GKR Mangkubumi Pastikan Bawono untuk Internal
A
A
A
YOGYAKARTA - Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman kemarin secara resmi telah menyerahkan nama calon gubernur dan wakil gubernur DIY ke Panitia Khusus (Pansus) Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Penyerahan nama ini bagian tahapan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2017-2022.
Dalam penyerahan berkas ini, Keraton Yogyakarta mengusulkan Sri Sultan Hamangku Buwono X sebagai calon Gubernur DIY, sementara Kadipaten Pakualam mengusulkan Adipati Paku Alam IX sebagai calon Wakil Gubernur DIY.
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, salah satu perwakilan keraton yang datang ke DPRD menyebut dalam usulan calon gubernur tersebut keraton menggunakan nama Sri Sultan Hamengku Buwono X sesuai dengan UUK DIY.
“Namanya kan memang itu (Buwono),” tegasnya kepada wartawan usai menyerahkan berkas nama calon gubernur dan wakil gubernur di DPRD DIY, Senin (17/7/2017).
Saat ditanya wartawan terkait penggunaan nama Bawono Ka 10, putri tertua Sri Sultan itu menjawab bahwa itu untuk internal Keraton.
“Itu urusan keraton,” tegasnya. Saat wartawan memastikan lagi penggunaan nama Bawono tersebut hanya untuk internal, GKR Mangkubumi menjawab lebih lugas. “Itu (nama bawono) bukan selaku gubernur,” terangnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh KPH Yudhahadiningrat yang ikut datang mendampingi GKR Mangkubumi juga mengatakan hal yang sama. “Itu kan (nama Bawono) untuk intern keraton saja. Untuk abdi dalem, bukan untuk masyarakat umum,” tegasnya.
Lebih jauh Romo Noer, sapaan akrabnya, menyebut jika ada pihak-pihak yang ingin menanyakan soal gelar tersebut, dirinya meminta menanyakan langsung kepada Sultan.
“Dawuh (perintah) Ngarso Dalem kalau ada yang bertanya soal gelar biar bertanya langsung kepada beliau,” terangnya. Ngarso Dalem adalah saapan akrab sehari-hari Sri Sultan.
Soal dualisme nama ini juga sempat disinggung oleh anggota Pansus Penetapan. “Kami minta agar persoalan dua nama ini diklarifikasi oleh pansus karena menjadi polemik di masyarakat,” ucap Sukarman, salah satu anggota Pansus Penetapan.
Suharwanta anggota Pansus Penetapan yang lain juga minta pansus melakukan klarifikasi dua nama yang disandang Sultan tersebut. Menurutnya klarifikasi itu penting supaya tidak menimbulkan kebingungan dan kerancuan di masyarakat.
Seperti diketahui Sultan mengeluarkan Sabdaraja pada 30 April 2015. Sejak itu Sultan menyandang dua nama. Di internal keraton menggunakan nama Sultan Hamengku Buwono Ka 10 dan di eksternal memakai gelar Sultan Hamengku Buwono X, utamanya selaku Gubernur DIY.
Penggunaan dua nama ini sempat menimbulkan polemik di masyarakat. Minggu 16 Juli lalu sejumlah orang dari Paguyuban Warga Jogja Istimewa (PWJI) menggelar aksi larung Sabdaraja Bawono ke Pantai Parangkusumo, Bantul.
Dalam acara itu, PWJI melarung sebuah peti jenazah berwarna coklat ke laut Parangkusumo. Peti yang dilarung berisi aneka barang simbol kerajaan yang digunakan saat pengumuman Sabdaraja.
Dalam penyerahan berkas ini, Keraton Yogyakarta mengusulkan Sri Sultan Hamangku Buwono X sebagai calon Gubernur DIY, sementara Kadipaten Pakualam mengusulkan Adipati Paku Alam IX sebagai calon Wakil Gubernur DIY.
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, salah satu perwakilan keraton yang datang ke DPRD menyebut dalam usulan calon gubernur tersebut keraton menggunakan nama Sri Sultan Hamengku Buwono X sesuai dengan UUK DIY.
“Namanya kan memang itu (Buwono),” tegasnya kepada wartawan usai menyerahkan berkas nama calon gubernur dan wakil gubernur di DPRD DIY, Senin (17/7/2017).
Saat ditanya wartawan terkait penggunaan nama Bawono Ka 10, putri tertua Sri Sultan itu menjawab bahwa itu untuk internal Keraton.
“Itu urusan keraton,” tegasnya. Saat wartawan memastikan lagi penggunaan nama Bawono tersebut hanya untuk internal, GKR Mangkubumi menjawab lebih lugas. “Itu (nama bawono) bukan selaku gubernur,” terangnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh KPH Yudhahadiningrat yang ikut datang mendampingi GKR Mangkubumi juga mengatakan hal yang sama. “Itu kan (nama Bawono) untuk intern keraton saja. Untuk abdi dalem, bukan untuk masyarakat umum,” tegasnya.
Lebih jauh Romo Noer, sapaan akrabnya, menyebut jika ada pihak-pihak yang ingin menanyakan soal gelar tersebut, dirinya meminta menanyakan langsung kepada Sultan.
“Dawuh (perintah) Ngarso Dalem kalau ada yang bertanya soal gelar biar bertanya langsung kepada beliau,” terangnya. Ngarso Dalem adalah saapan akrab sehari-hari Sri Sultan.
Soal dualisme nama ini juga sempat disinggung oleh anggota Pansus Penetapan. “Kami minta agar persoalan dua nama ini diklarifikasi oleh pansus karena menjadi polemik di masyarakat,” ucap Sukarman, salah satu anggota Pansus Penetapan.
Suharwanta anggota Pansus Penetapan yang lain juga minta pansus melakukan klarifikasi dua nama yang disandang Sultan tersebut. Menurutnya klarifikasi itu penting supaya tidak menimbulkan kebingungan dan kerancuan di masyarakat.
Seperti diketahui Sultan mengeluarkan Sabdaraja pada 30 April 2015. Sejak itu Sultan menyandang dua nama. Di internal keraton menggunakan nama Sultan Hamengku Buwono Ka 10 dan di eksternal memakai gelar Sultan Hamengku Buwono X, utamanya selaku Gubernur DIY.
Penggunaan dua nama ini sempat menimbulkan polemik di masyarakat. Minggu 16 Juli lalu sejumlah orang dari Paguyuban Warga Jogja Istimewa (PWJI) menggelar aksi larung Sabdaraja Bawono ke Pantai Parangkusumo, Bantul.
Dalam acara itu, PWJI melarung sebuah peti jenazah berwarna coklat ke laut Parangkusumo. Peti yang dilarung berisi aneka barang simbol kerajaan yang digunakan saat pengumuman Sabdaraja.
(mcm)