Pengusiran Pengungsi Dikecam
A
A
A
KARO - Pengusiran pengungsi korban erupsi Gunung Api Sinabung asal Desa Sigarang-garang, dari pos pengungsian Desa Sempajaya, oleh mantan Kades Sempajaya, Bantu Purba, beberapa hari lalu mendapat kecaman keras dari kalangan masyarakat
Elemen pemerhati korban Sinabung, Satria Tarigan, sangat menyayangkan pengusiran terlontar dari mulut Bantu Purba yang juga penanggung jawab tempat pengungsian Losd Desa Sempajaya. Hal itu sangat menyakiti hati para korban erupsi yang bertahun-tahun menjalani sulitnya kehidupan di posko pengungsian.
“Kami sedih mendengarnya. Coba dibayangkan bagaimana sulitnya mereka menjalani kehidupan selama ini, setelah tempat tinggal mereka di desa tidak bisa ditinggali. Lalu di posko pengungsian mereka mendapat perlakuan kasar, di mana hati nurani kita,” katanya, kemarin. Lebih lanjut dikatakannya, hingga terjadi pengusiran pengungsi tersebut juga diyakini akibat dari tidak ada keseriusan dalam penanganan pengungsi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo.
Bahkan di posko itu ada pengungsi yang mengaku kesulitan dalam meminta kebutuhan logistik. “Kejadian ini tetap menjadi kesalahanpemerintahyangtidak memperhatikan bagaimana kebutuhan para pengungsi di tempat pengungsian. Bukan karena logistiknya tidak ada, kebutuhan logistik itu ada, tapi mengapa mereka sangat sulit dalam mendapatkan kebutuhan sehariharinya,” ujar Satria Tarigan.
Mantan Kepala Desa Sempajaya, Bantu Purba, ketika dikonfirmasi via selulernya, Minggu (30/8), membantah pengusiran yang dilakukannya terhadap pengungsi korban erupsi Sinabung asal Desa Sigaranggarang. Bahkan dia mengatakan pemindahan itu karena keluhan pengungsi yang mengatakan posko pengungsian Losd Desa Sempajaya tidak layak. “Tidak ada mereka diusir, pak. Memang pengungsinya yang mengatakan posko tersebut tidak layak karena kondisinya sempit dan atapnya bocor,” kata Bantu Purba.
Diketahui, aksi pengusiran pengungsi oleh mantan Kepala Desa Sempajaya, Bantu Purba, yang juga selaku penanggung jawab tempat posko pengungsian Losd Desa Sempajaya, KecamatanBerastagi, terjadiKamis(27/8). Menurut pengakuan masyarakat Desa Sigarang-garang, Sura Karo-karo, 54, pemicu kejadian tersebut karena masalah sepele. Saat itu seorang warga sedesa, Limawati Sembiring Pandia, 23, meminta logistik berupa susu, sampo, dan sabun mandi kepada panitia posko Losd Sempajaya. Sebelumnya panitia posko membagikan paket logistik tersebut kepada seluruh pengungsi.
Namun, Limawati belum kebagian karena saat itu sedang tidak berada di pengungsian melayat keluarganya yang meninggal dunia di desa. “Dia (Limawati) hanya meminta paket logistik tersebut kepada panitia. Tiba-tiba pak Bantu Purba memaki dan menghina. Perkataan yang dilontarkan sangat bernada kasar dan mengusir kami dari posko pengungsian ini,” ungkap Sura.
Setelah kejadian itu, seluruh warga Desa Sigarang-garang yang mengungsi selama tiga bulan terakhir di posko pengungsian itu berembuk dan sepakat meninggalkan penampungan LosdDesaSempajaya. Hinggasaat ini 1.525 jiwa pengungsi korban erupsi Sinabung asal Desa Sigarang-garang telah ditempatkan pemerintah di tempat penampungan baru, yakni GBKP Simpang Enam Kabanjahe.
riza pinem
Elemen pemerhati korban Sinabung, Satria Tarigan, sangat menyayangkan pengusiran terlontar dari mulut Bantu Purba yang juga penanggung jawab tempat pengungsian Losd Desa Sempajaya. Hal itu sangat menyakiti hati para korban erupsi yang bertahun-tahun menjalani sulitnya kehidupan di posko pengungsian.
“Kami sedih mendengarnya. Coba dibayangkan bagaimana sulitnya mereka menjalani kehidupan selama ini, setelah tempat tinggal mereka di desa tidak bisa ditinggali. Lalu di posko pengungsian mereka mendapat perlakuan kasar, di mana hati nurani kita,” katanya, kemarin. Lebih lanjut dikatakannya, hingga terjadi pengusiran pengungsi tersebut juga diyakini akibat dari tidak ada keseriusan dalam penanganan pengungsi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo.
Bahkan di posko itu ada pengungsi yang mengaku kesulitan dalam meminta kebutuhan logistik. “Kejadian ini tetap menjadi kesalahanpemerintahyangtidak memperhatikan bagaimana kebutuhan para pengungsi di tempat pengungsian. Bukan karena logistiknya tidak ada, kebutuhan logistik itu ada, tapi mengapa mereka sangat sulit dalam mendapatkan kebutuhan sehariharinya,” ujar Satria Tarigan.
Mantan Kepala Desa Sempajaya, Bantu Purba, ketika dikonfirmasi via selulernya, Minggu (30/8), membantah pengusiran yang dilakukannya terhadap pengungsi korban erupsi Sinabung asal Desa Sigaranggarang. Bahkan dia mengatakan pemindahan itu karena keluhan pengungsi yang mengatakan posko pengungsian Losd Desa Sempajaya tidak layak. “Tidak ada mereka diusir, pak. Memang pengungsinya yang mengatakan posko tersebut tidak layak karena kondisinya sempit dan atapnya bocor,” kata Bantu Purba.
Diketahui, aksi pengusiran pengungsi oleh mantan Kepala Desa Sempajaya, Bantu Purba, yang juga selaku penanggung jawab tempat posko pengungsian Losd Desa Sempajaya, KecamatanBerastagi, terjadiKamis(27/8). Menurut pengakuan masyarakat Desa Sigarang-garang, Sura Karo-karo, 54, pemicu kejadian tersebut karena masalah sepele. Saat itu seorang warga sedesa, Limawati Sembiring Pandia, 23, meminta logistik berupa susu, sampo, dan sabun mandi kepada panitia posko Losd Sempajaya. Sebelumnya panitia posko membagikan paket logistik tersebut kepada seluruh pengungsi.
Namun, Limawati belum kebagian karena saat itu sedang tidak berada di pengungsian melayat keluarganya yang meninggal dunia di desa. “Dia (Limawati) hanya meminta paket logistik tersebut kepada panitia. Tiba-tiba pak Bantu Purba memaki dan menghina. Perkataan yang dilontarkan sangat bernada kasar dan mengusir kami dari posko pengungsian ini,” ungkap Sura.
Setelah kejadian itu, seluruh warga Desa Sigarang-garang yang mengungsi selama tiga bulan terakhir di posko pengungsian itu berembuk dan sepakat meninggalkan penampungan LosdDesaSempajaya. Hinggasaat ini 1.525 jiwa pengungsi korban erupsi Sinabung asal Desa Sigarang-garang telah ditempatkan pemerintah di tempat penampungan baru, yakni GBKP Simpang Enam Kabanjahe.
riza pinem
(bhr)