Pencairan Anggaran Langsung Dikoordinasikan ke Harini

Jum'at, 14 Agustus 2015 - 07:34 WIB
Pencairan Anggaran Langsung...
Pencairan Anggaran Langsung Dikoordinasikan ke Harini
A A A
SEMARANG - Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran dalam program Semarang Pesona Asia (SPA) 2007 Sri Untari mengaku tidak pernah dilibatkan dalam program menarik wisatawan yang belakangan diketahui bermasalah itu.

“Semua hal termasuk pembayaran saya tidak tahu sama sekali,” katanya saat menjadi saksi mantan atasannya, Harini Krisniati di Pengadilan Tipikor Semarang, kemarin. Sri Untari juga mengaku tidak mengetahui adanya pencairan anggaran dalam proyek tersebut. Padahal, seharusnya sebagai kuasa pengguna anggaran, dia harus mengetahui dan terlibat dalam proyek itu. “Pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) juga tidak pernah melaporkan ke saya. Koordinasinya langsung ke pengguna anggaran (terdakwa Harini),” tuturnya.

Sri Untari mengaku terkejut saat adanya pencairan anggaran atas proyek itu. Sri juga sempat menanyakan ke bendahara terkait hal karena dia merasa tidak pernah memerintahkan melakukan pembayaran. “Saya tanya ke Ibu Sita selaku bendahara pembayaran dan Evasene Martins selaku bendahara kegiatan, kok bisa ada pembayaran padahal saya tidak pernah memerintahkan melakukan pembayaran. Saat itu mereka menjawab katanya sudah sesuai dan sudah ada perintah dari pengguna anggaran (Harini),” paparnya.

Keterangan Sri Untari itu langsung dibantah oleh terdakwa Harini. Dalam kesempatan itu, Harini menilai Sri Untari berpura- pura tidak mengetahui beberapa hal yang ditanyakan hakim. “Saksi seperti memperbodoh diri. Saya keberatan kalau saksi seolah tidak tahu apa-apa dan bodoh. Terkait adanya perintah pembayaran dari saya ke Evasene dan Sita itu tidak mungkin, saya keberatan,” kata Harini.

Saksi lain, yakni Evasene saat diperiksa mengatakan Harini Krisniati pernah meminta uang Rp218,8 juta kepadanya. Uang itu diminta dengan alasan untuk mengganti dana kegiatan yang sebelumnya sudah dikeluarkan. “Pernah memberi Rp218,8 juta atas perintah Ibu Harini. Tapi kuitansi baru sebagian dan lainnya menyusul saat LPj. Saat itu Bu Harini mengatakan uang itu untuk mengganti kegiatan sebelumnya,” ungkapnya.

Evasene mengaku sering diperintahkan terdakwa membayar kegiatan yang diajukan buktinya dengan kuitansi. Saat itu dia diminta melakukan pencocokan antara penggunaan, kuitansi, dan pembayaran. “Saya hanya diperintah ibu, kalau ada di DPA bayar sesuai kuitansi. Namun atas pembayaran itu, tidak ada bukti penerimaan,” katanya sambil mengakui apa yang dilakukan itu adalah salah.

Sekadar diketahui, kasus ini bermula saat Kota Semarang mengadakan program Semarang Pesona Asia (SPA) 2007. Program ini ditujukan untuk menarik wisatawan datang ke ibu kota Provinsi Jawa Tengah ini. Dalam proyek tersebut, Pemerintah Kota Semarang mengucurkan dana dari APBD senilai Rp3,5 miliar. Selain dana itu, terdapat pula dana dari pihak sponsorship yakni berupa dana ringan Rp800 juta dan bantuan properti senilai Rp1,5 miliar.

Dalam pelaksanaannya diduga ada penyelewengan. Beberapa kuitansi pembayaran yang dilakukan menggunakan dana tersebut diketahui fiktif alias tidak sesuai dengan kenyataan. Akibat kejadian itu, negara rugi Rp520 juta.

Andika prabowo
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0955 seconds (0.1#10.140)