Penghuni Sriwedari Diminta Angkat Kaki

Senin, 14 September 2015 - 11:02 WIB
Penghuni Sriwedari Diminta Angkat Kaki
Penghuni Sriwedari Diminta Angkat Kaki
A A A
SOLO - Pihak ahli waris Wiryodiningrat meminta agar para penghuni kawasan Sriwedari segera angkat kaki menyusul putusan pengadilan negeri (PN) Solo yang meminta lahan tersebut dikosongkan dengan sukarela.

Mereka diminta mematuhi hukum yang memenangkan ahli waris. Kuasa Hukum ahli waris Anwar Rachman mengatakan, para penghuni Sriwedari harus keluar sebagaimana diperintahkan pengadilan. Kepemilikan harus dikembalikan kepada yang berhak sesuai aturan hukum setelah sekian lama dikuasai Pemkot Solo.

Selama ini, ahli waris telah bersabar karena sengketa telah berlangsung sekitar 45 tahun. Sehingga kesabarannya kini telah habis dan meminta para penghuni Sriwedari untuk meninggalkan secara sukarela. “Selama ini kami telah menempuh cara sesuai aturan hukum. Sehingga mereka (para tergugat) juga harus menghormati hukum yang berlaku,” tandas Anwar Rachman dihubungi KORAN SINDO kemarin.

Semua pihak yang selama ini berada di Sriwedari harus pergi, termasuk para pedagang kaki lima (PKL) yang ada di dalamnya. Para PKL dipersilakan untuk meminta pertanggungjawaban Pemkot Solo yang selama ini memungut retribusi. Mengenai rencana sejumlah elemen masyarakat yang menggalang petisi, pihaknya tetap bersikukuh dan berpedoman terhadap putusan pengadilan.

Selain itu, ahli waris Wiryodiningrat juga merupakan bagian dari masyarakat. “Saat ini ahli waris jumlahnya 1.500 orang, itu juga bagian dari masyarakat,” tandasnya. Sebagaimana diketahui, PN Solo telah melayangkan relas panggilan aanmaning (ditegur) kepada termohon eksekusi.

Yakni Pemkot Solo, Yayasan Radya Pustaka, dan Penguasa Keraton Kasunanan Solo. Dalam panggilan itu, para termohon eksekusi untuk datang ke PN Surakarta 29 September mendatang. Mereka diminta menghadap Ketua PN Solo guna diberi teguran.

Mereka dalam waktu delapan hari setelah ditegur untuk mentaati bunyi putusan PN Surakarta Nomor 31/Pdt. G/2011/ PN.Ska tertanggal 17 Nopember 2011, Kemudian dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Tengah Nomor 87/Pdt/2012/ PT.Smg tertanggal 16 Juli 2012 j unct o Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 3249K/Pdt/2012 tertanggal 5 Desember 2013.

Ketiga putusan memenangkan Nyonya Raden Ayu Suharni dalam sengketa lahan Sriwedari. Sementara itu, aksi perlawanan terhadap rencana eksekusi pengadilan terhadap lahan Sriwedari mulai bermunculan. Warga Solo menggalang aksi tandatangan #Save Sriwedari untuk menyelamatkan lahan bekas peninggalan Raja Keraton Kasunanan Surakarta Pakoe Boewono( PB) X tersebut.

Aksi digelar di kawasan Car Free Day (CFD) di Jalan Slamet Riyadi, Minggu (13/9) pagi. Mereka yang membubuhkan tanda tangan di kain warna putih, rata rata menolak rencana eksekusi lahan Sriwedari. “Sriwedari adalah roh Solo, jangan ada permainan di dalamnya,” tulis Candra Irianto, salah satu warga Solo.

Warga tidak rela Sriwedari dieksekusi dan berpindah kepemilikan. Sebab keberadaannya memiliki nilai sejarah yang tidak dapat dihilangkan. Termasuk fungsinya kini sebagai taman rekreasi publik. Warga berharap Sriwedari tetap dipertahankan sebagai identitas kebudayaan. “Kami khawatir Solo akan kehilangan bukti sejarah yang menjadi kebanggaan,” timpal Mulyadi, warga Banjarsari, Solo.

Dalam aksi itu, juga terdapat sosok Punakawan dalam dunia pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Keberadaan mereka sebagai simbol terhadap kekhawatirkan bahwa Gedung Wayang Orang (GWO) yang ada di dalam Sriwedari bakal turut tergusur. Sementara, wayang orang sebagai seni budaya masih terus hidup dalam pementasan di GWO.

Bahkan para seniman seniman asal Solo banyak yang dilahirkan melalui GWO dan Sriwedari. Selain itu, banyak pula orang orang yang menggantungkan hidup di GWO, dan Sriwedari pada umumnya. Penjabat Wali Kota Solo Budi Suharto mengaku pihaknya siap surat panggilan Pengadilan. Dia menegaskan bahwa Pemkot Solo mematuhi hukum yang berlaku.

Saat pemanggilan nantinya, Pemkot Solo akan menyampaikan permintaan penundaan eksekusi hingga putusan Peninjauan Kembali (PK) turun. Sebab saat ini, Pemkot masih melakukan perlawanan dengan cara mengajukan PK ke Mahkamah Agung (MA). Alasan lainnya adalah demi pelayanan masyarakat.

Sebab di dalam Sriwedari terdapat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) dan Museum Radya Pustaka. Sejauh ini Pemkot masih mengupayakan penyelesaian sengketa melalui jalur hukum. “Ini kasus hukum, maka penyelesaiannya juga diupayakan melalui jalur yang sama,” tegas Budi Suharto.

Sementara dari data Badan Pertanahan Nasional (BPN), lahan Sriwedari yang menjadi sengketa adalah lahan di Hak Pakai (HP) 11 dan HP 15. Secara garis besar, lahan seluas 9,9 hektare di Sriwedari terbagi dalam empat bidang tanah. Yakni HP 11 yang meliputi Stadion Sriwedari, Taman Hiburan Rakyat (THR), Gedung Wayang Orang dan kompleks Joglo Sriwedari.

Sedangkan HP 15 meliputi Museum Radya Pustaka, Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), Kompleks Pusat Jajanan Selera Rakyat (Pujasera) dan Graha Wisata Niaga. Selain dua bidang yang menjadi sengketa, ada pula HP 26 yang meliputi lahan yang saat ini digunakan untuk museum keris.

Ada pula bidang tanah Hak Guna Bangunan (HGB) 73 yang meliputi Plasa Sriwedari, Pos Polisi Sriwedari serta lahan di utara kawasan eks Bon Rojo.

Ary wahyu wibowo
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6642 seconds (0.1#10.140)