Menderita Obesitas sejak Kecil, Wahid Zarnanda Butuh Bantuan

Kamis, 22 September 2016 - 18:51 WIB
Menderita Obesitas sejak...
Menderita Obesitas sejak Kecil, Wahid Zarnanda Butuh Bantuan
A A A
TEGAL - Wahid Zarnanda tampak masih seperti bocah kendati usianya sudah menginjak 19 tahun. Sehari-hari sejak dua bulan terakhir, Wahid hanya bisa duduk atau tergolek di atas busa tipis yang dijadikan kasur sembari menonton televisi. Di atas busa itu juga ia makan, mandi, dan buang air.

Bobot tubuh‎ memaksa Wahid tak bisa beraktivitas normal. Berat badannya mencapai 180 kilogram (kg), sehingga menyulitkannya untuk bergerak, bahkan untuk sekadar berbaring. Pakaian yang dimilikinya pun sudah tidak pernah dikenakannya lagi.

Tak hanya menderita obesitas atau kelebihan berat badan, warga RT 4 RW 1 Kelurahan Slerok, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Jawa Tengah itu juga mengidap autis.

"Sudah dua bulan sudah tidak bisa jalan karena sudah susah bergerak. Sudah tidak bisa apa-apa," kata ibunda Wahid, Nanik (46), saat ditemui KORAN SINDO, Kamis (22/9/2016).

Nanik menuturkan, berat badan anak pertamanya mulai naik drastis sejak‎ berumur 3 tahun. Salah satunya karena keinginan makannya yang besar. Dalam sehari, Wahid bisa makan hingga 10 kali dengan menghabiskan nasi dan telur ayam 3 kilogram (kg) serta mi instan 20 bungkus.

"Waktu lahir normal. Beratnya 3 kilo. Setelah umur tiga tahun, berat badan naik terus, tidak pernah turun walaupun sakit. Makannya tidak terhitung. Terus-terusan. Terpaksa saya turuti karena kalau enggak dia ngamuk," tuturnya.

Saat berumur tiga tahun itu juga, Wahid didiagnosis menderita autis. Kondisi itu yang membuat Wahid tak dapat bersekolah seperti teman sebayanya.

"Pernah saya sekolahkan ke SLB waktu umur 6 tahun, tapi ditolak gurunya karena sering kencing. Komunikasi juga susah. Bisa menerima tapi susah merespons," ungkapnya.

‎Nanik yang khawatir dengan kondisi bobot tubuh anaknya sudah berupaya mencari pengobatan ke sejumlah dokter dan rumah sakit. Salah satu dokter yang didatangi menyebut Wahid sudah mengalami pembengkakan jantung. "Katanya harus dirawat di rumah sakit besar," ujarnya.

Setelah berupaya mengobati ke sejumlah tempat dan menghabiskan banyak biaya, Nanik yang sehari-hari buruh serabutan mengaku kini hanya bisa pasrah dengan kondisi Wahid. Ketiadaan biaya menjadi alasan utamanya. ‎Sang suami yang bekerja di Balai Yasa juga tak bisa diharapkannya.

"Saya sudah coba ke mana-mana dan berutang. Kata dokter harus dibawa ke rumah sakit besar di Bandung. Tapi setelah saya ke sana biayanya ternyata besar. Rp1,3 juta sehari," ungkap Nanik.

Nanik tergolong warga tidak mampu. Bersama Wahid dan empat anaknya yang lain, mereka menempati salah satu ruang bangunan Taman Kanak-kanak (TK) yang sudah tidak terpakai di lahan ‎bekas perumahan Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Di dalam rumah, tempat untuk tidur berbagi dengan dapur, termasuk tempat tidur Wahid.

Namun, kondisi memprihatinkan tersebut tak mengurangi kesabaran dan kasih sayang Nanik dalam merawat Wahid. ‎"Berharapnya ya Wahid bisa sembuh. Tapi saya tidak mau memaksakan karena tidak ada biaya," ucapnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1303 seconds (0.1#10.140)