Dicoret KPUD Boalemo, Pasangan Rum-Lahmuddin Mengadu ke MA

Jum'at, 20 Januari 2017 - 12:28 WIB
Dicoret KPUD Boalemo,...
Dicoret KPUD Boalemo, Pasangan Rum-Lahmuddin Mengadu ke MA
A A A
BOALEMO - Pasangan Rum Pagau-Lahmuddin Hambali tak terima telah dicoret oleh KPUD Boalemo. Mereka pun melawan dengan mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung (MA).

"Kami minta MA membatalkan SK KPUD Boalemo yang mencoret Paham sebagai kontestan pilkada. Kami keberatan dengan keputusan itu," ujar Tim Hukum Pasangan Paham, Sugihartono lewat rilis yang diterima Sindonews, Jumat (20/1/2017).

Permohonan dimasukan tim hukum Paham ke MA tanggal 16 Januari 2017, dan sudah diregister oleh MA. Adapun SK KPUD Boalemo yang diminta untuk dibatalkan adalah surat keputusan bernomor 02/Kpts/KPU Kab.Boalemo/Pilbup/027.436540/I/2017 tentang penetapan Calon Bupati dan Wakil Bupati menjadi peserta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Boalemo tahun 2017.

Pencoretan pasangan Paham dilakukan KPUD merujuk amar putusan kasasi MA nomor: 570 K/TUN/PILKADA/2016, tanggal 4 Januari 2017. "Ini permohonan baru, bukan PK. Kami tidak bisa melakukan PK karena kami bukan dalam pihak perkara kasasi," katanya.

"Upaya hukum yang kami tempuh menggunakan Perma (Peraturan MA) Nomor 11 tahun 2016 tentang sengketa administrasi pemilihan. Bisa dibilang ini upaya hukum yang luar biasa karena belum diatur oleh undang-undang, tapi kami merasa ada hal yang perlu diluruskan dari aturan perundang-undangan," tuturnya.

Intinya, sebut dia, Paham merasakan ketidakadilan prosedural. Paham bukan sebagai pihak dalam perkara kasasi, tidak diberikan ruang untuk membela diri, tetapi putusan kasasi tersebut merugikan mereka. "Makanya dengan menggunakan Perma 11/2016, kami minta MA melakukan terobosan hukum," jelas dia.

Sugihartono menyampaikan, ada sejumlah kejanggalan yang kalau saja kejanggalan-kejanggalan ini diungkapkan pada saat perkara kasasi, maka putusan kasasi MA bukan seperti yang ada saat ini.

Dia mencontohkan, dalam putusan kasasi disebutkan bahwa pasangan Paham tidak memenuhi syarat sebagai calon karena dinilai melanggar Pasal 71 Ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2016. Hal ini terkait langkah Bupati Rum yang mengeluarkan SK penggantian Direktur Rumah Sakit Tani dan Nelayan pada 5 Agustus 2016, dan SK pemberhentian Ardiansyah Passo dari Kasie di Satpol PP menjadi staf di kecamatan.

Memang benar, kata Sugihartono, dalam beleid itu disebutkan bahwa gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota dilarang mengganti pejabat minimal 6 bulan sebelum tanggal penetapan sebagai pasangan calon.

Akan tetapi, apa yang terjadi dengan dirut RS Tani dan Nelayan tidak termasuk kategori yang disebut dalam aturan itu. Bupati Rum mengangkat dirut RS Tani dan Nelayan yang baru karena dirut lama mengundurkan diri.

"Sebenarnya itu bukan mutasi. Orangnya mengundurkan diri dan secara logika kalau orangnya mengundurkan diri untuk apa dipertahankan. Sama saja mempertahankan orang yang tidak mau bekerja," katanya.

Atas pengunduran diri itu, Bupati Rum lantas mengangkat pejabat baru. Tindakan ini diambil Rum karena tugasnya sebagai bupati harus menjamin dan memastikan pelayanan bagi masyarakat di RS Tani dan Nelayan tetap terjaga.

"Kalau rumah sakit tidak ada kepalanya, nanti tidak bisa jalan karena anggaran dan lain sebagainya tidak bisa diproses. Makanya diproseslah pengunduran diri tersebut dan diangkat pejabat baru," paparnya.

Menurut dia, yang dihindari dari Pasal 71 ayat 2 adalah jika seorang calon inkumben melakukan kewenangannya secara sewenang-wenang. "Padahal inikan tidak. Orangnya mengundurkan diri," tegas dia.

Terkait Ardiansyah Passo, diakui Sugihartono, memang ada pemberian sanksi dispilin. Hukuman dijatuhkan terhadap dia dan ASN lainnya karena mereka terindikasi kuat bersikap tidak netral.

Namun, diingatkan Sugihartono, ketidaknetralan para ASN karena mendukung salah satu calon tidak hanya disorot Bupati Rum. Masalah ini bahkan juga diproses oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

"Tapi setelah mereka menyatakan keberatan terhadap hukuman disiplin tersebut, intinya mereka meminta maaf kepada bupati, dan mereka sudah dikembalikan kepada posisi semula," paparnya.

Ketidakadilan lain yang dialami Paham, kata dia, putusan MA tidak mengakomodir surat edaran Bawaslu. Dalam surat edarannya, Baswalu menyebutkan bahwa SK mutasi yang pernah dikeluarkan tapi kemudian dibatalkan oleh inkumben, tidak termasuk pelanggaran Pasal 71 Ayat 2.

"Jadi kami melihat ada indikasi ketidakadilan oleh KPUD terhadap pasangan Paham. Kami harap MA bisa mengakomodasi permohonan kami," tukasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3194 seconds (0.1#10.140)