Berharap Ilham Jadi Sarjana yang Saleh, Malah Jemput Jenazah
A
A
A
YOGYAKARTA - Impian Syafii agar buah hatinya Ilham Nurfadmi Listya Adi (20) meraih gelar sarjana dan menjadi anak saleh, pupus sudah. Dia justru harus menjemput anaknya sudah tak lagi bernyawa.
Ilham, mahasiswa jurusan Hukum Internasional UII meninggal dunia akibat trauma abodemen dan pendarahan setelah mengikuti pendidikan dasar (Diksar) Mapala di Tawangmangu, Karanganyar. Ilham adalah korban ketiga yang meninggal dunia.
Ditemui di rumah duka, Syafii yang baru tiba dari Lombok Timur terlihat lelah. Raut mukanya memendam duka yang dalam. Dia berusaha tegar menerima kenyataan pahit, ditinggal buah hati dengan cara tragis.
Sebelum korban mengembuskan napas terakhirnya, Syafii mengaku sempat berkomunikasi melalui telepon. Saat itu, kata dia, Ilham bercerita mengalami kekerasan fisik dari seniornya selama diksar. Namun, dia mengaku tidak tahu persis bagian tubuh mana yang dipukul.
Akhirnya, semua terjawab saat melihat langsung jenazah Ilham di rumah duka. Dia berkeyakinan anaknya tidak dipukul dengan tangan kosong, mengingat banyaknya bekas luka pada tubuhnya. Seperti pada bagian kepala, pundak, serta tangan yang terlihat memar.
“Saya sekolahkan anak saya di UII agar dia jadi anak saleh. Tapi malah menjadi korban penganiayaan. Saya sangat terpukul dengan kejadian ini. Saya minta kampus mengevaluasi kegiatan ini. Kalau perlu tidak perlu diadakan lagi,” katanya.
Kesedihan mendalam diungkap paman korban, Bambang Supringgo, 57. Ia mengaku miris melihat kondisi keponakannya sesaat sebelum Ilham mengembuskan napas terakhir. "Kondisi fisiknya sudah tidak utuh. Kondisinya babak belur," ujar pria asal Muntilan, Magelang, Jawa Tengah itu.
Bambang kian miris begitu melihat jemari kaki keponakannya. Tiga kuku di ruas jemari kaki mahasiswa semester dua itu terlepas. “Sangat parah kondisinya,” terang dia.
Bambang mengungkapkan, saat masih sadarkan diri keponakannya sempah bercerita perihal kekerasan yang dialami selama di Diksar. Berkali-kali perutnya dipukuli oleh senior di Mapala. Pelaku pemukulan, jumlahlah banyak sampai tidak bisa mengenali satu per satu.
Organ perut hingga dada yang paling banyak mendapatkan pukulan. Selain pukulan dengan tangan kosong, korban juga mengaku dipukul menggunakan batang rotan. "Akibat banyak dipukul perutnya sampai membesar hingga darahnya membeku," jelasnya.
Selain luka pukulan yang juga dilakukan di bagian kepala, Bambang juga melihat adanya bekas luka bakar.Masih berdasar keterangan Ilham, seluruh peserta disuruh menandatangani perjanjian di atas materai. Inti perjanjian itu, jika ada risiko yang timbul maka panitia tidak menanggung sepenuhnya. "Kepada saya dia mengungkapkan, katanya cuma dibantu biaya pemakaman kalau sampai meninggal," ucapnya.
Ilham, mahasiswa jurusan Hukum Internasional UII meninggal dunia akibat trauma abodemen dan pendarahan setelah mengikuti pendidikan dasar (Diksar) Mapala di Tawangmangu, Karanganyar. Ilham adalah korban ketiga yang meninggal dunia.
Ditemui di rumah duka, Syafii yang baru tiba dari Lombok Timur terlihat lelah. Raut mukanya memendam duka yang dalam. Dia berusaha tegar menerima kenyataan pahit, ditinggal buah hati dengan cara tragis.
Sebelum korban mengembuskan napas terakhirnya, Syafii mengaku sempat berkomunikasi melalui telepon. Saat itu, kata dia, Ilham bercerita mengalami kekerasan fisik dari seniornya selama diksar. Namun, dia mengaku tidak tahu persis bagian tubuh mana yang dipukul.
Akhirnya, semua terjawab saat melihat langsung jenazah Ilham di rumah duka. Dia berkeyakinan anaknya tidak dipukul dengan tangan kosong, mengingat banyaknya bekas luka pada tubuhnya. Seperti pada bagian kepala, pundak, serta tangan yang terlihat memar.
“Saya sekolahkan anak saya di UII agar dia jadi anak saleh. Tapi malah menjadi korban penganiayaan. Saya sangat terpukul dengan kejadian ini. Saya minta kampus mengevaluasi kegiatan ini. Kalau perlu tidak perlu diadakan lagi,” katanya.
Kesedihan mendalam diungkap paman korban, Bambang Supringgo, 57. Ia mengaku miris melihat kondisi keponakannya sesaat sebelum Ilham mengembuskan napas terakhir. "Kondisi fisiknya sudah tidak utuh. Kondisinya babak belur," ujar pria asal Muntilan, Magelang, Jawa Tengah itu.
Bambang kian miris begitu melihat jemari kaki keponakannya. Tiga kuku di ruas jemari kaki mahasiswa semester dua itu terlepas. “Sangat parah kondisinya,” terang dia.
Bambang mengungkapkan, saat masih sadarkan diri keponakannya sempah bercerita perihal kekerasan yang dialami selama di Diksar. Berkali-kali perutnya dipukuli oleh senior di Mapala. Pelaku pemukulan, jumlahlah banyak sampai tidak bisa mengenali satu per satu.
Organ perut hingga dada yang paling banyak mendapatkan pukulan. Selain pukulan dengan tangan kosong, korban juga mengaku dipukul menggunakan batang rotan. "Akibat banyak dipukul perutnya sampai membesar hingga darahnya membeku," jelasnya.
Selain luka pukulan yang juga dilakukan di bagian kepala, Bambang juga melihat adanya bekas luka bakar.Masih berdasar keterangan Ilham, seluruh peserta disuruh menandatangani perjanjian di atas materai. Inti perjanjian itu, jika ada risiko yang timbul maka panitia tidak menanggung sepenuhnya. "Kepada saya dia mengungkapkan, katanya cuma dibantu biaya pemakaman kalau sampai meninggal," ucapnya.
(wib)