Belasan Warga Korea Selatan Bekerja di Garut
A
A
A
GARUT - Jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Kabupaten Garut tercatat sebanyak 16 orang. Belasan TKA itu bekerja di sejumlah sektor berbeda, seperti di perusahaan aksesoris kecantikan, kosmetik, hotel, dan sepatu,
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Garut Elka Nurhakimah mengatakan, ke-16 TKA ini merupakan tenaga kerja legal yang memenuhi persyaratan dan memiliki dokumen resmi.
Menurutnya, pemerintah daerah selalu menerima laporan terkait keberadaan TKA ini dari perusahaan yang mempekerjakan mereka.
"Mereka semua legal, kami selalu mendapat laporan karena setiap perusahaan yang mempekerjakan melaporkannya kepada kami," kata Elka, Kamis (28/4/2016).
Termasuk saat perusahaan ini akan memperpanjang masa kerja TKA. Perusahaan, tambah Elka, selalu meminta permohonan perpanjangan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, sebelum meneruskannya ke pihak Imigrasi. "Dari imigrasi itu setelah ada perpanjangan dari kita," ujarnya.
Belasan TKA yang bekerja di Garut ini, kata Elka merupakan warga negara Korea Selatan. Beberapa waktu lalu, jumlah TKA yang bekerja tersebut berjumlah 18 orang.
"Dua orang WNA itu sudah tidak bekerja lagi. Mungkin masa kerjanya sudah habis. Sekarang mereka sudah pulang ke negaranya," ungkapnya.
Ia menyebut ke-16 TKA lainnya, bekerja pada sejumlah perusahaan berbeda dengan perincian tiga orang di PT Daux Cosmetic, empat orang di PT Danbi International, delapan orang di PT Chang Shin Reksa Jaya, dan satu orang di Danau Dariza Resort and Hotel.
Terkait ditemukannya TKA ilegal pada beberapa daerah lain, Elka mengaku kemungkinan tersebut bisa saja terjadi di Garut, meski kesempatannya sangat kecil.
"Sebab keberadaan mereka bisa cepat diketahui. Sampai sekarang ini, belum ada laporan mengenai keberadaan TKA ilegal. Pihak Imigrasi pun akan ada pengecekan," ujarnya.
Perlu diketahui, perusahaan atau pemberi kerja yang mempekerjakan TKA tanpa memiliki izin, maka perusahaan ini telah melanggar ketentuan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Atas pelanggaran tersebut, perusahaan atau pemberi kerja dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun penjara dan paling lama empat tahun penjara, serta denda paling banyak Rp400 juta.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Garut Elka Nurhakimah mengatakan, ke-16 TKA ini merupakan tenaga kerja legal yang memenuhi persyaratan dan memiliki dokumen resmi.
Menurutnya, pemerintah daerah selalu menerima laporan terkait keberadaan TKA ini dari perusahaan yang mempekerjakan mereka.
"Mereka semua legal, kami selalu mendapat laporan karena setiap perusahaan yang mempekerjakan melaporkannya kepada kami," kata Elka, Kamis (28/4/2016).
Termasuk saat perusahaan ini akan memperpanjang masa kerja TKA. Perusahaan, tambah Elka, selalu meminta permohonan perpanjangan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, sebelum meneruskannya ke pihak Imigrasi. "Dari imigrasi itu setelah ada perpanjangan dari kita," ujarnya.
Belasan TKA yang bekerja di Garut ini, kata Elka merupakan warga negara Korea Selatan. Beberapa waktu lalu, jumlah TKA yang bekerja tersebut berjumlah 18 orang.
"Dua orang WNA itu sudah tidak bekerja lagi. Mungkin masa kerjanya sudah habis. Sekarang mereka sudah pulang ke negaranya," ungkapnya.
Ia menyebut ke-16 TKA lainnya, bekerja pada sejumlah perusahaan berbeda dengan perincian tiga orang di PT Daux Cosmetic, empat orang di PT Danbi International, delapan orang di PT Chang Shin Reksa Jaya, dan satu orang di Danau Dariza Resort and Hotel.
Terkait ditemukannya TKA ilegal pada beberapa daerah lain, Elka mengaku kemungkinan tersebut bisa saja terjadi di Garut, meski kesempatannya sangat kecil.
"Sebab keberadaan mereka bisa cepat diketahui. Sampai sekarang ini, belum ada laporan mengenai keberadaan TKA ilegal. Pihak Imigrasi pun akan ada pengecekan," ujarnya.
Perlu diketahui, perusahaan atau pemberi kerja yang mempekerjakan TKA tanpa memiliki izin, maka perusahaan ini telah melanggar ketentuan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Atas pelanggaran tersebut, perusahaan atau pemberi kerja dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun penjara dan paling lama empat tahun penjara, serta denda paling banyak Rp400 juta.
(nag)