11 Orang Meninggal Terserang Demam Berdarah di Yogya
A
A
A
YOGYAKARTA - Tren kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2016 ini saja, tercatat sudah 1.377 kasus demam berdarah dengan 11 orang meninggal dunia.
"Kami akan petakan ulang titik kerawanan demam berdarah berdasarkan jumlah penderita. Ada kecenderungan di bulan-bulan tertentu penderitanya melonjak," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Vita Yulia Kisworini, Sabtu (5/11/2016).
Vita menyebut, tingginya angka demam berdarah harus menjadi keprihatinan bersama. Pemkot Yogyakarta kini mulai menggagas pengembangan sistem informasi guna memberikan peringatan dini kepada masyarakat.
Hasil pemetaan tersebut akan diinformaskan kepada masyarakat secara berkala, menyesuaikan potensi peningkatan kasus demam berdarah.
"Akan dibuat laman khusus untuk akses seputar demam berdarah. Setiap perkembangan terbaru terhadap kasus demam berdarah, juga akan kami unggah di laman tersebut. Agar masyarakat bisa memahami kondisi faktual serta dapat melakukan pencegahan," jelas Vita.
Kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta tahun ini merata di seluruh kelurahan yang tersebar di 14 kecamatan. Berbeda jika dibandingkan tahun 2015, di mana ada dua kelurahan yang 0% kasus demam berdarah, yaitu Purwokinanti, Kecamatan Pakualaman, dan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman.
"Tahun ini kasus yang paling banyak terjadi di Kelurahan Rejowinangun, Kricak, Tegalrejo, Baciro, dan Wirobrajan. Di tiap kelurahan tersebut, lebih dari 30 orang terjangkit DBD," terangnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Yudiria Amelia menambahkan, lonjakan jumlah kasus demam berdarah tidak hanya terjadi di Kota Yogyakarta.
"Kondisi ini terjadi lantaran sejak Januari hingga bulan ini cuaca cenderung basah atau masih sering turun hujan saat kemarau. Dalam sebulan, rata-rata terjadi peningkatan 100 kasus baru. Khusus September saja ada 109 kasus baru," jelasnya.
Oleh karena itu, seiring peningkatan kasus yang cukup signifikan, masyarakat juga diminta proaktif. Diantaranya dengan mengoptimalkan program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan program juru pemantau jentik (jumantik) di setiap rumah.
"Kalau dulu satu RT satu jumantik, sekarang kita ubah satu keluarga satu jumantik," imbuhnya.
"Kami akan petakan ulang titik kerawanan demam berdarah berdasarkan jumlah penderita. Ada kecenderungan di bulan-bulan tertentu penderitanya melonjak," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Vita Yulia Kisworini, Sabtu (5/11/2016).
Vita menyebut, tingginya angka demam berdarah harus menjadi keprihatinan bersama. Pemkot Yogyakarta kini mulai menggagas pengembangan sistem informasi guna memberikan peringatan dini kepada masyarakat.
Hasil pemetaan tersebut akan diinformaskan kepada masyarakat secara berkala, menyesuaikan potensi peningkatan kasus demam berdarah.
"Akan dibuat laman khusus untuk akses seputar demam berdarah. Setiap perkembangan terbaru terhadap kasus demam berdarah, juga akan kami unggah di laman tersebut. Agar masyarakat bisa memahami kondisi faktual serta dapat melakukan pencegahan," jelas Vita.
Kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta tahun ini merata di seluruh kelurahan yang tersebar di 14 kecamatan. Berbeda jika dibandingkan tahun 2015, di mana ada dua kelurahan yang 0% kasus demam berdarah, yaitu Purwokinanti, Kecamatan Pakualaman, dan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman.
"Tahun ini kasus yang paling banyak terjadi di Kelurahan Rejowinangun, Kricak, Tegalrejo, Baciro, dan Wirobrajan. Di tiap kelurahan tersebut, lebih dari 30 orang terjangkit DBD," terangnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Yudiria Amelia menambahkan, lonjakan jumlah kasus demam berdarah tidak hanya terjadi di Kota Yogyakarta.
"Kondisi ini terjadi lantaran sejak Januari hingga bulan ini cuaca cenderung basah atau masih sering turun hujan saat kemarau. Dalam sebulan, rata-rata terjadi peningkatan 100 kasus baru. Khusus September saja ada 109 kasus baru," jelasnya.
Oleh karena itu, seiring peningkatan kasus yang cukup signifikan, masyarakat juga diminta proaktif. Diantaranya dengan mengoptimalkan program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan program juru pemantau jentik (jumantik) di setiap rumah.
"Kalau dulu satu RT satu jumantik, sekarang kita ubah satu keluarga satu jumantik," imbuhnya.
(san)