Anak Tukang Becak Raih Beasiswa UGM
A
A
A
YOGYAKARTA - Mimpi Sudarmono (18) menjadi mahasiswa Universitas Gadah Mada (UGM) akhirnya terwujud. Berkat perjuangan yang pantang menyerah, anak tukang becak ini berhasil meraih beasiswa dalam program bidikmisi UGM.
Bagaimana perjuangan Sudarmono hingga berhasil mewujudkan mimpinya? Berikut penuturan Sudarmono kepada wartawan.
Sudarmono merupakan anak bungsu dari pasangan Wagiman-Mursiyem, tukang becak yang biasa mangkal di Jalan Suryopranoto, Gunungketur, Pakualaman, Yogyakarta.
Sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sudarmono sudah bercita-cita untuk menjadi mahasiswa UGM. Untuk memotivasi dirinya sendiri, dia menuliskan impiannya tersebut disecarik kertas lalu ditempelkan ke dinding kamar.
"Sukses bagi saya sendiri adalah jika saya sudah bisa berguna bagi keluarga dan masyarakat di sekitar saya. Dengan jalan bisa kuliah, saya berharap bisa pula mengubah ekonomi keluarga menjadi lebih baik," katanya, Kamis (13/8/2015).
Sudarmono tinggal dengan ibu dan kakaknya di rumah yang sederhana, di Dusun Mranggen, Dukuh, Bayat, Klaten. Sementara sang ayah menumpang hidup di Masjid Margoyasan di sekitar LP Wirogunan, Yogyakarta.
Berasal dari keluarga kurang mampu tidak membuat Sudarmono rendah diri. Sebaliknya, dengan usaha yang keras dan ketekunan yang tinggi, dia berhasil menunjukkan prestasinya.
Prestasi Sudarmono dalam belajar sudah terlihat saat dia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Dia selalu menjadi juara kelas dan masuk dalam tiga besar di kelasnya.
Selain prestasi akademik, Sudarmono juga memiliki prestasi nonakademik. Dia pernah mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) di bidang fisika dan kimia, lomba cerdas cermat, lomba pidato, dan kejuaraan catur.
"Memang, untuk mencapai sebuah kesuksesan diperlukan perjuangan lebih dibandingkan orang lain," terang Sudarmono.
Saat lulus dari SMA Negeri 1 Bayat, Sudarmono mengaku sibuk mencari informasi mengenai beasiswa. Ajakan teman-temannya untuk liburan ditolaknya. Kesenangan pribadinya pun dia korbankan demi sesaat.
"Setelah ujian, biasanya teman-teman saya sibuk refreshing. Tapi tidak demikian dengan saya, karena saya masih harus fokus untuk mencari beasiswa masuk perguruan tinggi.
Usaha Sudarmono akhirnya membuahkan hasil. Dia masuk dalam daftar mahasiswa baru UGM angkatan 2015 di Fakultas Peternakan melalui jalur SNMPTN program bidikmisi.
"Saya berharap bisa menempuh usaha kuliah dengan baik dan lulus tepat waktu, tentu dengan IPK baik," sambung pria kelahiran 24 Agustus 1997 itu.
Keberhasilan Sudarmono meraih beasiswa UGM membuat keluarganya sangat bangga. Kebanggaan keluarga Sudarmono tampak saat dirinya berangkat ke UGM diantar oleh ayahnya Wagiman dengan menggunakan becak.
Diakui Wagiman, dari kelima anaknya, hanya Sudarmono yang bisa mengenyam pendidikan tinggi. Sedangkan empat anak lainnya hanya tamatan SMP dan SMA. Dia sendiri mengaku hanya lulusan SD.
"Saya membecak dari tahun 1973. Baru tahun 1992 saya bisa beli becak sendiri, itupun nyicil Rp1.000 perhari. Dan karena saya membecak di Yogyakarta, saya hidup terpisah dengan istri dan anak-anak," terang Wagiman.
Sementara itu, Direktur Kemahasiswaan UGM Dr Senawi mengaku bangga dengan Sudarmono. Dia melihat Sudarmono memiliki kecerdasan emosional, spiritual, dan intelektual yang dapat dibanggakan.
"Sudarmono tidak sendiri, di UGM banyak temannya yang senasib, namun berprestasi. Selama hanya karena masalah ekonomi, UGM berkomitmen akan terus membantu mereka semua, anak-anak yang berprestasi ini agar bisa lulus kuliah," pungkasnya.
Bagaimana perjuangan Sudarmono hingga berhasil mewujudkan mimpinya? Berikut penuturan Sudarmono kepada wartawan.
Sudarmono merupakan anak bungsu dari pasangan Wagiman-Mursiyem, tukang becak yang biasa mangkal di Jalan Suryopranoto, Gunungketur, Pakualaman, Yogyakarta.
Sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sudarmono sudah bercita-cita untuk menjadi mahasiswa UGM. Untuk memotivasi dirinya sendiri, dia menuliskan impiannya tersebut disecarik kertas lalu ditempelkan ke dinding kamar.
"Sukses bagi saya sendiri adalah jika saya sudah bisa berguna bagi keluarga dan masyarakat di sekitar saya. Dengan jalan bisa kuliah, saya berharap bisa pula mengubah ekonomi keluarga menjadi lebih baik," katanya, Kamis (13/8/2015).
Sudarmono tinggal dengan ibu dan kakaknya di rumah yang sederhana, di Dusun Mranggen, Dukuh, Bayat, Klaten. Sementara sang ayah menumpang hidup di Masjid Margoyasan di sekitar LP Wirogunan, Yogyakarta.
Berasal dari keluarga kurang mampu tidak membuat Sudarmono rendah diri. Sebaliknya, dengan usaha yang keras dan ketekunan yang tinggi, dia berhasil menunjukkan prestasinya.
Prestasi Sudarmono dalam belajar sudah terlihat saat dia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Dia selalu menjadi juara kelas dan masuk dalam tiga besar di kelasnya.
Selain prestasi akademik, Sudarmono juga memiliki prestasi nonakademik. Dia pernah mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) di bidang fisika dan kimia, lomba cerdas cermat, lomba pidato, dan kejuaraan catur.
"Memang, untuk mencapai sebuah kesuksesan diperlukan perjuangan lebih dibandingkan orang lain," terang Sudarmono.
Saat lulus dari SMA Negeri 1 Bayat, Sudarmono mengaku sibuk mencari informasi mengenai beasiswa. Ajakan teman-temannya untuk liburan ditolaknya. Kesenangan pribadinya pun dia korbankan demi sesaat.
"Setelah ujian, biasanya teman-teman saya sibuk refreshing. Tapi tidak demikian dengan saya, karena saya masih harus fokus untuk mencari beasiswa masuk perguruan tinggi.
Usaha Sudarmono akhirnya membuahkan hasil. Dia masuk dalam daftar mahasiswa baru UGM angkatan 2015 di Fakultas Peternakan melalui jalur SNMPTN program bidikmisi.
"Saya berharap bisa menempuh usaha kuliah dengan baik dan lulus tepat waktu, tentu dengan IPK baik," sambung pria kelahiran 24 Agustus 1997 itu.
Keberhasilan Sudarmono meraih beasiswa UGM membuat keluarganya sangat bangga. Kebanggaan keluarga Sudarmono tampak saat dirinya berangkat ke UGM diantar oleh ayahnya Wagiman dengan menggunakan becak.
Diakui Wagiman, dari kelima anaknya, hanya Sudarmono yang bisa mengenyam pendidikan tinggi. Sedangkan empat anak lainnya hanya tamatan SMP dan SMA. Dia sendiri mengaku hanya lulusan SD.
"Saya membecak dari tahun 1973. Baru tahun 1992 saya bisa beli becak sendiri, itupun nyicil Rp1.000 perhari. Dan karena saya membecak di Yogyakarta, saya hidup terpisah dengan istri dan anak-anak," terang Wagiman.
Sementara itu, Direktur Kemahasiswaan UGM Dr Senawi mengaku bangga dengan Sudarmono. Dia melihat Sudarmono memiliki kecerdasan emosional, spiritual, dan intelektual yang dapat dibanggakan.
"Sudarmono tidak sendiri, di UGM banyak temannya yang senasib, namun berprestasi. Selama hanya karena masalah ekonomi, UGM berkomitmen akan terus membantu mereka semua, anak-anak yang berprestasi ini agar bisa lulus kuliah," pungkasnya.
(san)