Aktivitas Jamaah Ahmadiyah Kembali Resahkan Warga Tulungagung
A
A
A
TULUNGAGUNG - Aktivitas jamaah Ahmadiyah di Desa Gempolan, Kecamatan Pakel, Kabupaten Tulungagung kembali meresahkan. Sebab, para pengikut dan penganjur ajaran Mirza Ghulam Ahmad itu kembali melaksanakan kegiatan ibadah di masjid yang tahun 2013 lalu pernah dirusak dan disegel warga.
"Iya, warga kembali resah atas aktivitas yang mereka (Ahmadiyah) lakukan kembali," ujar Kepala Desa Gempolan Isroful Mustofa kepada wartawan, Senin (18/1/2016).
Pada 20 Mei 2013, masjid milik jamaah Ahmadiyah di Desa Gempolan resmi ditutup. Ketua Ahmadiyah Tulungagung Jafar bersedia menyegel dan menutup sendiri menyusul adanya serangan dan pengerusakan dari warga setempat. Penyegelan disaksikan seluruh muspika dan MUI Kabupaten Tulungagung. Masjid berdiri pada tahun 2007.
Di masjid itu, seluruh aktivitas keyakinan Ahmadiyah berpusat. Aliran Ahmadiyah masuk pertama kali ke Tulungagung pada tahun 1995, dibawa almarhum Pardi, paman Jafar. Pardi mengenal Ahmadiyah setelah merantau cukup lama di Bogor, Jawa Barat.
Pemakaian pola syiar (penyebaran) ajaran ke lingkungan keluarga itu membuat jamaah Ahmadiyah Tulungagung sempat beranggotakan 14 orang.
Pascapembekuan ajaran Ahmadiyah pada tahun 2010, pengikut Mirza Ghulam Ahmad di Tulungagung tersisa tiga orang. Keresahan warga yang mereaksi munculnya kembali aktivitas di masjid memaksa para muspika Pakel, tokoh agama, dan MUI berkumpul.
Warga melihat masjid kembali digunakan ibadah Jumat hanya dengan dua makmum. "Sebab kita tidak ingin tindakan anarkis seperti sebelumnya akan terulang," terangnya.
Menurut Isroful, dalam pertemuan tersebut Ketua Ahmadiyah setempat telah menyatakan bersedia menghentikan seluruh aktivitas. Namun, pendekatan secara personal persuasif akan terus dilakukan.
Sementara, Jafar mengaku tidak tahu masjid Ahmadiyah kembali dihidupkan. Keterangan itu disampaikan dalam pertemuan dengan muspika. Hanya saja saat dikonfirmasi yang bersangkutan tidak bersedia memberikan keterangan.
Hal berbeda disampaikan Edy Susanto, pengikut Ahmadiyah selain Jafar. Menurut dia, Jafar mengetahui aktivitas yang berlangsung di masjid. "Sebenarnya tahu, namun karena takut tidak mengakui," ujarnya.
Edy mengatakan, ibadah yang berlangsung di masjid bertujuan mendoakan semua orang agar selamat dalam hidup dan tenteram. Karenanya, tidak ada alasan untuk dilarang. Ia juga mengutarakan isi Surat Keputusan Bersama (SKB) menteri bahwa Ahmadiyah dilarang dakwah ke luar.
Karena dakwah dilakukan di dalam (internal), masyarakat tidak boleh anarkis terhadap Ahmadiyah. "Kami hanya berdoa dan beribadah. Apakah itu salah?" tanyanya.
Edy juga menambahkan bahwa Ahmadiyah dalam waktu dekat akan melakukan klarifikasi ke MUI terkait tudingan sesat dan tidak sesuai ajaran Islam.
"Kita selalu dipandang negatif tanpa pernah melihat sisi positifnya. Karenanya kita akan melakukan klarifikasi," pungkasnya.
"Iya, warga kembali resah atas aktivitas yang mereka (Ahmadiyah) lakukan kembali," ujar Kepala Desa Gempolan Isroful Mustofa kepada wartawan, Senin (18/1/2016).
Pada 20 Mei 2013, masjid milik jamaah Ahmadiyah di Desa Gempolan resmi ditutup. Ketua Ahmadiyah Tulungagung Jafar bersedia menyegel dan menutup sendiri menyusul adanya serangan dan pengerusakan dari warga setempat. Penyegelan disaksikan seluruh muspika dan MUI Kabupaten Tulungagung. Masjid berdiri pada tahun 2007.
Di masjid itu, seluruh aktivitas keyakinan Ahmadiyah berpusat. Aliran Ahmadiyah masuk pertama kali ke Tulungagung pada tahun 1995, dibawa almarhum Pardi, paman Jafar. Pardi mengenal Ahmadiyah setelah merantau cukup lama di Bogor, Jawa Barat.
Pemakaian pola syiar (penyebaran) ajaran ke lingkungan keluarga itu membuat jamaah Ahmadiyah Tulungagung sempat beranggotakan 14 orang.
Pascapembekuan ajaran Ahmadiyah pada tahun 2010, pengikut Mirza Ghulam Ahmad di Tulungagung tersisa tiga orang. Keresahan warga yang mereaksi munculnya kembali aktivitas di masjid memaksa para muspika Pakel, tokoh agama, dan MUI berkumpul.
Warga melihat masjid kembali digunakan ibadah Jumat hanya dengan dua makmum. "Sebab kita tidak ingin tindakan anarkis seperti sebelumnya akan terulang," terangnya.
Menurut Isroful, dalam pertemuan tersebut Ketua Ahmadiyah setempat telah menyatakan bersedia menghentikan seluruh aktivitas. Namun, pendekatan secara personal persuasif akan terus dilakukan.
Sementara, Jafar mengaku tidak tahu masjid Ahmadiyah kembali dihidupkan. Keterangan itu disampaikan dalam pertemuan dengan muspika. Hanya saja saat dikonfirmasi yang bersangkutan tidak bersedia memberikan keterangan.
Hal berbeda disampaikan Edy Susanto, pengikut Ahmadiyah selain Jafar. Menurut dia, Jafar mengetahui aktivitas yang berlangsung di masjid. "Sebenarnya tahu, namun karena takut tidak mengakui," ujarnya.
Edy mengatakan, ibadah yang berlangsung di masjid bertujuan mendoakan semua orang agar selamat dalam hidup dan tenteram. Karenanya, tidak ada alasan untuk dilarang. Ia juga mengutarakan isi Surat Keputusan Bersama (SKB) menteri bahwa Ahmadiyah dilarang dakwah ke luar.
Karena dakwah dilakukan di dalam (internal), masyarakat tidak boleh anarkis terhadap Ahmadiyah. "Kami hanya berdoa dan beribadah. Apakah itu salah?" tanyanya.
Edy juga menambahkan bahwa Ahmadiyah dalam waktu dekat akan melakukan klarifikasi ke MUI terkait tudingan sesat dan tidak sesuai ajaran Islam.
"Kita selalu dipandang negatif tanpa pernah melihat sisi positifnya. Karenanya kita akan melakukan klarifikasi," pungkasnya.
(zik)