Dana Penanggulangan Krisis Air Minim
A
A
A
JEPARA - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara hanya menyediakan dana Rp40 juta sebagai anggaran penanggulangan kekeringan tahun ini. Jumlah ini jauh dari cukup untuk mengatasi kekeringan yang melanda hampir seluruh wilayah kabupaten ini.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Jepara mengajukan bantuan ke BPBD Provinsi Jateng maupun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Jepara Jamaludin mengatakan anggaran sebesar Rp40 juta memang naik dari tahun lalu yang hanya Rp30 juta. Persoalannya, kebutuhan penanggulangan kekeringan di lapangan menelan dana hingga Rp70 juta.
“Persoalan serupa akan terulang lagi. Karena hingga awal Agustus ini saja, sudah ada belasan desa di beberapa kecamatan yang mengalami krisis air dan mengajukan bantuan ke BPBD,” katanya. Menurutnya, kemarau tahun ini diprediksi akan berlangsung lebih lama karena badai El Nino.
Karena itu, Jamaludin memperkirakan desa yang mengalami krisis air bersih di Jepara akan terus bertambah. Bahkan, kawasan yang sebelumnya tidak masuk dalam peta kekeringan, kini juga termasuk wilayah krisis air bersih. “Jadi pasti anggaran tak cukup. Puncak krisis air bersih kemungkinan September atau Oktober,” ujarnya.
Sejak Juli lalu belasan desa di Jepara sudah mengajukan bantuan pengiriman air bersih. Di antaranya Desa Tunggul Pandean, Blimbingrejo (Kecamatan Nalumsari); Desa Kedungmalang, Desa Karangaji, Desa Surodadi, Desa Kalianyar, Desa Panggung (Kecamatan Kedung); Desa Rajekwesi, Kecamatan Mayong; Desa Raguklampitan, Kecamatan Batealit; Desa Gerdu, Kecamatan Pecangaan; serta Desa Sinanggul dan Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo.
Pekan ini tandon air siap dikirim ke desa-desa yang membutuhkan bantuan. Jika tandon air sudah siap digunakan, maka pengiriman bisa segera dilakukan. “Jika tahun lalu, desa harus mengambil dan mengembalikan tandon air, maka tahun ini BPBD yang akan mengirim dan mengambil tendon air jika sudah selesai digunakan,” kata Jamaludin.
BPBD juga sudah berkoordinasi dengan tiga penyedia air bersih milik swasta yang sudah bekerja sama tahun lalu karena PDAM Jepara tidak mampu menyediakan air untuk pengiriman. Wabup Jepara Subroto menilai persoalan krisis air bersih tidak bisa hanya diselesaikan dengan cara pengiriman air bersih.
Agar persoalan serupa tak terulang maka harus dicarikan solusi jangka panjang, baik berupa penghijauan, penambahan daerah tangkapan air hingga pembangunan embung atau waduk di berbagai titik di Jepara. Di Kendal sekitar 338 hektare sawah terancam puso karena kekurangan air. Kepala Dinas Pertanian Peternakan dan Perkebunan Kendal Sri Purwanti menerangkan, kekeringan paling parah terjadi di sembilan kecamatan, yakni Kecamatan, Kaliwungu Selatan, Kaliwungu, Brangsong, Kendal, Patebon, Cepiring, Ngampel, Pegandon, Kangkung.
“Saat ini kami masih berusaha untuk memberikan bantuan berupa sumur pantek bagi petani,” ujarnya kemarin. Kasi Kedaruratan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kendal Slamet menyampaikan, selain areal persawahan, musim kemarau panjang juga membuat sumur warga kering.
Sehingga cadangan air bersih milik warga semakin menipis. Sejauh ini ada lima kecamatan yang membutuhkan bantuan air bersih. Di antaranya Kecamatan Ngampel, Ringinarum, Pegandon, Patean, dan Cepiring. “Akhir Juli lalu tercatat ada tiga kecamatan, yakni Cepiring, Ringinarum, dan Pegandon. Masuk bulan Agustus, kekeringan kian meluas,” ucapnya.
Bantuan air bersih sendiri, lanjut dia tidak bisa diberikan serentak lantaran BPBD kekurangan tangki untuk mendistribusikan air bantuan. Rencananya, hari ini BPBD akan menyalurkan bantuan ke Kecamatan Ngampel. BPBD hanya memiliki satu kendaraan tangki yang mampu mengangkut 5.000 liter air.
Sementara PDAM Kendal yang punya dua unit tangki harus tetap melayani kebutuhan pelanggan. “Damkar dan PDAM hanya standby saja sebab tugas mereka pun banyak. Jelas kami tidak mau ambil risiko,” tandasnya.
Muhammad oliez/ wikha setiawan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Jepara mengajukan bantuan ke BPBD Provinsi Jateng maupun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Jepara Jamaludin mengatakan anggaran sebesar Rp40 juta memang naik dari tahun lalu yang hanya Rp30 juta. Persoalannya, kebutuhan penanggulangan kekeringan di lapangan menelan dana hingga Rp70 juta.
“Persoalan serupa akan terulang lagi. Karena hingga awal Agustus ini saja, sudah ada belasan desa di beberapa kecamatan yang mengalami krisis air dan mengajukan bantuan ke BPBD,” katanya. Menurutnya, kemarau tahun ini diprediksi akan berlangsung lebih lama karena badai El Nino.
Karena itu, Jamaludin memperkirakan desa yang mengalami krisis air bersih di Jepara akan terus bertambah. Bahkan, kawasan yang sebelumnya tidak masuk dalam peta kekeringan, kini juga termasuk wilayah krisis air bersih. “Jadi pasti anggaran tak cukup. Puncak krisis air bersih kemungkinan September atau Oktober,” ujarnya.
Sejak Juli lalu belasan desa di Jepara sudah mengajukan bantuan pengiriman air bersih. Di antaranya Desa Tunggul Pandean, Blimbingrejo (Kecamatan Nalumsari); Desa Kedungmalang, Desa Karangaji, Desa Surodadi, Desa Kalianyar, Desa Panggung (Kecamatan Kedung); Desa Rajekwesi, Kecamatan Mayong; Desa Raguklampitan, Kecamatan Batealit; Desa Gerdu, Kecamatan Pecangaan; serta Desa Sinanggul dan Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo.
Pekan ini tandon air siap dikirim ke desa-desa yang membutuhkan bantuan. Jika tandon air sudah siap digunakan, maka pengiriman bisa segera dilakukan. “Jika tahun lalu, desa harus mengambil dan mengembalikan tandon air, maka tahun ini BPBD yang akan mengirim dan mengambil tendon air jika sudah selesai digunakan,” kata Jamaludin.
BPBD juga sudah berkoordinasi dengan tiga penyedia air bersih milik swasta yang sudah bekerja sama tahun lalu karena PDAM Jepara tidak mampu menyediakan air untuk pengiriman. Wabup Jepara Subroto menilai persoalan krisis air bersih tidak bisa hanya diselesaikan dengan cara pengiriman air bersih.
Agar persoalan serupa tak terulang maka harus dicarikan solusi jangka panjang, baik berupa penghijauan, penambahan daerah tangkapan air hingga pembangunan embung atau waduk di berbagai titik di Jepara. Di Kendal sekitar 338 hektare sawah terancam puso karena kekurangan air. Kepala Dinas Pertanian Peternakan dan Perkebunan Kendal Sri Purwanti menerangkan, kekeringan paling parah terjadi di sembilan kecamatan, yakni Kecamatan, Kaliwungu Selatan, Kaliwungu, Brangsong, Kendal, Patebon, Cepiring, Ngampel, Pegandon, Kangkung.
“Saat ini kami masih berusaha untuk memberikan bantuan berupa sumur pantek bagi petani,” ujarnya kemarin. Kasi Kedaruratan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kendal Slamet menyampaikan, selain areal persawahan, musim kemarau panjang juga membuat sumur warga kering.
Sehingga cadangan air bersih milik warga semakin menipis. Sejauh ini ada lima kecamatan yang membutuhkan bantuan air bersih. Di antaranya Kecamatan Ngampel, Ringinarum, Pegandon, Patean, dan Cepiring. “Akhir Juli lalu tercatat ada tiga kecamatan, yakni Cepiring, Ringinarum, dan Pegandon. Masuk bulan Agustus, kekeringan kian meluas,” ucapnya.
Bantuan air bersih sendiri, lanjut dia tidak bisa diberikan serentak lantaran BPBD kekurangan tangki untuk mendistribusikan air bantuan. Rencananya, hari ini BPBD akan menyalurkan bantuan ke Kecamatan Ngampel. BPBD hanya memiliki satu kendaraan tangki yang mampu mengangkut 5.000 liter air.
Sementara PDAM Kendal yang punya dua unit tangki harus tetap melayani kebutuhan pelanggan. “Damkar dan PDAM hanya standby saja sebab tugas mereka pun banyak. Jelas kami tidak mau ambil risiko,” tandasnya.
Muhammad oliez/ wikha setiawan
(ftr)