Harga Tinggi, Omzet Daging Ayam Lesu
A
A
A
GARUT - Tingkat penjualan daging ayam di Kabupaten Garut lesu. Lemahnya penjualan ini disebabkan harga daging ayam masih relatif tinggi, yakni Rp35.000/kg.
Menurut para pedagang, harga daging ayam belum mengalami perubahan pasca-Lebaran beberapa waktu lalu. Seorang pedagang daging di Blok H Pasar Induk Guntur Ciawitali Garut, Rini, 36, mengatakan tingginya harga daging membuat omzetnya menurun. “Daya beli masyarakat tidak sebanding dengan harga daging yang masih tinggi. Kalau pun ada pembeli, mereka tidak membeli banyak. Secara tidak langsung, hal ini berpengaruh kepada omzet penjualan,” kata Rini, kemarin.
Dia menambahkan, harga normal daging ayam biasanya Rp25.000/kg. Rini sendiri mengaku tidak tahu penyebab masih tingginya harga daging ini. “Sejauh ini pasokan normal. Tidak ada kelangkaan. Apakah penyebabnya karena pakan mahal atau apa, saya belum tahu. Cuma dari penjelasan pengirim ayam yang suka kemari, memang harganya masih tinggi,” ujarnya.
Penjual daging lainnya, Rudy, 43, mengeluhkan hal yang sama. Dia menyebut tingkat penjualan dagingnya menyusut hingga 50 persen. “Omzet dagangan saya sekarang berkurang. Kurang lebih sekitar 50 persenan. Biasanya daging itu jam 10.00 WIB pagi sudah habis, sementara sampai jam 11.00 WIB siang tadi masih banyak,” ucapnya.
Rudy meminta agar pemerintah turun tangan dalam menyelesaikan persoalan ini. Sebab tingginya harga daging ayam bukan hanya menyulitkan pembeli, tetapi membuat penghasilan pedagang berkurang. Seorang warga asal Desa Suci, Ke camatan Karangpawitan, Euis, 43, menuturkan sangat keberatan dengan masih tingginya harga daging ini.
“Kalau harganya tinggi di musim Lebaran saya paham, karena pasti banyak permintaan. Sekarang lebaran telah berlalu. Pasokan daging normal tidak langka, permintaan pun tidak sebanyak seperti lebaran. Lalu yang saya heran, kenapa harganya masih tinggi,” keluhnya.
Fani ferdiansyah
Menurut para pedagang, harga daging ayam belum mengalami perubahan pasca-Lebaran beberapa waktu lalu. Seorang pedagang daging di Blok H Pasar Induk Guntur Ciawitali Garut, Rini, 36, mengatakan tingginya harga daging membuat omzetnya menurun. “Daya beli masyarakat tidak sebanding dengan harga daging yang masih tinggi. Kalau pun ada pembeli, mereka tidak membeli banyak. Secara tidak langsung, hal ini berpengaruh kepada omzet penjualan,” kata Rini, kemarin.
Dia menambahkan, harga normal daging ayam biasanya Rp25.000/kg. Rini sendiri mengaku tidak tahu penyebab masih tingginya harga daging ini. “Sejauh ini pasokan normal. Tidak ada kelangkaan. Apakah penyebabnya karena pakan mahal atau apa, saya belum tahu. Cuma dari penjelasan pengirim ayam yang suka kemari, memang harganya masih tinggi,” ujarnya.
Penjual daging lainnya, Rudy, 43, mengeluhkan hal yang sama. Dia menyebut tingkat penjualan dagingnya menyusut hingga 50 persen. “Omzet dagangan saya sekarang berkurang. Kurang lebih sekitar 50 persenan. Biasanya daging itu jam 10.00 WIB pagi sudah habis, sementara sampai jam 11.00 WIB siang tadi masih banyak,” ucapnya.
Rudy meminta agar pemerintah turun tangan dalam menyelesaikan persoalan ini. Sebab tingginya harga daging ayam bukan hanya menyulitkan pembeli, tetapi membuat penghasilan pedagang berkurang. Seorang warga asal Desa Suci, Ke camatan Karangpawitan, Euis, 43, menuturkan sangat keberatan dengan masih tingginya harga daging ini.
“Kalau harganya tinggi di musim Lebaran saya paham, karena pasti banyak permintaan. Sekarang lebaran telah berlalu. Pasokan daging normal tidak langka, permintaan pun tidak sebanyak seperti lebaran. Lalu yang saya heran, kenapa harganya masih tinggi,” keluhnya.
Fani ferdiansyah
(ftr)