Deadlock, Sidang Muktamar NU ke-33 Diskorsing
A
A
A
JOMBANG - Sidang Pleno Pembahasan dan Pengesahan Tata Tertib Muktamar NU ke-33 diskorsing sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Hal ini melihat kericuhan yang kerap terjadi pada pelaksanaan pleno.
Sidang Pleno berlangsung deadlock dalam pembahasan pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum pada Bab VIII Pasal 19 yang berbunyi bahwa pemilihan Rais Am dilakukan secara musyawarah menggunakan sistem Ahlu Halli Wal Aqdi (AHWA).
"Sidang saya skors untuk melakukan pembicaraan kepada penanggung jawab muktamar. Setelah itu kami akan melakukan pembicaraan dengan saudara-saudara sekalian," kata Ketua Sidang Pleno Tatib Muktamar NU Slamet Effendi Yusuf, Minggu (2/8/2015).
Ketika Slamet Effedi menutup sidang tersebut, para muktamirin saling bersahutan melakukan protes. "Pimpinan sidang, persoalan ini bisa selesai asal dikembalikan kepada AD ART. Jangan dipaksakan," teriak salah satu muktamirin.
Pernyataan itupun tidak digubris, tiga pimpinan sidang langsung dibawa keluar dengan pengawalan sejumlah Banser. Sebenarnya pasca ricuh pertama, suasana sidang mulai mencair ketika Khatib Aam KH Malik Madani memberikan tausiyah.
Saat itu, Kiai Malik menjelaskan bagaimana proses munculnya AHWA baik dalam munas hingga masuk kedalam Muktamar NU ke-33 ini.
"Saya minta muktamirin untuk untuk menjaga marwah NU. sistem AHWA ini tidak ada dalam AD ART sehingga masih diperlukan pembahasan-pembahasan di komisi-komisi nanti. Intinya, jika menemui persoalan, maka harus dikembalikan kepada AD ART. Boleh ditanya, saya lah orang pertama yang mengusulkan AHWA ini," katanya.
Pendapat kiai ini cukup menenangkan para muktamirin. Namun kericuhan itu terjadi setelah Slamet Effendy Yusuf membuka kesempatan peserta untuk menyampaikan pendapat lagi.
Setelah sidang di skorsing sampai batas waktu yang tidak ditentukan, para muktamirin membubarkan diri.
Sidang Pleno berlangsung deadlock dalam pembahasan pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum pada Bab VIII Pasal 19 yang berbunyi bahwa pemilihan Rais Am dilakukan secara musyawarah menggunakan sistem Ahlu Halli Wal Aqdi (AHWA).
"Sidang saya skors untuk melakukan pembicaraan kepada penanggung jawab muktamar. Setelah itu kami akan melakukan pembicaraan dengan saudara-saudara sekalian," kata Ketua Sidang Pleno Tatib Muktamar NU Slamet Effendi Yusuf, Minggu (2/8/2015).
Ketika Slamet Effedi menutup sidang tersebut, para muktamirin saling bersahutan melakukan protes. "Pimpinan sidang, persoalan ini bisa selesai asal dikembalikan kepada AD ART. Jangan dipaksakan," teriak salah satu muktamirin.
Pernyataan itupun tidak digubris, tiga pimpinan sidang langsung dibawa keluar dengan pengawalan sejumlah Banser. Sebenarnya pasca ricuh pertama, suasana sidang mulai mencair ketika Khatib Aam KH Malik Madani memberikan tausiyah.
Saat itu, Kiai Malik menjelaskan bagaimana proses munculnya AHWA baik dalam munas hingga masuk kedalam Muktamar NU ke-33 ini.
"Saya minta muktamirin untuk untuk menjaga marwah NU. sistem AHWA ini tidak ada dalam AD ART sehingga masih diperlukan pembahasan-pembahasan di komisi-komisi nanti. Intinya, jika menemui persoalan, maka harus dikembalikan kepada AD ART. Boleh ditanya, saya lah orang pertama yang mengusulkan AHWA ini," katanya.
Pendapat kiai ini cukup menenangkan para muktamirin. Namun kericuhan itu terjadi setelah Slamet Effendy Yusuf membuka kesempatan peserta untuk menyampaikan pendapat lagi.
Setelah sidang di skorsing sampai batas waktu yang tidak ditentukan, para muktamirin membubarkan diri.
(san)