Sancang Cijulang, Potensi Wisata Budaya dan Sejarah yang Terabaikan
A
A
A
PANGANDARAN - Keberadaan pohon kaboa atau Sancang Cijulang yang tumbuh di pesisir sungai Muara Nusawiru, Desa Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran tidak terawat.
Padahal pohon tersebut memiliki historis yang sakral sebagai salah satu sejarah kebudayaan sunda sejak jaman Kerajaan Padjadjaran.
Dalam sejarah Padjadjaran, Prabu Siliwangi melakukan perjanjian dengan Kian Santang tidak akan mengikuti ajaran Kian Santang. Perjanjian tersebut berlangsung di daerah Godog Kabupaten Garut tepatnya di hutan Sancang.
Saat perjanjian tersebut berlangsung, Prabu Siliwangi dan Kian Santang masing-masing memegang ujung tongkat yang terbuat dari kayu kaboa.
Prabu Siliwangi saat itu berkata kepada prajurit kerajaan, yang akan ikut dengan Prabu Siliwangi supaya berjajar dibelakang Prabu Siliwangi dan yang akan ikut dengan ajaran Kian Santang dipersilahkan berjajar dibelakang Kian Santang.
Setelah perjanjian itu berlangsung, Prabu Siliwangi beserta pengikutnya juga istananya ngahiang atau menghilang dari permukaan bumi.
Setelah ngahiang Prabu Siliwangi sering menjelma dalam bentuk harimau putih di rumpun pohon kaboa, sedangkan pengikutnya menjelma menjadi harimau belang.
Salah satu tokoh supranatural asal Cijulang Yudha Astawijaya Saputra mengatakan, pohon kaboa hanya bisa tumbuh di hutan Sancang Kabupaten Garut secara terbatas disekitar muara Sungai Cipareang.
Namun karena di Nusawiru, Desa Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran merupakan gurun amparan tertinggi dan dijadikan istana pusat tempat berkumpulnya para siluman atau mahluk ghaib se Nusa-Jawa untuk membuat kesepakatan.
Akhirnya Prabu Siliwangi membuat tempat di pesisir sungai muara Nusawiru dalam bentuk pohon kaboa dan masyarakat menyebutnya dengan sebutan Sancang Cijulang.
"Namun sangat disayangkan, keberadaan Sancang Cijulang atau pohon kaboa tidak dipelihara dan tidak terlestarikan dengan baik," kata Yudha.
Karena tidak dilestarikan, akhirnya rumpun pohon kaboa tidak terawat bahkan dijadikan tempat pembuangan sampah oleh masyarakat setempat.
"Pohon kaboa termasuk pohon langka, di Provinsi Jawa Barat hanya tumbuh di Kabupaten Garut dan Kabupaten Pangandaran, karena kelangkaan pohon tersebut, kelompok supranatural dari berbagai daerah banyak yang berkunjung ke Kabupaten Garut hanya ingin melihat pohon tersebut," tambah Yudha.
Seandainya keberadaan pohon kaboa di Kabupaten Pangandaran dipelihara dengan baik bisa dijadikan sebagai salah satu objek destinasi wisata budaya dan sejarah.
Sementara warga yang rumahnya dekat dengan lokasi pohon kaboa di pesisir Muara Nusawiru Budi mengatakan, jenis pohon kaboa yang tumbuh dilokasi tersebut ada dua jenis diantaranya kaboa putih dan kaboa merah.
"Pohon kaboa terkadang berbuah dan buahnya menyerupai kuku harimau, selain itu pohon kaboa tersebut sering berubah wujud menjadi harimau dengan ukuran sebesar kerbau dewasa," kata Budi.
Budi menyayangkan, masyarakat tidak mengetahui kalau pohon tersebut adalah pohon kaboa, sehingga banyak yang membuang sampah ke rumpun pohon kaboa.
"Kami harap pemerintah daerah melestarikan pohon langka tersebut karena merupakan salah satu destinasi wisata budaya dan sejarah leluhur Pajajaran," pungkasnya.
Padahal pohon tersebut memiliki historis yang sakral sebagai salah satu sejarah kebudayaan sunda sejak jaman Kerajaan Padjadjaran.
Dalam sejarah Padjadjaran, Prabu Siliwangi melakukan perjanjian dengan Kian Santang tidak akan mengikuti ajaran Kian Santang. Perjanjian tersebut berlangsung di daerah Godog Kabupaten Garut tepatnya di hutan Sancang.
Saat perjanjian tersebut berlangsung, Prabu Siliwangi dan Kian Santang masing-masing memegang ujung tongkat yang terbuat dari kayu kaboa.
Prabu Siliwangi saat itu berkata kepada prajurit kerajaan, yang akan ikut dengan Prabu Siliwangi supaya berjajar dibelakang Prabu Siliwangi dan yang akan ikut dengan ajaran Kian Santang dipersilahkan berjajar dibelakang Kian Santang.
Setelah perjanjian itu berlangsung, Prabu Siliwangi beserta pengikutnya juga istananya ngahiang atau menghilang dari permukaan bumi.
Setelah ngahiang Prabu Siliwangi sering menjelma dalam bentuk harimau putih di rumpun pohon kaboa, sedangkan pengikutnya menjelma menjadi harimau belang.
Salah satu tokoh supranatural asal Cijulang Yudha Astawijaya Saputra mengatakan, pohon kaboa hanya bisa tumbuh di hutan Sancang Kabupaten Garut secara terbatas disekitar muara Sungai Cipareang.
Namun karena di Nusawiru, Desa Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran merupakan gurun amparan tertinggi dan dijadikan istana pusat tempat berkumpulnya para siluman atau mahluk ghaib se Nusa-Jawa untuk membuat kesepakatan.
Akhirnya Prabu Siliwangi membuat tempat di pesisir sungai muara Nusawiru dalam bentuk pohon kaboa dan masyarakat menyebutnya dengan sebutan Sancang Cijulang.
"Namun sangat disayangkan, keberadaan Sancang Cijulang atau pohon kaboa tidak dipelihara dan tidak terlestarikan dengan baik," kata Yudha.
Karena tidak dilestarikan, akhirnya rumpun pohon kaboa tidak terawat bahkan dijadikan tempat pembuangan sampah oleh masyarakat setempat.
"Pohon kaboa termasuk pohon langka, di Provinsi Jawa Barat hanya tumbuh di Kabupaten Garut dan Kabupaten Pangandaran, karena kelangkaan pohon tersebut, kelompok supranatural dari berbagai daerah banyak yang berkunjung ke Kabupaten Garut hanya ingin melihat pohon tersebut," tambah Yudha.
Seandainya keberadaan pohon kaboa di Kabupaten Pangandaran dipelihara dengan baik bisa dijadikan sebagai salah satu objek destinasi wisata budaya dan sejarah.
Sementara warga yang rumahnya dekat dengan lokasi pohon kaboa di pesisir Muara Nusawiru Budi mengatakan, jenis pohon kaboa yang tumbuh dilokasi tersebut ada dua jenis diantaranya kaboa putih dan kaboa merah.
"Pohon kaboa terkadang berbuah dan buahnya menyerupai kuku harimau, selain itu pohon kaboa tersebut sering berubah wujud menjadi harimau dengan ukuran sebesar kerbau dewasa," kata Budi.
Budi menyayangkan, masyarakat tidak mengetahui kalau pohon tersebut adalah pohon kaboa, sehingga banyak yang membuang sampah ke rumpun pohon kaboa.
"Kami harap pemerintah daerah melestarikan pohon langka tersebut karena merupakan salah satu destinasi wisata budaya dan sejarah leluhur Pajajaran," pungkasnya.
(nag)