Makam Tan Malaka di Selopanggung Dipugar Diam-diam
A
A
A
KEDIRI - Makam yang diduga kuat sebagai peristirahatan terakhir Pahlawan Nasional Datuk Sutan Ibrahim atau Tan Malaka di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, dipugar.
Gundukan tanah memanjang dengan sebongkah batu sungai sebagai penanda itu kini telah memiliki nisan. Yakni pondasi semen segi empat memanjang dengan bendera merah putih berbahan plat logam menancap diatasnya.
“Perubahan makam berlangsung belum ada sebulan ini. Dan tidak ada yang tahu siapa yang melakukan,“ tutur Musripah, warga setempat yang setiap hari mencari rumput pakan ternak di sekitar makam, Jumat (30/9/2016).
Potongan surat Al Baqarah ayat 156 “Innalillahi wainailaihi rojiun” dengan huruf hijaiyah tampak menghias permukaan nisan. "Sesungguhnya kami kepunyaan Allah, dan kepada Allah jualah kami kembali," demikianlah tafsirnya.
Di bawahnya bertulis “Ibrahim Datuk Tan Malaka, Pahlawan Kemerdekaan Nasional Republik Indonesia” serta tulisan Keppres No 53 Tahun 1963, 28 Maret 1963.
Tan memang layak menyandang gelar pahlawan. Pemikiran dan gerakan perjuangan tokoh kiri ini banyak menginspirasi para pejuang kemerdekaan 1945, termasuk Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir.
Dalam keadaan dikejar-kejar intel kolonial di Kowloon Cina April 1925, Tan masih sempat menulis buku Naar de Republik Indonesia (Menuju Republik Indonesia).
Buku bergaris besar nasionalisme itu menjadi bacaan wajib para tokoh pergerakan nasional, termasuk Soekarno. Sebagai Ketua Komunis Internasional (Komintern) wilayah Asia, Tan juga pernah membuat heboh dengan menyampaikan gagasan mendukung PAN Islamisme.
Di Kongres Kedua Komintern Juli 1920 Moskow itu, dia menjelaskan bahwa dukungan kepada Islam dalam rangka memerangi imperialisme dan kolonialisme dunia.
“Berdampingan dengan bulan sabit, bintang bintang Soviet menjadi lambang pertempuran besar dari sekitar 250 juta muslim di Sahara, Arab, Hindustan dan Hindia kita,” menjadi propagandanya yang terkenal.
Kepada dwitunggal Soekarno-Hatta Tan selalu menegaskan Merdeka 100%. Pikiran-pikiran radikalnya itu yang membuat dia berselisih paham dengan Soekarno-Hatta. Tan lahir di Nagari Pandan Gadang Suliki Sumatera Barat 1894.
Dia terbunuh 21 Februari 1949, di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. Ironisnya justru tentara republik yang mengeksekusi hidupnya. “Semua warga tahu kalau itu makam pahlawan Tan Malaka,“ terang Musripah.
Pemerintah Indonesia pada tahun 2009 menggali makam yang diduga kuat sebagai kuburan Tan Malaka. Dari liang lahat sedalam 2 meter itu petugas medis mengambil sampel 0,25 gram gigi dan 1,1 gram pecahan tulang manusia.
Untuk membuktikan itu, petugas medis akan melakukan tes Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) yang selanjutnya dicocokan dengan keluarga Tan Malaka yang masih hidup.
Namun hingga kini pengumuman hasil tes DNA tidak pernah ada. Spekulasi yang berkembang, latar belakang Tan sebagai tokoh kiri diduga yang menjadi alasan pemerintah tidak membuka hasil DNA ke publik.
Sementara hasil riset antropolog berkebangsaan Belanda Harry A Poeze yang menyebut jasad setinggi 163-165 cm dengan posisi tangan terikat ke belakang mengarah kuat pada Tan Malaka.
“Dalam setiap pekan selalu ada orang yang berziarah ke makam (Tan Malaka),“ terang Musripah.
Ada yang perorangan. Yakni datang secara sendirian. Namun tidak sedikit yang berombongan. Sebagian besar, kata Musripah, berasal dari luar Desa Selopanggung. Bahkan, pada hari tertentu ada yang rutin bertahlil di depan pusara Tan.
Makam itu tampak bersih dan terawat. Tidak banyak tumbuh rumput liar di pusaranya. Setidaknya lebih bersih dibanding kondisi tahun 2015 lalu. Tempat Pemakaman Umum (TPU) itu berlokasi di area persawahan kaki Gunung Wilis.
Berjarak lebih dari dua kilometer dari permukiman warga. Akses jalannya sempit dengan mutu jalan sangat buruk. Yakni aspal lama bercampur paving yang sudah ambles dan berlobang-lobang.
Hanya pengendara roda dua yang bisa melintas di sana. Menurut Musripah, pemugar makam Tan Malaka diduga bukan dari pemerintah. Kemungkinan perorangan atau komunitas yang kerap berziarah.
“Sebab kalau pemerintah tentu warga lingkungan terdekat dengan makam tentu mendengar,“ pungkasnya.
Pihak pemerintah Desa Selopanggung maupun Pemkab Kediri belum bisa dikonfirmasi. Sebelumnya mantan Kades Selopanggung Zairi mengatakan bahwa sebagian besar warga Selopanggung berharap pemerintah segera memastikan status makam yang diduga kuat sebagai kuburan Tan Malaka.
Keterangan resmi pemerintah akan menjadikan Selopanggung sebagai salah satu daerah wisata sejarah. Bila di Blitar ada makam Bung Karno, di Kediri terdapat kuburan Tan Malaka. Kedua tokoh ini sama-sama menyandang sebutan founding fathers.
“Dan secara ekonomi akan berpengaruh positif bagi kehidupan masyarakat Selopanggung,“ tuturnya.
Gundukan tanah memanjang dengan sebongkah batu sungai sebagai penanda itu kini telah memiliki nisan. Yakni pondasi semen segi empat memanjang dengan bendera merah putih berbahan plat logam menancap diatasnya.
“Perubahan makam berlangsung belum ada sebulan ini. Dan tidak ada yang tahu siapa yang melakukan,“ tutur Musripah, warga setempat yang setiap hari mencari rumput pakan ternak di sekitar makam, Jumat (30/9/2016).
Potongan surat Al Baqarah ayat 156 “Innalillahi wainailaihi rojiun” dengan huruf hijaiyah tampak menghias permukaan nisan. "Sesungguhnya kami kepunyaan Allah, dan kepada Allah jualah kami kembali," demikianlah tafsirnya.
Di bawahnya bertulis “Ibrahim Datuk Tan Malaka, Pahlawan Kemerdekaan Nasional Republik Indonesia” serta tulisan Keppres No 53 Tahun 1963, 28 Maret 1963.
Tan memang layak menyandang gelar pahlawan. Pemikiran dan gerakan perjuangan tokoh kiri ini banyak menginspirasi para pejuang kemerdekaan 1945, termasuk Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir.
Dalam keadaan dikejar-kejar intel kolonial di Kowloon Cina April 1925, Tan masih sempat menulis buku Naar de Republik Indonesia (Menuju Republik Indonesia).
Buku bergaris besar nasionalisme itu menjadi bacaan wajib para tokoh pergerakan nasional, termasuk Soekarno. Sebagai Ketua Komunis Internasional (Komintern) wilayah Asia, Tan juga pernah membuat heboh dengan menyampaikan gagasan mendukung PAN Islamisme.
Di Kongres Kedua Komintern Juli 1920 Moskow itu, dia menjelaskan bahwa dukungan kepada Islam dalam rangka memerangi imperialisme dan kolonialisme dunia.
“Berdampingan dengan bulan sabit, bintang bintang Soviet menjadi lambang pertempuran besar dari sekitar 250 juta muslim di Sahara, Arab, Hindustan dan Hindia kita,” menjadi propagandanya yang terkenal.
Kepada dwitunggal Soekarno-Hatta Tan selalu menegaskan Merdeka 100%. Pikiran-pikiran radikalnya itu yang membuat dia berselisih paham dengan Soekarno-Hatta. Tan lahir di Nagari Pandan Gadang Suliki Sumatera Barat 1894.
Dia terbunuh 21 Februari 1949, di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. Ironisnya justru tentara republik yang mengeksekusi hidupnya. “Semua warga tahu kalau itu makam pahlawan Tan Malaka,“ terang Musripah.
Pemerintah Indonesia pada tahun 2009 menggali makam yang diduga kuat sebagai kuburan Tan Malaka. Dari liang lahat sedalam 2 meter itu petugas medis mengambil sampel 0,25 gram gigi dan 1,1 gram pecahan tulang manusia.
Untuk membuktikan itu, petugas medis akan melakukan tes Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) yang selanjutnya dicocokan dengan keluarga Tan Malaka yang masih hidup.
Namun hingga kini pengumuman hasil tes DNA tidak pernah ada. Spekulasi yang berkembang, latar belakang Tan sebagai tokoh kiri diduga yang menjadi alasan pemerintah tidak membuka hasil DNA ke publik.
Sementara hasil riset antropolog berkebangsaan Belanda Harry A Poeze yang menyebut jasad setinggi 163-165 cm dengan posisi tangan terikat ke belakang mengarah kuat pada Tan Malaka.
“Dalam setiap pekan selalu ada orang yang berziarah ke makam (Tan Malaka),“ terang Musripah.
Ada yang perorangan. Yakni datang secara sendirian. Namun tidak sedikit yang berombongan. Sebagian besar, kata Musripah, berasal dari luar Desa Selopanggung. Bahkan, pada hari tertentu ada yang rutin bertahlil di depan pusara Tan.
Makam itu tampak bersih dan terawat. Tidak banyak tumbuh rumput liar di pusaranya. Setidaknya lebih bersih dibanding kondisi tahun 2015 lalu. Tempat Pemakaman Umum (TPU) itu berlokasi di area persawahan kaki Gunung Wilis.
Berjarak lebih dari dua kilometer dari permukiman warga. Akses jalannya sempit dengan mutu jalan sangat buruk. Yakni aspal lama bercampur paving yang sudah ambles dan berlobang-lobang.
Hanya pengendara roda dua yang bisa melintas di sana. Menurut Musripah, pemugar makam Tan Malaka diduga bukan dari pemerintah. Kemungkinan perorangan atau komunitas yang kerap berziarah.
“Sebab kalau pemerintah tentu warga lingkungan terdekat dengan makam tentu mendengar,“ pungkasnya.
Pihak pemerintah Desa Selopanggung maupun Pemkab Kediri belum bisa dikonfirmasi. Sebelumnya mantan Kades Selopanggung Zairi mengatakan bahwa sebagian besar warga Selopanggung berharap pemerintah segera memastikan status makam yang diduga kuat sebagai kuburan Tan Malaka.
Keterangan resmi pemerintah akan menjadikan Selopanggung sebagai salah satu daerah wisata sejarah. Bila di Blitar ada makam Bung Karno, di Kediri terdapat kuburan Tan Malaka. Kedua tokoh ini sama-sama menyandang sebutan founding fathers.
“Dan secara ekonomi akan berpengaruh positif bagi kehidupan masyarakat Selopanggung,“ tuturnya.
(san)