Cerita AKBP Hastry saat Tentukan Sasaran Tembak di Tubuh Freddy Budiman

Senin, 05 September 2016 - 08:06 WIB
Cerita AKBP Hastry saat Tentukan Sasaran Tembak di Tubuh Freddy Budiman
Cerita AKBP Hastry saat Tentukan Sasaran Tembak di Tubuh Freddy Budiman
A A A
SEMARANG - Eksekusi terpidana mati selalu punya cerita tersendiri. Tak terkecuali bagi AKBP Sumy Hastry Purwanti, Polwan yang terbilang tak pernah absen di enam eksekusi mati sejak 2008 sampai 2016 lalu. Mulai dari Amrozi hingga Freddy Budiman.

Ya, Hastry memang selalu dilibatkan masuk tim eksekusi mati. Keahliannya di bidang forensik amatlah berguna. Tugasnya, menentukan titik bidik di tubuh terpidana mati.

"Yang terakhir, empat orang, termasuk Freddy Budiman (terpidana mati kasus narkotika). Setengah jam sebelum dieksekusi, saya tentukan titik bidik, jantungnya. Periksa pakai stetoskop, kemudian posisi jantungnya saya tempeli tanda. Pakai stiker scotlite," kisah Hastry kepada Koran SINDO di kantornya, Kompleks Bidang Kedokteran Kesehatan (Dokkes) Polda Jawa Tengah, di Kota Semarang, pekan lalu.

Freddy dieksekusi Jumat dinihari 29 Juli 2016 di Lapangan Limus Buntu Nusakambangan. Hastry bercerita, setengah jam sebelum eksekusi dilakukan, posisi jantung Freddy diperiksa.

Baju serba putih yang dikenakan, kemudian ditempeli stiker tepat di jantungnya. Titik itu yang jadi sasaran regu tembak melepaskan pelurunya.

Itu adalah detik – detik menegangkan, setelah tiga hari mengikuti kegiatan Brimob di Nusakambangan untuk persiapan eksekusi.

"Saat saya periksa jantungnya, Freddy terus saja berzikir. Tidak mengucapkan kata-kata apapun selain zikir," sambung Hastry.

Dia tidak melihat wajah Freddy, selain karena takut, kepalanya juga sudah tertutup kain. Seorang petugas Brimob mendampinginya, menerangi dengan senter.

Saat itu, sebut Hastry paling mencekam. Di lokasi gelap gulita, terdengar lirih suara zikir. Beberapa tamu undangan ada di lokasi bertratak yang sudah disediakan.

"Dari eksekusi-eksekusi sebelumnya, yang terakhir itu (Juli 2016) yang berat. Hujan badai turun, saya pakai sepatu boot. Pak Kapolda (Irjen Pol Condro Kirono – Kapolda Jawa Tengah) sampai basah semua," lanjutnya.

Setengah jam setelah ditembak, Hastry mendekat untuk memeriksa si terpidana mati, memastikan sudah meninggal dunia.

Hastry menyebut saat Freddy dibawa ke tiang eksekusi, termasuk ketika eksekusi Freddy dilakukan, hujan reda. Pun ketika jenazahnya dibawa ke pemulasaran.

"Jadi cuma Freddy yang kering, tiga lainnya (terpidana mati) basah semua. Paginya saya melihat pelangi cantik sekali, saya foto pake handphone (telepon seluler)," ungkap Polwan yang bertugas sebagai Kepala Subbidang Kedokteran Kepolisian (Dokpol) Biddokes Polda Jawa Tengah itu.

Satu-Satunya Polwan

Sejak eksekusi mati di Nusakambangan dilakukan, pada November 2008, 2011, Mei 2013, Januari 2015, April 2015 dan Juli 2016 lalu, Hastry selalu ditugaskan terlibat.

Hastry tercatat sebagai satu-satunya polwan pada 5 kali eksekusi mati yang sudah berlangsung, terakhir Juli 2016 lalu memang turut ikut beberapa dokter perempuan. Namun, tetap saja Hastry yang jadi dokter leadernya.

Saat tugas pertamanya, memasang titik bidik kepada tiga terpidana mati kasus Bom Bali; Amrozi, Imam Samudera dan Ali Gufron, 9 November 2008. Lokasi eksekusi di Lembah Nirbaya.

"Saya memang sering tugas autopsi jenazah berbagai kondisi. Tapi ini kan saya melihat sendiri, dari hidup sampai orang dieksekusi, jadi berbeda. Awalnya deg-degan," cerita Polwan yang baru saja meraih gelar doktor di bidang forensik ini.

Prosesi eksekusi, disyukuri Hastry, selalu berjalan lancar. Memang diakui, ada beberapa terpidana mati yang masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan pascaditembak. Di sini, dilakukan tembakan pengakhir, yakni ditembak di atas telinga alias kepala.

“Dari eksekusi pertama (2008), termasuk Bali Nine (Duo Bali Nine; Andrew Chan dan Myuran Sukumaran), saya Polwan sendirian. Kemarin (Juli 2016), ada beberapa dokter perempuan yang ikut, tapi mereka masih takut-takut,” tutup ibu dua anak ini.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8077 seconds (0.1#10.140)