Berawal dari Kampung Membangun Kreativitas Kota
A
A
A
MALANG - Terik mentari di musim penghujan kian terasa menyengat. Panas matahari membuat wajah Wali Kota Malang, M Anton, yang siang itu mengunjungi perkampungan padat, menjadi basah dengan peluh.
Namun orang nomor satu di Kota Malang ini tidak menghentikan langkahnya. Dia tetap tersenyum dan semangat, menyusuri gang-gang sempit perkampungan padat. Kegiatan menyapa warga di kampung-kampung ini terus dilakukan.
Kunjungan rutin ke kampung-kampung ini dilakukan untuk mengetahui persoalan yang dihadapi warganya, sekaligus mencarikan solusinya secara cepat, tepat, dan akurat. Di sisi lain, warga kota ini juga terus membangun kreativitasnya dalam menata lingkungan.
Salah satu bukti bangkitnya kreativitas warga di kampung-kampung, adalah munculnya berbagai kampung tematik di Kota Malang. Semuanya itu lahir dari kreativitas warga, dan dukungan dari Pemkot Malang, yang memberikan ruang kebebasan berekspresi dan berkreasi.
Tata kelola, kreativitas, dan semangat warga kampung dalam menciptakan lingkungan lestari di tengah perkotaan yang padat mulai menampakkan hasilnya. Bahkan Gerakan Menabung Air di Kampung Glintung Go Green (3G) diakui dunia internasional dengan masuk nominasi 15 besar diajang Guangzhou International Award for Urban Innovation.
Kreativitas Kampung 3G ini membuat Kota Malang mampu bersanding dengan kota-kota di negara maju seperti Brussels (Belgia), Copenhagen (Denmark), dan Boston (Amerika Serikat), yang juga lolos ke babak final. Pencapaian ini, buah atas kerja keras masyarakat RW 23, Kelurahan Purwantoro, dan seluruh pihak yang terlibat. “Harapannya, akan terus menjadi motivasi bagi kampung-kampung lainnya untuk terus berinovasi,” katanya.
Pola membangun kota dengan keterlibatan aktif kreativitas masyarakat ini terus dilakukan Anton. Persoalan kota coba dicarikan solusinya dengan menggandeng para akademisi dan pelaku usaha.
Kondusivitas kota berdampak terhadap investasi yang masuk ke kota pendidikan ini. Indeks investasi Kota Malang mencapai sebesar 77,32. Angka ini berada di atas indeks nasional 73,55.
Ide kreatif dari warga kota, menurut Anton, akan lahir apabila tersedia ruang publik yang nyaman, aman, dan menginspirasi. “Karena itu, tata kelola kota berwawasan lingkungan penting untuk mendorong tumbuhnya kreativitas. Ruang terbuka, juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan komunitas masyarakat,” ujarnya.
Salah satu bentuk kreativitas yang terbangun dari upaya menjaga kelestarian lingkungan kota ini adalah gerakan menabung air di wilayah RW 3, Kampung Glentung. Tidak terbayangkan, kampung yang kini asri dan hijau tersebut, tiga tahun silam merupakan kampung padat yang sering kebanjiran dan menghadirkan konflik sosial.
Ketua RW 23 Bambang Irianto menceritakan, pada Februari 2013 silam, kampungnya diterjang banjir besar. Air menggenangi rumah warga hingga ketinggian 40 cm. Bahkan, jalan kampung yang posisinya lebih rendah, tidak bisa lagi dilintasi karena ketinggian air sudah mencapai 1 meter.
Solusi paling tepat untuk mengatasi persoalan tersebut, adalah dengan menerapkan sistem biopori. Biopori dibuat dengan melubangi tanah dan menanam pipa sedalam 1 meter untuk menyimpan air.
Lubang pipa di bagian atas bisa dibuka-tutup sehingga memungkinkan sampah organik, seperti daun masuk ke lubang resapan. Sampah organik dalam lubang resapan akan berproses menjadi kompos setengah jadi, dan biota tanah atau serangga bisa hidup di dalamnya. Aktivitas biota dalam tanah menjadikan fungsi resapan air maksimal.
Kompos yang dihasilkan di dalam lubang-lubang biopori. Bisa dipanen oleh warga. Kompos tersebut, dimanfaatkan untuk menenam bunga, sayuran, dan buah-buahan organik di setiap ruang yang ada di kampung padat tersebut.
Selain dimanfaatkan warga sendiri, kompos yang dihasilkan dari lubang biopori juga diolah untuk dijual dengan harga Rp2.000/kg. “Setiap musim kemarau, kompos kita panen dari lubang biopori. Dari 503 biopori, kita berhasil memanen 5 ton kompos,” terangnya.
Berawal dari biopori, menjadi gerakan menabung air kini Kampung Glentung berkembang menjadi kampung wisata edukasi dan wisata lingkungan. Warga dari kampung lain dan wisatawan mancanegara datang untuk belajar biopori serta membangun kampung hijau. (adv)
Namun orang nomor satu di Kota Malang ini tidak menghentikan langkahnya. Dia tetap tersenyum dan semangat, menyusuri gang-gang sempit perkampungan padat. Kegiatan menyapa warga di kampung-kampung ini terus dilakukan.
Kunjungan rutin ke kampung-kampung ini dilakukan untuk mengetahui persoalan yang dihadapi warganya, sekaligus mencarikan solusinya secara cepat, tepat, dan akurat. Di sisi lain, warga kota ini juga terus membangun kreativitasnya dalam menata lingkungan.
Salah satu bukti bangkitnya kreativitas warga di kampung-kampung, adalah munculnya berbagai kampung tematik di Kota Malang. Semuanya itu lahir dari kreativitas warga, dan dukungan dari Pemkot Malang, yang memberikan ruang kebebasan berekspresi dan berkreasi.
Tata kelola, kreativitas, dan semangat warga kampung dalam menciptakan lingkungan lestari di tengah perkotaan yang padat mulai menampakkan hasilnya. Bahkan Gerakan Menabung Air di Kampung Glintung Go Green (3G) diakui dunia internasional dengan masuk nominasi 15 besar diajang Guangzhou International Award for Urban Innovation.
Kreativitas Kampung 3G ini membuat Kota Malang mampu bersanding dengan kota-kota di negara maju seperti Brussels (Belgia), Copenhagen (Denmark), dan Boston (Amerika Serikat), yang juga lolos ke babak final. Pencapaian ini, buah atas kerja keras masyarakat RW 23, Kelurahan Purwantoro, dan seluruh pihak yang terlibat. “Harapannya, akan terus menjadi motivasi bagi kampung-kampung lainnya untuk terus berinovasi,” katanya.
Pola membangun kota dengan keterlibatan aktif kreativitas masyarakat ini terus dilakukan Anton. Persoalan kota coba dicarikan solusinya dengan menggandeng para akademisi dan pelaku usaha.
Kondusivitas kota berdampak terhadap investasi yang masuk ke kota pendidikan ini. Indeks investasi Kota Malang mencapai sebesar 77,32. Angka ini berada di atas indeks nasional 73,55.
Ide kreatif dari warga kota, menurut Anton, akan lahir apabila tersedia ruang publik yang nyaman, aman, dan menginspirasi. “Karena itu, tata kelola kota berwawasan lingkungan penting untuk mendorong tumbuhnya kreativitas. Ruang terbuka, juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan komunitas masyarakat,” ujarnya.
Salah satu bentuk kreativitas yang terbangun dari upaya menjaga kelestarian lingkungan kota ini adalah gerakan menabung air di wilayah RW 3, Kampung Glentung. Tidak terbayangkan, kampung yang kini asri dan hijau tersebut, tiga tahun silam merupakan kampung padat yang sering kebanjiran dan menghadirkan konflik sosial.
Ketua RW 23 Bambang Irianto menceritakan, pada Februari 2013 silam, kampungnya diterjang banjir besar. Air menggenangi rumah warga hingga ketinggian 40 cm. Bahkan, jalan kampung yang posisinya lebih rendah, tidak bisa lagi dilintasi karena ketinggian air sudah mencapai 1 meter.
Solusi paling tepat untuk mengatasi persoalan tersebut, adalah dengan menerapkan sistem biopori. Biopori dibuat dengan melubangi tanah dan menanam pipa sedalam 1 meter untuk menyimpan air.
Lubang pipa di bagian atas bisa dibuka-tutup sehingga memungkinkan sampah organik, seperti daun masuk ke lubang resapan. Sampah organik dalam lubang resapan akan berproses menjadi kompos setengah jadi, dan biota tanah atau serangga bisa hidup di dalamnya. Aktivitas biota dalam tanah menjadikan fungsi resapan air maksimal.
Kompos yang dihasilkan di dalam lubang-lubang biopori. Bisa dipanen oleh warga. Kompos tersebut, dimanfaatkan untuk menenam bunga, sayuran, dan buah-buahan organik di setiap ruang yang ada di kampung padat tersebut.
Selain dimanfaatkan warga sendiri, kompos yang dihasilkan dari lubang biopori juga diolah untuk dijual dengan harga Rp2.000/kg. “Setiap musim kemarau, kompos kita panen dari lubang biopori. Dari 503 biopori, kita berhasil memanen 5 ton kompos,” terangnya.
Berawal dari biopori, menjadi gerakan menabung air kini Kampung Glentung berkembang menjadi kampung wisata edukasi dan wisata lingkungan. Warga dari kampung lain dan wisatawan mancanegara datang untuk belajar biopori serta membangun kampung hijau. (adv)
(poe)