Update Kasus Wartawan Magang Dilecehkan Redaktur
A
A
A
KEDIRI - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri mempertanyakan hilangnya Pasal 294 ayat 2 KUHP dalam kasus pelecehan seksual yang dilakukan oknum atasan (redaktur) surat kabar harian ternama di Kabupaten Ngawi kepada wartawatinya.
AJI Kediri yang mendampingi korban sejak awal menilai, lenyapnya pasal yang memuat unsur bawahan dan atasan membuat pelaku berpeluang lolos dari jeratan hukum.
“Kalaupun tidak lolos paling hanya menjalani hukuman ringan (tipiring) yang jauh dari rasa jera. Karenanya kami menyesalkan sekaligus mempertanyakan tidak adanya Pasal 294 ayat 2,“ ujar Sekretaris AJI Kediri Fadly Rahmawan, Minggu (3/7/2016).
Yang terbaru, penyidik Polres Ngawi telah menetapkan pelaku berinsial DP sebagai tersangka. Penetapan itu bersamaan dengan pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Ngawi pada 21 Juni 2016.
Faktanya, polisi lebih memilih menggunakan Pasal 281 KUHP dari pada Pasal 294 ayat 2 KUHP. Pasal 281 hanya memberi hukuman maksimal 2,8 tahun penjara atau membayar denda Rp4.500.
Unsur pelanggaran kesusilaan di Pasal 281, yakni terjadi di muka umum (publik), kata Fadly juga sulit terpenuhi. Sedangkan Pasal 294 ayat 2 merangkum unsur lebih kuat, yakni status atasan dan bawahan antara tersangka dengan korban.
Selain itu, gerayangan, rabaan, ciuman pelecehan, pelukan hingga ajakan tidur DP kepada korban DPR, juga terjadi di dalam kantor yang itu bukan ruang publik. Maka itu, hukuman maksimal tujuh tahun penjara dinilai lebih bisa memberi efek jera.
“Padahal sebelumnya Kasatreskrim (Polres Ngawi) menyatakan menerima, setelah AJI Kediri, AJI Solo, dan tim advokasi menyampaikan alasan kenapa perlu dimasukkanya Pasal 294 ayat 2 KUHP dalam berkas perkara. Namun kenyataanya pasal itu ternyata tidak ada,“ tegasnya.
Fadly menilai, kembalinya berkas perkara karena kurang alat bukti (P18) seperti didalihkan kejaksaan pada 27 Juni 2016 lalu, yang mengindikasikan pasal yang digunakan penyidik kepolisian lemah.
“Yang menjadi fokus kita saat ini mempertanyakan alasan kepolisian menghilangkan Pasal 294 ayat 2 KUHP. Mumpung masih P18,“ tegas Fadly yang juga jurnalis televisi nasional itu.
Informasi yang dihimpun, sejak 1 Juli 2016 kemarin korban yang berstatus sebagai jurnalis magang di Harian Radar Lawu (Jawa Pos Group) tidak memperpanjang kontraknya.
Sementara tersangka masih dinonjobkan dari jabatannya sebagai redaktur. Kendati demikian, hingga kini statusnya masih sebagai karyawan surat kabar.
Ketua AJI Kediri Afnan Subagyo menambahkan, bahwa pihaknya bersama tim advokasi korban berencana mendatangi kepolisian Ngawi. Hingga kini, AJI Kediri akan tetap fokus pada kasus pelecehan seksual.
Terkait munculnya kabar pelaku akan melaporkan balik korban dengan tuduhan kasus plagiat dan pencurian berita, menurutnya tidak akan mengubah proses hukum yang berjalan.
“Antara kasus pelecehan seksual dan dugaan plagiat atau pencurian berita itu adalah dua hal yang berbeda. Fokus kita tetap pada kasus pelecehan seksual, dan mempertanyakan alasan polisi tidak menggunakan Pasal 294 ayat 2,“ terangnya.
Isu plagiat dan pencurian berita itu muncul setelah korban menolak jalan damai yang ditawarkan tersangka. Informasinya, tersangka akan menggunakan tuduhan plagiat dan pencurian berita agar korban menghentikan kasus pelecehan seksual.
AJI Kediri yang mendampingi korban sejak awal menilai, lenyapnya pasal yang memuat unsur bawahan dan atasan membuat pelaku berpeluang lolos dari jeratan hukum.
“Kalaupun tidak lolos paling hanya menjalani hukuman ringan (tipiring) yang jauh dari rasa jera. Karenanya kami menyesalkan sekaligus mempertanyakan tidak adanya Pasal 294 ayat 2,“ ujar Sekretaris AJI Kediri Fadly Rahmawan, Minggu (3/7/2016).
Yang terbaru, penyidik Polres Ngawi telah menetapkan pelaku berinsial DP sebagai tersangka. Penetapan itu bersamaan dengan pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Ngawi pada 21 Juni 2016.
Faktanya, polisi lebih memilih menggunakan Pasal 281 KUHP dari pada Pasal 294 ayat 2 KUHP. Pasal 281 hanya memberi hukuman maksimal 2,8 tahun penjara atau membayar denda Rp4.500.
Unsur pelanggaran kesusilaan di Pasal 281, yakni terjadi di muka umum (publik), kata Fadly juga sulit terpenuhi. Sedangkan Pasal 294 ayat 2 merangkum unsur lebih kuat, yakni status atasan dan bawahan antara tersangka dengan korban.
Selain itu, gerayangan, rabaan, ciuman pelecehan, pelukan hingga ajakan tidur DP kepada korban DPR, juga terjadi di dalam kantor yang itu bukan ruang publik. Maka itu, hukuman maksimal tujuh tahun penjara dinilai lebih bisa memberi efek jera.
“Padahal sebelumnya Kasatreskrim (Polres Ngawi) menyatakan menerima, setelah AJI Kediri, AJI Solo, dan tim advokasi menyampaikan alasan kenapa perlu dimasukkanya Pasal 294 ayat 2 KUHP dalam berkas perkara. Namun kenyataanya pasal itu ternyata tidak ada,“ tegasnya.
Fadly menilai, kembalinya berkas perkara karena kurang alat bukti (P18) seperti didalihkan kejaksaan pada 27 Juni 2016 lalu, yang mengindikasikan pasal yang digunakan penyidik kepolisian lemah.
“Yang menjadi fokus kita saat ini mempertanyakan alasan kepolisian menghilangkan Pasal 294 ayat 2 KUHP. Mumpung masih P18,“ tegas Fadly yang juga jurnalis televisi nasional itu.
Informasi yang dihimpun, sejak 1 Juli 2016 kemarin korban yang berstatus sebagai jurnalis magang di Harian Radar Lawu (Jawa Pos Group) tidak memperpanjang kontraknya.
Sementara tersangka masih dinonjobkan dari jabatannya sebagai redaktur. Kendati demikian, hingga kini statusnya masih sebagai karyawan surat kabar.
Ketua AJI Kediri Afnan Subagyo menambahkan, bahwa pihaknya bersama tim advokasi korban berencana mendatangi kepolisian Ngawi. Hingga kini, AJI Kediri akan tetap fokus pada kasus pelecehan seksual.
Terkait munculnya kabar pelaku akan melaporkan balik korban dengan tuduhan kasus plagiat dan pencurian berita, menurutnya tidak akan mengubah proses hukum yang berjalan.
“Antara kasus pelecehan seksual dan dugaan plagiat atau pencurian berita itu adalah dua hal yang berbeda. Fokus kita tetap pada kasus pelecehan seksual, dan mempertanyakan alasan polisi tidak menggunakan Pasal 294 ayat 2,“ terangnya.
Isu plagiat dan pencurian berita itu muncul setelah korban menolak jalan damai yang ditawarkan tersangka. Informasinya, tersangka akan menggunakan tuduhan plagiat dan pencurian berita agar korban menghentikan kasus pelecehan seksual.
(san)