Rupiah Jeblok, Pengangguran Naik

Jum'at, 28 Agustus 2015 - 09:35 WIB
Rupiah Jeblok, Pengangguran Naik
Rupiah Jeblok, Pengangguran Naik
A A A
SEMARANG - Angka pengangguran baru di Jawa Tengah diprediksi akan terus meningkat seiring lesunya perekonomian nasional akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Pengangguran terjadi karena banyaknya perusahaan yang ter paksa merumahkan dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng mencatat setidaknya kurang lebih 2.000 karyawan di Jateng yang sudah dikenai PHK dan di rumahkan.

Sementara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah mencatat ada 1.305 pekerja di provinsi ini yang terkena PHK. Banyaknya perusahaan yang mengambil ke bijakan merumahkan dan mem-PHK karyawan dikarenakan kondisi ekonomi yang terus memburuk.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnakertrans) Jawa Tengah Wika Bintang mengatakan ribuan karyawan yang terkena PHK itu berasal dari 23 perusahaan di 11 kabupaten/kota di Jawa Tengah. “Jenis perusahaannya bermacam-macam, mu lai dari garmen, tekstil, plastik, dan perusahaan lain yang bahan bakunya impor,” paparnya di Semarang kemarin.

Wika mengatakan lokasi perusahaan-perusahaan itu berada di daerah pantura dan Solo Raya. Dengan banyaknya karyawan yang terkena PHK itu, angka pengangguran di per kirakan akan mengalami kenaikan. Februari lalu angka pengangguran di Jateng mencapai 920.000 jiwa. Meskipun kondisi ekonomi terus melemah, Disnakertrans mengimbau perusahaan-perusahaan yang ada di provinsi ini tidak melakukan PHK karyawannya.

“Kalau ada kesulitan coba dikonsultasikan dengan pemerintah,” ucapnya. Mengantisipasi bertambahnya pengangguran, Disnakertrans siap memberikan pelatihan-pelatihan wirausaha di balai latihan kerja (BLK) milik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. “Bagi warga yang berminat bekerja di bidang tekstil, bisa menghubungi kami, di Boyolali membutuhkan sekitar 1.000 orang untuk bekerja di pabrik tekstil,” kata Wika.

Anggota Komisi E DPRD Jateng Sri Marnyuni menga takan, pemerintah harus membentuk forum krisis nasional dengan melibatkan seluruh skateholder (pemegang kebijakan) untuk dikumpulkan guna membahas bagaimana mengatasi krisis ekonomi di Indonesia di berbagai sektor.

“Apa yang harus dilakukan dan siapa yang melakukan harus dilaksanakan dengan baik,” kata dia. Dengan demikian, lanjut politikus PAN Jateng ini, perusahaan yang bahan bakunya impor tidak melakukan PHK kepada buruhnya. Menurut dia, kalau angka pengangguran tinggi juga akan bermasalah bagi pemerintah. Oleh karena itu, harus ada antisipasi ber sama.

Sri juga meminta Disnakertrans membuat program yang bisa menangkap permasalahan yang selama ini terjadi. “Pemerintah Jateng harus langsung membuat pelatihan kerja, pemberdayaan UMKM, koordinasi pasar, dan sebagainya. Jangan mengurusnya secara sepotong-potong tapi secara utuh,” tandas Marnyuni.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memastikan hakhak seluruh pekerja yang terkena PHK sudah diberikan, salah satunya berupa pemberian uang pesangon oleh perusahaan masing-masing. “Jika nanti ada hak-hak pekerja yang belum dipenuhi oleh perusahaan maka pekerja bisa melaporkannya kepada pemerintahnya,” ujarnya.

Terkait dengan hal itu, Ganjar menjelaskan Disnaker tranduk Jateng akan segera membuka posko pengaduan PHK yang dikelola langsung. “Jika ada karyawan perusahaan yang terkena imbas PHK akan langsung ditangani pemerintah,” ucapnya. Beberapa perajin tahu di Temanggung khawatir harga kedelai yang merupakan bahan baku untuk membuat tahu terus naik seiring melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

“Selama ini kami menggunakan kedelai impor sebagai bahan baku membuat tahu, kalau rupiah terus melemah ber - arti harga kedelai akan melejit sehingga bisa merugikan usaha kami,” ujar Cipto, perajin tahu di Kelurahan Jurang. Tiga pekan lalu harga kedelai impor sekitar Rp6.900- Rp7.200 per kg, sekarang mencapai Rp7.150-Rp7.400 per kg.

Cipto menuturkan, pihaknya mendapatkan pasokan kedelai langsung dari distributor di Semarang dengan harga khusus, terpaut Rp200 per kg dari harga di pasaran. Untuk memproduksi tahu membutuhkan kedelai sekitar 5-7 kuintal per hari. Sebenarnya tidak masalah menggunakan kedelai lokal untuk membuat tahu, tetapi sayangnya barang itu juga sering tidak ada sehingga tidak bisa diandal - kan.

Perajin tahu masih bisa memaklumi kenaikan harga kedelai saat ini meskipun merasa khawatir. “Jika harga kedelai tembus di atas Rp9.000 per kg, kami merasa keberatan,” ujar Cipto. Biasanya jika harga setinggi itu, para perajin akan mengatasinya dengan mengurangi ukuran tahu, seperti yang terjadi tahun sebelumnya, saat harga kedelai sempat mencapai Rp9.700/kg.

Amin fauzi/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5115 seconds (0.1#10.140)