La Nyalla: Pesantren di Jatim Harus Jadi Sentra Produk Halal
A
A
A
MAGETAN - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur (Jatim) La Nyalla Mahmud Mattalitti menilai, pesantren yang banyak tersebar di Jatim sudah seharusnya menjadi basis atau sentra produk halal. Dengan begitu, pesantren bisa menjadi fondasi penguatan ekonomi umat.
Bakal calon gubernur (cagub) Jatim ini mengatakan, Jatim merupakan gudangnya pesantren karena di provinsi ini ada 4.000 pesantren. Sayangnya, nyaris tidak terdengar ada produk halal yang diproduksi dari Jatim. Padahal jika ini diproduksi, potensinya sangat besar.
“Pasar produk halal di Indonesia sangat tinggi karena populasi muslimnya sangat banyak. Belum lagi bicara pasar dunia, ada 1,5 miliar jiwa Muslim atau 23% dari populasi dunia,” kata La Nyalla saat bersilaturahmi ke Ponpes Hidayatul Mubtadiin, asuhan KH Luqman Hidayat di Plaosan, Magetan, Sabtu (5/8/2017).
Menurut La Nyalla, usaha ekonomi pesantren di Jatim belum dioptimalkan karena pesantren hanya dipandang dari aspek pendidikan dan politik. Umat Muslim harus mandiri dan sejahtera. Itu harus diawali dengan membangun usaha. Namun, ini dilakukan tanpa harus meninggalkan khittahnya atau dasarnya sebagai tempat pendidikan. “Terkadang pesantren hanya dianggap sebagai sisi politik, artinya diperhatikan saat ada pilkada. Tapi tidak pernah diberdayakan ketika sudah menjabat,” ujarnya.
Dalam pencalonannya sebagai orang nomor satu di Jatim, La Nyalla mengusung sejumlah program prioritas di antaranya membangun ketahanan ekonomi pesantren. Bagaimana ekonomi berbasis pesantren dibangun? “Sebagai pengusaha, saya terbiasa berpikir out of the box. Sudah saatnya koperasi-koperasi pesantren tidak lagi berorientasi ke dalam. Tidak nyaman dengan hanya punya pasar santri pondok dan lingkungan sekitar. Pesantren harus menjadikan umat Islam di seluruh dunia menjadi sasaran market,” ujarnya.
Menurut La Nyalla, hal itu bisa digarap melalui sentuhan kolaborasi antarpesantren dalam mengembangkan 'Halal Produk Made In Pesantren'. “Bisnis harus efisien. Kita bangun jaringan. Misalnya, kita akan mulai mimpi besar merajai pasar halal food. Sinergikan pesantren di basis pertanian seperti Magetan dan sekitarnya, mereka bisnis hulunya. Lalu gabungkan dengan pesantren yang dekat lokasi pasar terbesar, seperti Pasuruan, Sidoarjo, Gresik, Lamongan. Mereka bikin bisnis hilirnya. Kalau perlu kita buka di mal-mal di seluruh Indonesia dengan brand halal ala pesantren Jatim,” paparnya.
Sementara itu, pengasuh Ponpes Hidayatul Mubtadiin KH Luqman Hidayat mengatakan, pesantrennya kini mempunyai sejumlah usaha, seperti ternak sapi, produksi tahu, pertanian, dan gerai ritel. Namun, selama ini belum ada terobosan berarti karena minimnya pemberdayaan. “Kami mengharapkan pemimpin yang bisa membimbing pesantren mampu mencetak wirausahawan. Pak La Nyalla memenuhi kriteria tersebut karena beliau pengusaha,” ujarnya.
Bakal calon gubernur (cagub) Jatim ini mengatakan, Jatim merupakan gudangnya pesantren karena di provinsi ini ada 4.000 pesantren. Sayangnya, nyaris tidak terdengar ada produk halal yang diproduksi dari Jatim. Padahal jika ini diproduksi, potensinya sangat besar.
“Pasar produk halal di Indonesia sangat tinggi karena populasi muslimnya sangat banyak. Belum lagi bicara pasar dunia, ada 1,5 miliar jiwa Muslim atau 23% dari populasi dunia,” kata La Nyalla saat bersilaturahmi ke Ponpes Hidayatul Mubtadiin, asuhan KH Luqman Hidayat di Plaosan, Magetan, Sabtu (5/8/2017).
Menurut La Nyalla, usaha ekonomi pesantren di Jatim belum dioptimalkan karena pesantren hanya dipandang dari aspek pendidikan dan politik. Umat Muslim harus mandiri dan sejahtera. Itu harus diawali dengan membangun usaha. Namun, ini dilakukan tanpa harus meninggalkan khittahnya atau dasarnya sebagai tempat pendidikan. “Terkadang pesantren hanya dianggap sebagai sisi politik, artinya diperhatikan saat ada pilkada. Tapi tidak pernah diberdayakan ketika sudah menjabat,” ujarnya.
Dalam pencalonannya sebagai orang nomor satu di Jatim, La Nyalla mengusung sejumlah program prioritas di antaranya membangun ketahanan ekonomi pesantren. Bagaimana ekonomi berbasis pesantren dibangun? “Sebagai pengusaha, saya terbiasa berpikir out of the box. Sudah saatnya koperasi-koperasi pesantren tidak lagi berorientasi ke dalam. Tidak nyaman dengan hanya punya pasar santri pondok dan lingkungan sekitar. Pesantren harus menjadikan umat Islam di seluruh dunia menjadi sasaran market,” ujarnya.
Menurut La Nyalla, hal itu bisa digarap melalui sentuhan kolaborasi antarpesantren dalam mengembangkan 'Halal Produk Made In Pesantren'. “Bisnis harus efisien. Kita bangun jaringan. Misalnya, kita akan mulai mimpi besar merajai pasar halal food. Sinergikan pesantren di basis pertanian seperti Magetan dan sekitarnya, mereka bisnis hulunya. Lalu gabungkan dengan pesantren yang dekat lokasi pasar terbesar, seperti Pasuruan, Sidoarjo, Gresik, Lamongan. Mereka bikin bisnis hilirnya. Kalau perlu kita buka di mal-mal di seluruh Indonesia dengan brand halal ala pesantren Jatim,” paparnya.
Sementara itu, pengasuh Ponpes Hidayatul Mubtadiin KH Luqman Hidayat mengatakan, pesantrennya kini mempunyai sejumlah usaha, seperti ternak sapi, produksi tahu, pertanian, dan gerai ritel. Namun, selama ini belum ada terobosan berarti karena minimnya pemberdayaan. “Kami mengharapkan pemimpin yang bisa membimbing pesantren mampu mencetak wirausahawan. Pak La Nyalla memenuhi kriteria tersebut karena beliau pengusaha,” ujarnya.
(mcm)