Ternyata Peserta Diksar Mapala UII yang Perempuan Juga Alami Kekerasan
A
A
A
YOGYAKARTA - Peserta Diksar Mapala UII Yogyakarta mengaku sudah biasa diperlakukan kasar oleh panitia. Perlakuan kasar itu mulai dari kekerasan verbal berupa cacian hingga kekerasan fisik berupa pemukulan.
Kekerasan fisik tidak hanya dilakukan pada peserta pria, peserta perempuan juga mengalami hal serupa.
Putri, salah satu mahasiswi peserta perempuan menuturkan pengalaman kurang menyenangkan saat mengikuti kegiatan Diksar Mapala di lereng Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Dia mengalami pemukulan dan tamparan oleh seniornya. "Aku mengalami ditampar dan dipukul. Kalau pemukulan di bagian kaki, bokong, sama punggung," katanya saat dikonfirmasi melalui telpon selulernya, Rabu (1/2/2017).
Pemukulan itu dilakukan menggunakan alat bantu, berupa ranting pohon saat kegiatan berlangsung. Tak heran, Putri yang mengalami lebam-lebam pada bagian punggung harus menjalani rawat inap di RS Jogja International Hospital (JIH) Yogyakarta.
Beberapa hari menjalani rawat inap, tim medis memperolahkan pulang untuk menjalani rawat jalan. Dia mengaku sudah kembali beraktivitas di kampus, tempatnya menimba ilmu. "Pengalaman itu kurang mengenakan," katanya.
Polisi dari Mapolres Karanganyar sudah menetapkan dua tersangka, panitia Diksar Mapala Unisi ini. Keduanya dituding melakukan kekerasan hingga menyebabkan tiga mahasiswa peserta Diksar Mapala Unisi tutup usia.
Putri mengaku ada salah satu dari dua tersangka itu yang pernah melakukan pemukulan kepadanya. Pemukulan tidak dilakukan dengan tangan kosong, tapi menggunakan ranting kayu sebagai alat memukul. "Pernah aku dipukul pakai ranting," akunya yang berada di kelompok 2.
Pemukulan yang dialaminya, lebih sering dilakukan oleh panitia perempuan. Putri tidak mengingat berapa kali mengalami pemukulan oleh panitia perempuan.
Panitia pria, menurutmya, jarang melakukan pemukulan kepadanya. "Mungkin kalau panitia cowok kayak enggak tega," katanya.
Berbagai bentuk kekerasan dialaminya itu juga sudah disampaikan kepada Menteri Riset,Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir saat mengenguknya pada Jumat, 27 Januari 2017 lalu.
Saat itu, ada 10 peserta yang menjalani rawat inap di RS JIH Yogyakarta. Putri salah satu dari 10 mahasiswa itu.
"Waktu kedatangan Pak Menteri kemarin juga menanyakan apa yang terjadi. Ya kita ceritakan saat di Gunung Lawu," katanya.
Begitu juga penyidik dari Polres Karanganyar dan juga Tim Investigasi Internal Kampus UII Yogyakarta, sebelum kedatangan Menristekdikti. Putri menyampaikan sama tentang apa yang dialaminya saat mengikuti kegiatan tersebut.
Terakhir, ada tim dari Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) tengah mengali keterangan para korban Diksar ini. Terdapat tiga mahasiswa yang sudah memberi keterangan di Kampus UII, namun Putri belum sempat dimintai keterangannya.
"Yang LPSK kemarin saya belum, soalnya ada kegiatan lain jadi enggak bisa datang ke kampus," katanya.
Dia juga mengaku tidak ada ancaman atau tekanan yang dilakukan seniornya atau pihak kampus, pascakejadian luar biasa yang merenggut tiga nyawa itu, Putri lebih fokus beristirahat untuk kesembuhan dari luka lebam yang dialaminya.
Kekerasan fisik tidak hanya dilakukan pada peserta pria, peserta perempuan juga mengalami hal serupa.
Putri, salah satu mahasiswi peserta perempuan menuturkan pengalaman kurang menyenangkan saat mengikuti kegiatan Diksar Mapala di lereng Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Dia mengalami pemukulan dan tamparan oleh seniornya. "Aku mengalami ditampar dan dipukul. Kalau pemukulan di bagian kaki, bokong, sama punggung," katanya saat dikonfirmasi melalui telpon selulernya, Rabu (1/2/2017).
Pemukulan itu dilakukan menggunakan alat bantu, berupa ranting pohon saat kegiatan berlangsung. Tak heran, Putri yang mengalami lebam-lebam pada bagian punggung harus menjalani rawat inap di RS Jogja International Hospital (JIH) Yogyakarta.
Beberapa hari menjalani rawat inap, tim medis memperolahkan pulang untuk menjalani rawat jalan. Dia mengaku sudah kembali beraktivitas di kampus, tempatnya menimba ilmu. "Pengalaman itu kurang mengenakan," katanya.
Polisi dari Mapolres Karanganyar sudah menetapkan dua tersangka, panitia Diksar Mapala Unisi ini. Keduanya dituding melakukan kekerasan hingga menyebabkan tiga mahasiswa peserta Diksar Mapala Unisi tutup usia.
Putri mengaku ada salah satu dari dua tersangka itu yang pernah melakukan pemukulan kepadanya. Pemukulan tidak dilakukan dengan tangan kosong, tapi menggunakan ranting kayu sebagai alat memukul. "Pernah aku dipukul pakai ranting," akunya yang berada di kelompok 2.
Pemukulan yang dialaminya, lebih sering dilakukan oleh panitia perempuan. Putri tidak mengingat berapa kali mengalami pemukulan oleh panitia perempuan.
Panitia pria, menurutmya, jarang melakukan pemukulan kepadanya. "Mungkin kalau panitia cowok kayak enggak tega," katanya.
Berbagai bentuk kekerasan dialaminya itu juga sudah disampaikan kepada Menteri Riset,Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir saat mengenguknya pada Jumat, 27 Januari 2017 lalu.
Saat itu, ada 10 peserta yang menjalani rawat inap di RS JIH Yogyakarta. Putri salah satu dari 10 mahasiswa itu.
"Waktu kedatangan Pak Menteri kemarin juga menanyakan apa yang terjadi. Ya kita ceritakan saat di Gunung Lawu," katanya.
Begitu juga penyidik dari Polres Karanganyar dan juga Tim Investigasi Internal Kampus UII Yogyakarta, sebelum kedatangan Menristekdikti. Putri menyampaikan sama tentang apa yang dialaminya saat mengikuti kegiatan tersebut.
Terakhir, ada tim dari Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) tengah mengali keterangan para korban Diksar ini. Terdapat tiga mahasiswa yang sudah memberi keterangan di Kampus UII, namun Putri belum sempat dimintai keterangannya.
"Yang LPSK kemarin saya belum, soalnya ada kegiatan lain jadi enggak bisa datang ke kampus," katanya.
Dia juga mengaku tidak ada ancaman atau tekanan yang dilakukan seniornya atau pihak kampus, pascakejadian luar biasa yang merenggut tiga nyawa itu, Putri lebih fokus beristirahat untuk kesembuhan dari luka lebam yang dialaminya.
(nag)