Angka Kemiskinan DIY Tertinggi se-Jawa
A
A
A
YOGYAKARTA - Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sampai saat ini, angka kemiskinan di DIY mencapai 13,1% atau tertinggi se-Pulau Jawa.
Ketua Pansus Pembahasan LKPj Gubernur DIY Akhir Masa Jabatan 2012-2017 Arif Setiadi menyebut angka kemiskinan di DIY menunjukkan kecenderungan menurun dari angka 15,9% pada 2012 menjadi 13,1% di 2016 atau rata-rata penurunan kemiskinan selama lima tahun adalah sebesar 0,56% per tahun. Angka sebesar 13,1% di tahun 2016 dalam konversi jiwa adalah sebanyak 488.830 jiwa.
"Persentase angka kemiskinan tersebut ternyata tertinggi se-Pulau Jawa dan terendah ketiga secara nasional," ujarnya saat membacakan laporan Pansus LKPj dalam rapat paripurna di Gedung DPRD DIY, 1 Agustus 2017.
Menurut Arif, angka kemiskinan ini juga perlu mendapat perhatian dan pencermatan kita bersama dari sisi standar garis kemiskinan yang diacu Badan Pusat Statistik (BPS) yang hanya menggunakan standar penghasilan Rp360.169,- per kapita per bulan.
"Ini perlu hati-hati, dengan standar BPS yang sangat rendah yakni penghasilan Rp360 ribu per bulan saja muncul angka 13,1%, bagaimana angka riilnya di lapangan, bisa jadi lebih besar," ujar Arif kepada wartawan seusai rapat paripurna, Selasa (1/8/2017).
Selain memiliki angka kemiskinan yang tertinggi se-Jawa, DIY juga memiliki angka ketimpangan pendapatan tertinggi secara nasional. Kesenjangan antara kaya dan miskin di DIY paling tinggi, yaitu 0,43 dibanding rasio nasional 0,3.
Indeks Ketimpangan Pendapatan DIY menunjukkan bahwa pendapatan 20% penduduk berpendapatan tertinggi besarnya lebih dari tiga kali lipat pendapatan 40% penduduk berpendapatan terendah.
Menurut Arif, solusi untuk mengatasi persoalan ini bisa dilakukan dengan sinkronisasi pendanaan antara dana keistimewaan, dana desa, dan APBD. Selama ini dana keistimewaan belum didesain untuk peningkatan kesejahteraan secara langsung.
"Pembahasannya juga butuh melibatkan musrenbang dan wakil rakyat. Selama ini dana keistimewaan yang membahas hanya eksekutif dan Kementerian Keuangan," tegasnya.
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda DIY Gatot Saptadi menyebut pihaknya bersama-sama dengan kabupaten akan fokus menyasar 15 kecamatan miskin di DIY, di antaranya Gedangsari, Saptosari, dan Kokap di Kabupaten Gunungkidul.
"Kita akan mengoptimalkan APBD Kabupaten dan Provinsi untuk menyasar 15 kecamatan tersebut. Kemiskinan bukan hanya soal income tapi kualitas SDM termasuk air bersih, jalan aktivitas ekonomi, pemberian modal dan lain-lain. Kita akan fokus keroyokan di 15 kecamatan tersebut."
Ketua Pansus Pembahasan LKPj Gubernur DIY Akhir Masa Jabatan 2012-2017 Arif Setiadi menyebut angka kemiskinan di DIY menunjukkan kecenderungan menurun dari angka 15,9% pada 2012 menjadi 13,1% di 2016 atau rata-rata penurunan kemiskinan selama lima tahun adalah sebesar 0,56% per tahun. Angka sebesar 13,1% di tahun 2016 dalam konversi jiwa adalah sebanyak 488.830 jiwa.
"Persentase angka kemiskinan tersebut ternyata tertinggi se-Pulau Jawa dan terendah ketiga secara nasional," ujarnya saat membacakan laporan Pansus LKPj dalam rapat paripurna di Gedung DPRD DIY, 1 Agustus 2017.
Menurut Arif, angka kemiskinan ini juga perlu mendapat perhatian dan pencermatan kita bersama dari sisi standar garis kemiskinan yang diacu Badan Pusat Statistik (BPS) yang hanya menggunakan standar penghasilan Rp360.169,- per kapita per bulan.
"Ini perlu hati-hati, dengan standar BPS yang sangat rendah yakni penghasilan Rp360 ribu per bulan saja muncul angka 13,1%, bagaimana angka riilnya di lapangan, bisa jadi lebih besar," ujar Arif kepada wartawan seusai rapat paripurna, Selasa (1/8/2017).
Selain memiliki angka kemiskinan yang tertinggi se-Jawa, DIY juga memiliki angka ketimpangan pendapatan tertinggi secara nasional. Kesenjangan antara kaya dan miskin di DIY paling tinggi, yaitu 0,43 dibanding rasio nasional 0,3.
Indeks Ketimpangan Pendapatan DIY menunjukkan bahwa pendapatan 20% penduduk berpendapatan tertinggi besarnya lebih dari tiga kali lipat pendapatan 40% penduduk berpendapatan terendah.
Menurut Arif, solusi untuk mengatasi persoalan ini bisa dilakukan dengan sinkronisasi pendanaan antara dana keistimewaan, dana desa, dan APBD. Selama ini dana keistimewaan belum didesain untuk peningkatan kesejahteraan secara langsung.
"Pembahasannya juga butuh melibatkan musrenbang dan wakil rakyat. Selama ini dana keistimewaan yang membahas hanya eksekutif dan Kementerian Keuangan," tegasnya.
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda DIY Gatot Saptadi menyebut pihaknya bersama-sama dengan kabupaten akan fokus menyasar 15 kecamatan miskin di DIY, di antaranya Gedangsari, Saptosari, dan Kokap di Kabupaten Gunungkidul.
"Kita akan mengoptimalkan APBD Kabupaten dan Provinsi untuk menyasar 15 kecamatan tersebut. Kemiskinan bukan hanya soal income tapi kualitas SDM termasuk air bersih, jalan aktivitas ekonomi, pemberian modal dan lain-lain. Kita akan fokus keroyokan di 15 kecamatan tersebut."
(zik)