Mengamuk, Anggota Marinir Pukuli dan Nyaris Bakar 2 Siswa SMP
A
A
A
BANDUNG - Nahas dialami dua orang pelajar SMP, Harta Asmara dan Setia Kurnia Alam. Lantaran minuman kemasannya terlempar mengenai tembak rumah anggota Marinir, keduanya habis dipukuli hingga babak belur, bahkan nyaris dibakar.
Peristiwa ini terungkap dalam persidangan kasus penganiayaan anak di bawah umur di Pengadilan Militer II-09 Bandung. Sidang dipimpin Hakim Ketua Letkol CHK Kowad Nanik, dan dua hakim anggota Mayor CHK Kowad Indrawati dan Mayor SUS Dahlan.
Terungkap dalam persidangan, Harta, Setia dan rekannya Rizki berboncengan dengan motor bertiga. Saat itu Rizki yang mengemudikan motor. Setia duduk di tengah, dan Harta paling belakang sambil memegang minuman kemasan.
Mereka bertiga kemudian melintas di Jalan Noble, Perumahan Graha, Cibinong, sepulangnya dari rumah Setia. Kondisi jalan berlubang membuat minuman yang dipegang Harta terlempar, dan mengenai tembok rumah anggota Marinir Kopral Suhari.
Melihat kejadian itu, Suhari lantas keluar rumah dengan wajah garang dan emosi langsung memuncak. Dia langsung mengambil batu besar dan melemparkannya ke arah tiga pelajar SMP itu. Beruntung, lemparan tidak mengenai ketiga pelajar ini.
Emosi lemparannya tidak mengenai korban, Suhari lantas meneriaki ketiganya maling. Teriakan anggota Marinir ini sontak membuat warga sekitar mengejar ketiga pelajar itu dan langsung menyerahkannya kepada Suhari.
“Saya sendiri dibawa warga. Setia dan Rizki tetap pakai motor dan di belakang,” kata Harta, Kamis (4/8/2016).
Namun, sebelum dia sampai ke tempat tujuan, dia berpapasan dengan Suhari yang lantas memintanya turun. Tanpa banyak cakap, kopral yang telah naik pitam ini langsung melayangkan tinjunya telak ke wajah Harta, hingga berkali-kali.
Meski Harta sempat meminta maaf, anggota Marinir itu tetap memukulinya. Dia tidak memberikan sedikitpun kesempatan kepada Harta untuk menjelaskan duduk perkaranya. Dia kemudian menyeret siswa kelas sembilan ini ke sebuah lahan kosong.
“Bapak itu kembali memukul saya di bagian muka. Berkali-kali. Saya disandarkan ke sebuah pohon di lahan kosong. Sampai akhirnya Setia datang, dan kemudian bapak itu menghajar Setia dengan kalung besi yang dipakai Setia," bebernya.
Sementara Rizki tidak diketahui keberadaannya. Tidak hanya anggota Marinir yang garang itu saja yang memukuli kedua siswa SMP ini. Warga yang berada di sekitar lokasi yang telah berkumpul juga ikut menghakiminya, hingga korban remuk.
Bahkan, kedua pelajar ini nyaris dibakar oleh warga dan anggota Marinir tersebut. Disaat situasi yang tegang itulah, Ibu Setia, Mintarsih, datang dan menghentikan warga yang brutal. Anggota Marinir itupun menghentikan pukulannya.
“Saya takut sekali, karena ada warga yang udah bawa balok kayu, bawa jerigen minyak tanah. Apalagi sudah ada teriakan bakar-bakar. Kami disangka begal. Saya merasa dekat sama ajal. Tapi untungnya ada Ibu Setia yang datang," sambungnya.
Setelah kejadian itu, para korban dibawa ke rumah masing-masing. Kemudian, para orangtua korban membuat laporan ke polisi. Namun ironis, laporan orangtua korban ditolak, dengan alasan pelaku merupakan prajurit TNI AL aktif.
“Saya sempat lapor ke Polsek Cibinong usai kejadian. Namum saat diterima oleh Babinsa Polsek atas nama Heru, pihak polsek menyatakan karena diduga pelaku penganiayaan oknum TNI aktif, sehingga tidak bisa diproses," ungkap Harjoni, ayah Harta.
Tidak putus asa, Harjoni lantas melapor ke Garnisun Kota. Tetapi oleh pihak Garnisun, pelaporan diarahkan ke Lanal Jakarta agar diteruskan ke POM TNI AL. Arjoni juga mendatangi pejabat RT dan RW di mana Koptu Saheri tinggal.
“Selain melapor ke Pom AL, saya mencoba mendatangi ketua RT dan RW setempat. Namun dijawab ketua RT setempat, bahwa tidak ada nama yang bersangkutan dan tidak terdaftar, ini membuat saya heran, masa warga tidak terdaftar,” terang dia.
Dalam perjalanannya, Harjoni mengaku sempat ada upaya agar permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan. Namun hingga akhirnya kasus tersebut digelar di meja hijau, mediasi tak pernah kunjung terjadi.
“Sebetulnya saya sudah memaafkan, namun tetap menyayangkan pertemuan untuk mediasi tidak kunjung terlaksana. Akhirnya saya serahkan saja semuanya pada mekanisme hukum yang berlaku,” pungkasnya.
Selain Harta dan Harjoni, Setia beserta kedua orangtuanya yakni Indang dan Mintarsih juga dimintai keterangan. Untuk mengumpulkan informasi yang bisa menguatkan atau bisa jadi melemahkan posisi terdakwa Koptu Saheri.
Peristiwa ini terungkap dalam persidangan kasus penganiayaan anak di bawah umur di Pengadilan Militer II-09 Bandung. Sidang dipimpin Hakim Ketua Letkol CHK Kowad Nanik, dan dua hakim anggota Mayor CHK Kowad Indrawati dan Mayor SUS Dahlan.
Terungkap dalam persidangan, Harta, Setia dan rekannya Rizki berboncengan dengan motor bertiga. Saat itu Rizki yang mengemudikan motor. Setia duduk di tengah, dan Harta paling belakang sambil memegang minuman kemasan.
Mereka bertiga kemudian melintas di Jalan Noble, Perumahan Graha, Cibinong, sepulangnya dari rumah Setia. Kondisi jalan berlubang membuat minuman yang dipegang Harta terlempar, dan mengenai tembok rumah anggota Marinir Kopral Suhari.
Melihat kejadian itu, Suhari lantas keluar rumah dengan wajah garang dan emosi langsung memuncak. Dia langsung mengambil batu besar dan melemparkannya ke arah tiga pelajar SMP itu. Beruntung, lemparan tidak mengenai ketiga pelajar ini.
Emosi lemparannya tidak mengenai korban, Suhari lantas meneriaki ketiganya maling. Teriakan anggota Marinir ini sontak membuat warga sekitar mengejar ketiga pelajar itu dan langsung menyerahkannya kepada Suhari.
“Saya sendiri dibawa warga. Setia dan Rizki tetap pakai motor dan di belakang,” kata Harta, Kamis (4/8/2016).
Namun, sebelum dia sampai ke tempat tujuan, dia berpapasan dengan Suhari yang lantas memintanya turun. Tanpa banyak cakap, kopral yang telah naik pitam ini langsung melayangkan tinjunya telak ke wajah Harta, hingga berkali-kali.
Meski Harta sempat meminta maaf, anggota Marinir itu tetap memukulinya. Dia tidak memberikan sedikitpun kesempatan kepada Harta untuk menjelaskan duduk perkaranya. Dia kemudian menyeret siswa kelas sembilan ini ke sebuah lahan kosong.
“Bapak itu kembali memukul saya di bagian muka. Berkali-kali. Saya disandarkan ke sebuah pohon di lahan kosong. Sampai akhirnya Setia datang, dan kemudian bapak itu menghajar Setia dengan kalung besi yang dipakai Setia," bebernya.
Sementara Rizki tidak diketahui keberadaannya. Tidak hanya anggota Marinir yang garang itu saja yang memukuli kedua siswa SMP ini. Warga yang berada di sekitar lokasi yang telah berkumpul juga ikut menghakiminya, hingga korban remuk.
Bahkan, kedua pelajar ini nyaris dibakar oleh warga dan anggota Marinir tersebut. Disaat situasi yang tegang itulah, Ibu Setia, Mintarsih, datang dan menghentikan warga yang brutal. Anggota Marinir itupun menghentikan pukulannya.
“Saya takut sekali, karena ada warga yang udah bawa balok kayu, bawa jerigen minyak tanah. Apalagi sudah ada teriakan bakar-bakar. Kami disangka begal. Saya merasa dekat sama ajal. Tapi untungnya ada Ibu Setia yang datang," sambungnya.
Setelah kejadian itu, para korban dibawa ke rumah masing-masing. Kemudian, para orangtua korban membuat laporan ke polisi. Namun ironis, laporan orangtua korban ditolak, dengan alasan pelaku merupakan prajurit TNI AL aktif.
“Saya sempat lapor ke Polsek Cibinong usai kejadian. Namum saat diterima oleh Babinsa Polsek atas nama Heru, pihak polsek menyatakan karena diduga pelaku penganiayaan oknum TNI aktif, sehingga tidak bisa diproses," ungkap Harjoni, ayah Harta.
Tidak putus asa, Harjoni lantas melapor ke Garnisun Kota. Tetapi oleh pihak Garnisun, pelaporan diarahkan ke Lanal Jakarta agar diteruskan ke POM TNI AL. Arjoni juga mendatangi pejabat RT dan RW di mana Koptu Saheri tinggal.
“Selain melapor ke Pom AL, saya mencoba mendatangi ketua RT dan RW setempat. Namun dijawab ketua RT setempat, bahwa tidak ada nama yang bersangkutan dan tidak terdaftar, ini membuat saya heran, masa warga tidak terdaftar,” terang dia.
Dalam perjalanannya, Harjoni mengaku sempat ada upaya agar permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan. Namun hingga akhirnya kasus tersebut digelar di meja hijau, mediasi tak pernah kunjung terjadi.
“Sebetulnya saya sudah memaafkan, namun tetap menyayangkan pertemuan untuk mediasi tidak kunjung terlaksana. Akhirnya saya serahkan saja semuanya pada mekanisme hukum yang berlaku,” pungkasnya.
Selain Harta dan Harjoni, Setia beserta kedua orangtuanya yakni Indang dan Mintarsih juga dimintai keterangan. Untuk mengumpulkan informasi yang bisa menguatkan atau bisa jadi melemahkan posisi terdakwa Koptu Saheri.
(san)