Sensasi Rujak Honje dari Ciherang
A
A
A
ANDA yang bermukim di Kabupaten Bandung, tepatnya di bagian selatan pasti sudah tidak asing dengan rujak Ciherang. Betapa tidak, hingga tahun ini eksistensi Roetjak Tjiherang sudah memasuki empat generasi.
Sejak masa kejayaannya di tahun 1964, rujak dengan komposisi khas ini sudah menjadi ikon camilan segar di daerah Soreang dan Banjaran.
Tak sulit menemukan kedai sederhana dari rujak beraroma eksotis ini. Letaknya di Jalan Raya Banjaran arah ke Soreang, ibu kota Kabupaten Bandung atau persis di Kampung Ciherang, Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran. Berjalan-jalan ke kedai itu, Anda akan disuguhkan romantika pemandangan warung di zaman dulu yang tampilannya masih seperti aslinya.
Semua alat-alat bernuansa tradisional properti di kedai masih menggunakan jubleg kaiuntuk menyimpan bumbu, ayakan awi, serta tumpukan daun pisang untuk memincuk rujak. Bahkan, tumpukan kerupuk aci malarat serta rengginang pun masih dipajang di etalase kayu yang tampak usang termakan usia. Namun soal rasa, jangan sepelekan racikan leluhur ini. Saat berjaya di tahun 1960-1970, rujak ini bahkan laris dipesan oleh orangorang yang akan berangkat naik haji.
Berkat racikannya yang masih alami, bumbu rujak Ciherang sanggup bertahan hingga tiga bulan. Tak basi, tak tengik bahkan tampilannya yang cokelat pekat tetap bertahan hingga 100 hari. “Keistimewaan dari Rujak Ciherang, ada pada racikan bumbunya yang tahan lama sampai tiga bulan. Pelanggan di masa nenek saya, bahkan sampai membawanya naik haji ke Mekkah. Sampai tiga bulan racikannya tak pernah basi,” ujar generasi ketiga Kedai Rujak Ciherang, Hartiningsih.
Rujak Ciherang memiliki cita rasa yang khas, yakni aroma buah honje atau kecombrang yang terbilang tajam. Wangi eksotik itu pula yang membuat pelanggannya gandrung untuk menikmati rujak ulek ini. Terlebih, cara penyajian rujak yang masih menggunakan daun, membuat rujak ini unik, dan kental aroma tradisionalnya. Menurut Hartiningsih, bahan baku honje juga tak hanya berperan sebagai aromatik.
Resep inilah yang justru membuat bumbu rujak lebih tahan lama hingga tiga bulan. Selain tumbukan honje, gula aren yang digunakan juga harus memilih yang alami dari perkampungan. Semua keaslian itu pun senantiasa dipertahankan oleh keluarga. “Untuk memertahankan keaslian, kami mencari pasokan honje itu dari hutan-hutan di sekitar Cianjur.
Alasannya, yang diambil untuk campuran rujak adalah buahnya bukan daun atau bunganya seperti di tempat lain. Begitu juga dengan gula aren, yang diambil dari produsen di perkampungan. Jadi sama sekali tidak ada bahan pengawet,” bebernya. Seperti layaknya rujak uleg, rujak Ciherang memiliki komposisi berupa irisan aneka buah, seperti mangga muda, ubi, bengkuang, kedondong, nanas, mentimun, dan jambu air.
Namun, buahbuahan ini juga bias lebih beragam, tergantung musim buah yang tengah marak di pasaran. Jika Anda ingin membawa pulang rujak mumpuni ini, sang pemilik dengan cekatan akan memincuk rujak dengan bungkusan daun pisang dan seumat sebagai pengikat. Kelebihan lain, bumbu rujak warisan Mak Empeuh ini sangat kental dan tak pernah mencair. Kalau Anda iseng membalikkannya di atas daun, bumbunya dijamin tak akan tumpah.
Kini, rujak Ciherang sudah memiliki cabang di beberapa tempat di kawasan Soreang, antara lain di Warung Lobak, Soreang, Sadu - Jalan Raya Ciwidey, Banjaran, serta Pameungpeuk. Kemasannya pun sudah ada yang toples. Masingmasing kedai, biasanya menghabiskan bumbu rujak dengan bahan baku gula sekitar 40-50 kilogram per hari. “Tidak ada racikan khusus, seperti lazimnya rujak bumbu dasarnya ya cabai rawit, gula aren, asam, dan honje. Namun antara buah-buahan dan bumbunya memang terpisah supaya tak gampang mencair,” ungkap Hartiningsih.
Sebagai perluasan usaha, keturunan Mak Empeuh sang pemilik juga sudah membuat modernisasi di ranah bumbu rujaknya. Di setiap kedainya, kini bisa dijumpai bumbu rujak yang sudah dikemas dalam toples dengan dua pilihan ukuran. Untuk yang kecil dibanderol Rp13.000. sementara yang besar Rp20.000 per toples. “Kami membuat kemasan toples supaya lebih praktis dibawa kemanamana. Soalnya sekarang banyak wisatawan dari luar Jawa Barat hingga mancanegara yang memburunya ke sini. Bumbu rujak ini sudah sampai ke Malaysia, Timur Tengah, Amerika serta Australia,” cerita Hartiningsih.
Jika Anda ingin menyantapnya dalam kemasan daun yang sudah lengkap dengan buah-buahan, cukup merogoh kocek Rp6.000 saja. Jam operasional rujak Ciherang dimulai dari jam 9.00 pagi sampai jam 18.00 sore setiap harinya.
Dini budiman
Sejak masa kejayaannya di tahun 1964, rujak dengan komposisi khas ini sudah menjadi ikon camilan segar di daerah Soreang dan Banjaran.
Tak sulit menemukan kedai sederhana dari rujak beraroma eksotis ini. Letaknya di Jalan Raya Banjaran arah ke Soreang, ibu kota Kabupaten Bandung atau persis di Kampung Ciherang, Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran. Berjalan-jalan ke kedai itu, Anda akan disuguhkan romantika pemandangan warung di zaman dulu yang tampilannya masih seperti aslinya.
Semua alat-alat bernuansa tradisional properti di kedai masih menggunakan jubleg kaiuntuk menyimpan bumbu, ayakan awi, serta tumpukan daun pisang untuk memincuk rujak. Bahkan, tumpukan kerupuk aci malarat serta rengginang pun masih dipajang di etalase kayu yang tampak usang termakan usia. Namun soal rasa, jangan sepelekan racikan leluhur ini. Saat berjaya di tahun 1960-1970, rujak ini bahkan laris dipesan oleh orangorang yang akan berangkat naik haji.
Berkat racikannya yang masih alami, bumbu rujak Ciherang sanggup bertahan hingga tiga bulan. Tak basi, tak tengik bahkan tampilannya yang cokelat pekat tetap bertahan hingga 100 hari. “Keistimewaan dari Rujak Ciherang, ada pada racikan bumbunya yang tahan lama sampai tiga bulan. Pelanggan di masa nenek saya, bahkan sampai membawanya naik haji ke Mekkah. Sampai tiga bulan racikannya tak pernah basi,” ujar generasi ketiga Kedai Rujak Ciherang, Hartiningsih.
Rujak Ciherang memiliki cita rasa yang khas, yakni aroma buah honje atau kecombrang yang terbilang tajam. Wangi eksotik itu pula yang membuat pelanggannya gandrung untuk menikmati rujak ulek ini. Terlebih, cara penyajian rujak yang masih menggunakan daun, membuat rujak ini unik, dan kental aroma tradisionalnya. Menurut Hartiningsih, bahan baku honje juga tak hanya berperan sebagai aromatik.
Resep inilah yang justru membuat bumbu rujak lebih tahan lama hingga tiga bulan. Selain tumbukan honje, gula aren yang digunakan juga harus memilih yang alami dari perkampungan. Semua keaslian itu pun senantiasa dipertahankan oleh keluarga. “Untuk memertahankan keaslian, kami mencari pasokan honje itu dari hutan-hutan di sekitar Cianjur.
Alasannya, yang diambil untuk campuran rujak adalah buahnya bukan daun atau bunganya seperti di tempat lain. Begitu juga dengan gula aren, yang diambil dari produsen di perkampungan. Jadi sama sekali tidak ada bahan pengawet,” bebernya. Seperti layaknya rujak uleg, rujak Ciherang memiliki komposisi berupa irisan aneka buah, seperti mangga muda, ubi, bengkuang, kedondong, nanas, mentimun, dan jambu air.
Namun, buahbuahan ini juga bias lebih beragam, tergantung musim buah yang tengah marak di pasaran. Jika Anda ingin membawa pulang rujak mumpuni ini, sang pemilik dengan cekatan akan memincuk rujak dengan bungkusan daun pisang dan seumat sebagai pengikat. Kelebihan lain, bumbu rujak warisan Mak Empeuh ini sangat kental dan tak pernah mencair. Kalau Anda iseng membalikkannya di atas daun, bumbunya dijamin tak akan tumpah.
Kini, rujak Ciherang sudah memiliki cabang di beberapa tempat di kawasan Soreang, antara lain di Warung Lobak, Soreang, Sadu - Jalan Raya Ciwidey, Banjaran, serta Pameungpeuk. Kemasannya pun sudah ada yang toples. Masingmasing kedai, biasanya menghabiskan bumbu rujak dengan bahan baku gula sekitar 40-50 kilogram per hari. “Tidak ada racikan khusus, seperti lazimnya rujak bumbu dasarnya ya cabai rawit, gula aren, asam, dan honje. Namun antara buah-buahan dan bumbunya memang terpisah supaya tak gampang mencair,” ungkap Hartiningsih.
Sebagai perluasan usaha, keturunan Mak Empeuh sang pemilik juga sudah membuat modernisasi di ranah bumbu rujaknya. Di setiap kedainya, kini bisa dijumpai bumbu rujak yang sudah dikemas dalam toples dengan dua pilihan ukuran. Untuk yang kecil dibanderol Rp13.000. sementara yang besar Rp20.000 per toples. “Kami membuat kemasan toples supaya lebih praktis dibawa kemanamana. Soalnya sekarang banyak wisatawan dari luar Jawa Barat hingga mancanegara yang memburunya ke sini. Bumbu rujak ini sudah sampai ke Malaysia, Timur Tengah, Amerika serta Australia,” cerita Hartiningsih.
Jika Anda ingin menyantapnya dalam kemasan daun yang sudah lengkap dengan buah-buahan, cukup merogoh kocek Rp6.000 saja. Jam operasional rujak Ciherang dimulai dari jam 9.00 pagi sampai jam 18.00 sore setiap harinya.
Dini budiman
(ars)