Hakim Parlas Dijatuhi Hukuman Satu Tahun Non Palu
A
A
A
PALANGKA RAYA - Masih ingat dengan Hakim Parlas Nababan? Yang sempat menjadi kontroversi setelah memutus kasus pembakaran lahan di Palembang Sumatera Selatan pada 2015 lalu.
Kini Parlas menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya. Parlas dijatuhi sanksi non palu selama satu tahun oleh Komisi Yudisial (KY).
Dia dinyatakan terbukti melanggar kode etik pedoman dan perilaku hakim saat menjadi Wakil Ketua PN Palembang.
Parlas saat itu menjadi Ketua Majelis Hakim dalam gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melawan perusahaan perkebunan PT Bumi Mekar Hijau (PT BMH). Pelanggaran etik yang dilakukan, di antaranya terkait dengan unprofessional conduct.
Dalam memutus perkara, Majelis Hakim diketuai Parlas dinilai luput memperhatikan undang-undang sektor kehutanan sebagai peraturan yang sifatnya lex specialis.
Dia kemudian dilaporkan oleh Ardilia Caesar, peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) pada 8 Januari 2016 lalu.
"Komisi Yudisial telah menindaklanjuti laporan saudara tertanggal 8 Januari 2016 dengan melakukan pemeriksaan dan pembahasan dalam sidang pleno. Sehubungan dengan hal itu kami sampaikan petikan putusan Nomor 0067/L/KY/I/2016 tanggal 26 Juli 2016 untuk diketahui," seperti tertulis dalam surat yang ditandatangani Sekjen KY Danang Wijiyanto.
Selain Ardilia Caeser, adalah peneliti LSM sektor kehutanan AURIGA, Syahrul Fitra yang juga ikut membuat laporan.
Menurutnya ketidakprofesionalan hakim karena KLHK sudah menghadirkan sejumlah saksi tapi tidak dijadikan pertimbangan majelis hakim.
Ditemui di Aquarius Hotel Palangka Raya sesuai mengikuti kegiatan seminar UNDP REDD+, Parlas Nababan tidak mau berkomentar. "Nanti lah, itu tak usah, no comment lah," katanya sembari berlalu, Jumat (23/9/2016).
Selain Parlas, dua hakim yang menjadi hakim anggota saat itu juga dijatuhi sanksi non palu. Adalah Kartijono dijatuhi non palu satu tahun dan Eliwarti dijatuhi sanksi non palu 3 bulan.
Di kesempatan berbeda, Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya Arif Supratman mengaku belum mengetahui sangsi KY untuk Parlas. "Kita belum bisa berkomentar karena belum melihat putusannya," kata dia dihubungi melalui telepon.
Kini Parlas menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya. Parlas dijatuhi sanksi non palu selama satu tahun oleh Komisi Yudisial (KY).
Dia dinyatakan terbukti melanggar kode etik pedoman dan perilaku hakim saat menjadi Wakil Ketua PN Palembang.
Parlas saat itu menjadi Ketua Majelis Hakim dalam gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melawan perusahaan perkebunan PT Bumi Mekar Hijau (PT BMH). Pelanggaran etik yang dilakukan, di antaranya terkait dengan unprofessional conduct.
Dalam memutus perkara, Majelis Hakim diketuai Parlas dinilai luput memperhatikan undang-undang sektor kehutanan sebagai peraturan yang sifatnya lex specialis.
Dia kemudian dilaporkan oleh Ardilia Caesar, peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) pada 8 Januari 2016 lalu.
"Komisi Yudisial telah menindaklanjuti laporan saudara tertanggal 8 Januari 2016 dengan melakukan pemeriksaan dan pembahasan dalam sidang pleno. Sehubungan dengan hal itu kami sampaikan petikan putusan Nomor 0067/L/KY/I/2016 tanggal 26 Juli 2016 untuk diketahui," seperti tertulis dalam surat yang ditandatangani Sekjen KY Danang Wijiyanto.
Selain Ardilia Caeser, adalah peneliti LSM sektor kehutanan AURIGA, Syahrul Fitra yang juga ikut membuat laporan.
Menurutnya ketidakprofesionalan hakim karena KLHK sudah menghadirkan sejumlah saksi tapi tidak dijadikan pertimbangan majelis hakim.
Ditemui di Aquarius Hotel Palangka Raya sesuai mengikuti kegiatan seminar UNDP REDD+, Parlas Nababan tidak mau berkomentar. "Nanti lah, itu tak usah, no comment lah," katanya sembari berlalu, Jumat (23/9/2016).
Selain Parlas, dua hakim yang menjadi hakim anggota saat itu juga dijatuhi sanksi non palu. Adalah Kartijono dijatuhi non palu satu tahun dan Eliwarti dijatuhi sanksi non palu 3 bulan.
Di kesempatan berbeda, Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya Arif Supratman mengaku belum mengetahui sangsi KY untuk Parlas. "Kita belum bisa berkomentar karena belum melihat putusannya," kata dia dihubungi melalui telepon.
(nag)