11 Desember 2001 mengatakan, tidak ada. Namun, anak pasangan Muhamad Irwani dan Siti Nur Husnul ini mengaku selalu belajar sungguh-sungguh. “Biasa saja, ya belajar terus sampai sekarang ini,” katanya saat berbincang dengan SINDOnews, Jumat (11/8/2017).
Faiz mengungkapkan, proses pembelajaran yang dia tempuh agak berbeda dengan siswa pada umumnya. Dia tidak pernah menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak (TK). Umur empat tahun, Faiz sudah masuk sekolah dasar (SD), yang seharusnya baru bisa dimasukinya saat berusia enam atau tujuh tahun. “Saya langsung masuk SD, enggak pernah TK,” tambahnya.
Selama menempuh pendidikan di SD, dia jalani secara normal dan lulus pada usia 10 tahun. Nah, memasuki jenjang SMP dan SMA, anak pertama dari empat bersaudara ini mengikuti program percepatan atau akselerasi. Saat itu dia di SMP sekaligus Pondok Pesantren (Ponpes) Ammanatul Ummah, Pacet, Mojokerto. “SMP saya tempuh dua tahun. Kalau SMA saya normal saja waktunya,” ungkapnya.
Setelah dinobatkan dan dikukuhkan sebagai mahasiswa baru Unair, Faiz pun tidak akan memasang target untuk lulus lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Pria asal Jalan Randupuka, Gresik ini, hanya bertekad akan menjalaninya dengan maksimal untuk mendapatkan hasil terbaik. “Ya, pokoknya saya jalani dengan maksimal. Mohon doanya,” tambah Faiz.
Meski rumahnya di Gresik, dia tidak setiap hari pulang pergi dari rumah ke kampus. Pengoleksi uang kuno ini memilih tinggal di ponpes yang berada di sekitar kampus tempat dia menimba ilmu. “Saya ingin kuliah sambil mendalami ilmu agama,” tutur Faiz yang memang bercita-cita menjadi dokter ini.
Orang tuanya, M Irhamni menuturkan, ia selalu memotivasi dan memberikan pendidikan yang terbaik buat anaknya. “Kami sadar bahwa semua ini yang menjalani putra kami, kami hanya memotivasi. Mengenai tinggal di pesantren, kami hanya mengarahkan dan alhamdulillah anaknya juga punya tekad untuk mendalami ilmu agama lebih dalam lagi,” paparnya.
Sementara itu, mahasiswa termuda lainnya di FK Unair, Chaq El Chaq Zamzam Multazam yang akrab disapa Zamzam mengatakan,sejak kecil sudah banyak mencetak prestasi. Di bangku TK, Zamzam yang memiliki dua saudara kandung ini pernah menjuarai lomba bercerita tentang pengalaman pribadi. Di tingkat SD, Zamzam berhasil mewakili negara Indonesia pada olimpiade matematika yang saat itu berlangsung di Filipina.
Saat menginjak kelas X SMA, ia mengikuti ekstrakurikuler karya ilmiah remaja. Hasilnya diapresiasi oleh Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia karena dianggap memiliki gagasan terunik mengenai penyakit tuberculosis (TB).
“Saat itu saya sering konsultasi dengan bapak. TBC merupakan penyakit menular yang penderitanya tiap tahun terus bertambah. Dari kesukaan saya terhadap pelajaran Matematika, saya berusaha menjawab permasalahan itu,” tutur Zamzam.
Mahasiswa baru itu menciptakan rumus pemodelan matematika untuk mengalkulasi jumlah penderita penyakit TB di Lamongan. Dengan pemodelan tersebut, pemangku kebijakan bisa memonitor beberapa data seperti jumlah penderita dan angka kesembuhan.
(mcm)