Diblokir Pemerintah, Ribuan Pelajar Supersemar Terancam Drop Out
A
A
A
YOGYAKARTA - Sejak diblokir rekening Yayasan Supersemar pada Januari 2016 lalu, nasib ribuan pelajar terancam drop out. Sebab, ada sekitar 20 ribu pelajar dan mahasiswa mengandalkan biaya pendidikan dengan menerima beasiswa dari yayasan tersebut.
"Saya salah satu dari 20 ribu pelajar yang terancam putus sekolah," kata Adi Supriyadi Fahrezi, Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (14/3/2016).
Ribuan penerima beasiswa Supersemar sangat menyayangkan pemblokiran ini. Sepengetahuan dia, Jaksa Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi telah menjamin, sita eksekusi harta tidak akan dilakukan terhadap cadangan dana beasiswa yang dimiliki lembaga tersebut.
Ternyata, faktanya tidak demikian. Sita eksekusi dilakukan. Otomatis, duit yang mereka terima dari yayasan bentukan alm Soeharto itu mandek. Padahal, biaya sekolah dan kuliah tetap harus dibayarkan setiap semester.
Hamidah Trihandayani, mahasiswi ilmu Komputer UGM Yogyakarta juga turut gelisah. Sebab, penerima beasiswa Supersemar ini butuh duit Rp7 juta tiap semester untuk biaya kuliah.
Dia juga pusing tujuh keliling karena harus mencari beasiswa lain dalam waktu dekat untuk menganti beasiswa Supersemar.
"Saya dapat 10 juta tiap tahun dari Supersemar. Uang itu sangat membantu sekali untuk biaya kuliah," bebernya.
Menurut Adi, ada ratusan pelajar dan mahasisa penerima beasiswa Supersemar di Yogyakarta. Mereka menempuh pendidikan diberbagai kampus, seperti UGM, UNY, UIN Sunan Kalijaga, dan kampus lainnya.
"Lebih dari 90 persen rektor di berbagai universitas di Indonesia, pernah menerima beasiswa Supersemar," jelasnya.
Para rektor, kata Adi, juga turut prihatin atas pemblokiran ini. Mereka akan menyatukan pandangan dan membuat petisi mendesak pemerintah supaya tidak memblokir dana yang diperuntukan kepada pelajar dan mahasiswa dari Yayasan Supersemar.
"Selasa, 15 Maret besok siang di University Club UGM, kita turut menyuarakan petisi yang meminta pemerintah membuka kembali penyaluran beasiswa Supersemar," jelasnya.
Pagi hari ditempat yang sama, kata Adi, Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMAPBS) menggelar dialog dan diskusi nasional melalui tajuk 'Implikasi Supersemar bagi Peradaban Indonesia'.
Rencananya, narasumber yang hadir dalam diskusi itu mulai dari Prof. Gunawan Sumodiningrat (Pakar Ekonomi Pembangunan), Prof Edi Suwandi Hamid
(Rektor UII), Mayjen TNI (Purn.) Issantoso (Pengajar Lemhanas), dokter Sulastomo (Mantan Ketum HMI Nasional), serta Mahpudi (Penulis buku).
Hal penting dari kegiatan itu bukan sekedar membahas Surat Perintah 11 Maret 1966. Namun, juga merupakan aksi mendorong dibukanya kembali penyaluran Beasiswa Supersemar yang dirasa sangat membantu generasi muda penerus bangsa.
Adi yang juga merupakan ketua pelaksana diskusi itu mengatakan, Beasiswa Supersemar sangat membantu bagi mahasiwa kurang mampu yang berprestasi. Dia mengaku ada jutaan pelajar dan mahasiswa berprestasi yang memiliki kantong tipis sulit mendapat beasiswa.
"Saya salah satu dari 20 ribu pelajar yang terancam putus sekolah," kata Adi Supriyadi Fahrezi, Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (14/3/2016).
Ribuan penerima beasiswa Supersemar sangat menyayangkan pemblokiran ini. Sepengetahuan dia, Jaksa Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi telah menjamin, sita eksekusi harta tidak akan dilakukan terhadap cadangan dana beasiswa yang dimiliki lembaga tersebut.
Ternyata, faktanya tidak demikian. Sita eksekusi dilakukan. Otomatis, duit yang mereka terima dari yayasan bentukan alm Soeharto itu mandek. Padahal, biaya sekolah dan kuliah tetap harus dibayarkan setiap semester.
Hamidah Trihandayani, mahasiswi ilmu Komputer UGM Yogyakarta juga turut gelisah. Sebab, penerima beasiswa Supersemar ini butuh duit Rp7 juta tiap semester untuk biaya kuliah.
Dia juga pusing tujuh keliling karena harus mencari beasiswa lain dalam waktu dekat untuk menganti beasiswa Supersemar.
"Saya dapat 10 juta tiap tahun dari Supersemar. Uang itu sangat membantu sekali untuk biaya kuliah," bebernya.
Menurut Adi, ada ratusan pelajar dan mahasisa penerima beasiswa Supersemar di Yogyakarta. Mereka menempuh pendidikan diberbagai kampus, seperti UGM, UNY, UIN Sunan Kalijaga, dan kampus lainnya.
"Lebih dari 90 persen rektor di berbagai universitas di Indonesia, pernah menerima beasiswa Supersemar," jelasnya.
Para rektor, kata Adi, juga turut prihatin atas pemblokiran ini. Mereka akan menyatukan pandangan dan membuat petisi mendesak pemerintah supaya tidak memblokir dana yang diperuntukan kepada pelajar dan mahasiswa dari Yayasan Supersemar.
"Selasa, 15 Maret besok siang di University Club UGM, kita turut menyuarakan petisi yang meminta pemerintah membuka kembali penyaluran beasiswa Supersemar," jelasnya.
Pagi hari ditempat yang sama, kata Adi, Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMAPBS) menggelar dialog dan diskusi nasional melalui tajuk 'Implikasi Supersemar bagi Peradaban Indonesia'.
Rencananya, narasumber yang hadir dalam diskusi itu mulai dari Prof. Gunawan Sumodiningrat (Pakar Ekonomi Pembangunan), Prof Edi Suwandi Hamid
(Rektor UII), Mayjen TNI (Purn.) Issantoso (Pengajar Lemhanas), dokter Sulastomo (Mantan Ketum HMI Nasional), serta Mahpudi (Penulis buku).
Hal penting dari kegiatan itu bukan sekedar membahas Surat Perintah 11 Maret 1966. Namun, juga merupakan aksi mendorong dibukanya kembali penyaluran Beasiswa Supersemar yang dirasa sangat membantu generasi muda penerus bangsa.
Adi yang juga merupakan ketua pelaksana diskusi itu mengatakan, Beasiswa Supersemar sangat membantu bagi mahasiwa kurang mampu yang berprestasi. Dia mengaku ada jutaan pelajar dan mahasiswa berprestasi yang memiliki kantong tipis sulit mendapat beasiswa.
(nag)